Mengapa Arab Saudi Menganut Faham Islam Wahhabi, Bukan Syiah Ataupun Sunni, Atau Bahkan Netral Demi Persatuan Islam Mengingat Pusat Kiblat Dunia Berada Dinegara Tersebut?

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Mengapa Arab Saudi Menganut Faham Islam Wahhabi, Bukan Syiah Ataupun Sunni, Atau Bahkan Netral Demi Persatuan Islam Mengingat Pusat Kiblat Dunia Berada Dinegara Tersebut?
Karena Dinasti Al Saud berhasil menang perang dan menguasai seluruh wilayah Arab Saudi yang sekarang.

Dinasti Al Saud sejak akhir abad 18 sudah menjadi pendukung dari gerakan islam yang sekarang populer dengan sebutan Wahabi.

Kalau Dinasti Al Saud saat itu gagal menguasai daerah Hijaz (daerah yang termasuk lokasi kota Mekah dan Madinah), mereka tidak akan menjadi “kiblat” islam modern.
Arab Saudi tanpa Hijaz akan tetap menjadi negara kaya seperti sekarang karena daerah kaya minyak umumnya ada di wilayah Timur.
Tetapi yang menjadi kiblat islam adalah negara yang menguasai Hijaz.

Selain itu, Wahabi itu gerakan islam yang masih dalam payung Sunni (Ahlul Sunnah wal Jamaah).

Gerakan Wahabi 
Itu lebih ke gerakan pemurnian islam, menurut versinya tentu saja, dan bukan merupakan suatu mazhab.

Bahkan saat kaum Wahabi berhasil menguasai Mekah dan mulai mengatur pelaksanaan ibadah Haji, mereka melarang pengelompokan tenda jemaah haji berdasarkan Mazhab Fikih dan menghentikan pelaksanaan salat berjamaah yang bergantian per Mazhab Fikih.

Mereka juga belum pernah melarang kelompok islam lain, Syiah sekalipun, untuk mengikuti ibadah Haji.

Jadi tidak betul, dalam konteks Haji, Arab Saudi dan kaum Wahabi mengganggu persatuan umat Islam.

Reformasi politik yang bergulir di Arab Saudi memunculkan tanda-tanda orientasi baru Negara itu termasuk reformasi paham keagamaan.

Negara kaya minyak yang telah lama mengembangkan Wahabisme global dan menyokong berkembangnya Wahabisme di Indonesia itu ingin perubahan.

Arah baru dimaksud adalah menghentikan radikalisme, ekstrimisme dan konservatisme.

Raja Salman, penguasa Nejed dan Hijaz itu menginginkan kembali kepada Islam moderat. 

Wacana baru yang dilontarkan Pangeran Muhammad bin Salman ini menimbulkan harapan yang tampaknya berlebihan dari publik Nahdliyyin.

Tampak ada harapan bahwa kelompok Salafi yang selama ini membid’ah-bid’ahkan kaum Nahdliyyin akan berhenti beroperasi karena bantuannya dihentikan oleh Arab Saudi.

Ada harapan kehidupan akan damai dan tenang karena tv, radio, terbitan, medsos dan panggung-panggung para ustadz Salafi/ Wahabi akan berhenti menfitnah, mencerca dan mendelegitimasi NU.

Bahkan, ada harapan dana dari Arab Saudi yang selama ini tidak pernah seriyal pun diterima oleh kaum Nahdiyyin akan menghampiri mereka.

Apakah harapan Nahdliyyin itu akan menjadi kenyataan?
Ini terkait dengan pertanyaan tentang hakikat perubahan itu.

  1. Apa sesungguhnya yang dimaksud rejim Saudi sebagai radikalisme, ekstrimisme dan konservatisme? 
  2. Kelompok mana yang dimaksud dengan itu? 
  3. Kemudian, apa yang dimaksud dengan Islam moderat? 

Artikel pendek ini hendak menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Koalisi Permanen Bani Saud dan Alu Syaikh
Arab Saudi menjadikan Islam sebagai agama resmi Negara.

Meskipun tidak ada dokumen tertulis, Wahabi/ Salafi merupakan aliran resmi yang penyebarannya dibiayai Negara.

Jabatan-jabatan tinggi keulamaan dipegang oleh Alu Syaikh, sejumlah ulama yang merupakan keturunan Muhammad Bin Abdul Wahhab.

Ulama Wahabi/ Salafi seperti Abdullah Bin Baz menduduki status yang sangat tinggi dan didukung penuh oleh pemerintah untuk menyebarkan dan mengembangkan Salafiyah garis Ibnu Taymiyyah, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah dan Muhammad Bin Abdul Wahhab di dalam negeri dan ke seluruh dunia Islam.

Di waktu yang sama pemerintah menerapkan berbagai policy yang cenderung mempersempit ruang gerak madzhab lain. Sebagai imbalannya, Wahabi/ Salafi menjadi pendukung paling loyal terhadap kekuasaan Raja Saudi. 

Koalisi ini terbentuk sejak awal lahirnya kerajaan Arab Saudi.

Semenjak fase merebut kekuasaan di wilayah Nejed (Jazirah Arabia bagian Timur), tepatnya di Dir’iyyah, Raja Saud dibantu oleh Muhammad Bin Abdul Wahhab.

Abdul Wahhab memiliki pasukan Paderi yang berjumlah besar yang menjadi pasukan inti Raja Saud.

Pasukan Paderi ini adalah para pengikut Abdul Wahhab yang puritanis yang mencita-citakan pembersihan dan pemurnian ajaran Islam dari bid’ah, khurafat, dan takhayul.

Pasukan ini dikenal militan, ganas dan tanpa kompromi.

Kontribusi tetara Wahabi sangat besar dalam berbagai kemenangan Raja Saud.

Koalisi itu juga bahu-membahu merebut wilayah Hijaz (Jazirah Arab bagian barat) termasuk Mekah dan Medinah yang menandai lahirnya kerajaan besar Saudi Arabia. 

Itulah sebabnya, sejak awal merebut Mekah dan Madinah, Raja Saud menerapkan kebijakan sapu bersih apa yang dianggap bid’ah, khurafat, dan takhayyul.

Madzhab yang empat dibatasi (kecuali Madzhab Hambali versi Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Qoyim).

Para ulama dan imam masjid Haramain diganti dengan para tokoh Wahabi.

Wahabiyah didukung penuh oleh kerajaan untuk menjadi satu-satunya aliran di Arab Saudi.

Situs-situs peninggalan Nabi, keluarga Nabi, dan para Sahabat dihancurkan termasuk makam keluarga Nabi serta para sahabat dan tabiin.

Jika saja tidak mendapatkan protes keras dari seluruh penjuru dunia Islam makam Nabi juga akan dihancurkan.

Bahkan, tarekat sufiyyah dilarang sama sekali. 

Koalisi ini makin menjadi-jadi setelah Arab Saudi panen minyak sejak 1930-an dan mulai tahun 1975 menjadi Negara super kaya.

Arab Saudi ingin menjadi yang terdepan di dunia Islam.

Ia bersaing dengan Mesir, Irak, Turki, Syiria dan Iran.

Saudi ingin pengaruhnya meluber ke penjuru negeri-negeri OKI.

Salah satu wasilah yang dipakai adalah penyebaran Wahabi ke seluruh dunia.

Dengan semakin kuatnya Wahabi di sebuah Negara, maka publiknya akan menggeser dukungan kepada Negara-negara kuat saingan Saudi. 

Internasionalisasi Wahhabi ini setidaknya dilakukan dengan beberapa strategi.

Pertama, memberikan dukungan finansial kepada organisasi-organisasi penting.
Cara ini dilakukan secara lebih canggih dan menyeluruh terutama pada tahun 1980-an dengan menciptakan organisasi perwakilan seperti Liga Muslim Dunia (Rabithah al-Alam al Islami)
Dimana secara luas mendistribusikan literatur Wahhabi dalam semua bahasa utama dunia, memberikan hadiah dan sumbangan, serta menyediakan dana untuk:

  • Jaringan penerbit, 
  • Sekolah, 
  • Mesjid, 
  • Organisasi, dan 
  • Perseorangan.
Tentu saja efek kampanye ini adalah munculnya banyak gerakan Islam di seluruh dunia yang menjadi pendukung ideologi Wahhabi.

Kedua, persebaran Wahhabi juga didukung oleh berbagai institusi baik institusi sosial-keagamaan, pendidikan, institusi bisnis dan media massa seperti penerbitan buku, koran, radio, TV dan majalah maupun institusi politik dan pemerintah, dan juga perseorangan seperti imam, guru, ustadz, dan penulis yang secara oportunis ingin mengambil untung dari donasi Saudi. 
Koalisi Rezim Saudi dengan Wahabi/ Salafi makin kuat saat ini karena Iran semakin menonjol sebagai saingan Saudi di regional Timur Tengah maupun di dunia Islam.

Saudi juga terlibat perang dengan pihak-pihak yang didukung Iran; Rejim Basyar Asad dan Pemberontakan Houti di Yaman.

Wahabi/ Salafi menjadi alat yang efektif untuk melawan pengaruh Iran di dunia Islam dengan gerakan anti Syi’ah.

Intinya, Syi’ah bukan Islam oleh karena itu ia harus diisolasi dari pergaulan dunia Islam. Iran harus keluar dari OKI, atau minimal tidak menduduki posisi penting di OKI. 

Melihat besarnya kepentingan Kerajaan Saudi terhadap Wahabi/ Salafi sebagai pendukung kekuasaan dan kepentingan politik regional dan internasional ini, berat rasanya Arab Saudi meninggalkan Wahabi/ Salafi.

Di lain pihak, jaringan Ahlussunnah Waljamaah (non-Wahabi) di Arab Saudi telah terlanjur berantakan dihajar oleh pemerintah Saudi, tinggal sisa-sisanya, antara lain jaringan Syaikh Alwi Al-Maliki.

Oleh karenanya Pangeran Muhammad Bin Salman tidak pernah mengatakan akan memberantas Wahabi. Yang ia katakan adalah memberantas ekstrimisme, radikalisme dan kaum konservatif.
Siapakah mereka?

  1. Salafi Surury;
  2. Salafi Jihadis; dan 
  3. Salafi Takfiry.
Wahabisme/ Salafisme telah berkembang jauh dengan percabangan yang makin rumit.

Di antara berbagai fraksi dalam Wahabi/ Salafi sendiri terdapat tiga kelompok yang oposisional terhadap pemerintah Saudi, yakni:

  1. Salafi Surury, 
  2. Salafi Jihadis dan 
  3. Salafy Takfiry. 

Salafy Surury atau Salafiyah Politik yang lebih menaruh perhatian pada persoalan-persoalan politik ketimbang agenda pemurnian (purifikasi).

Mereka terpengaruh oleh pemikiran lkhwan Al-Muslimin (IM).

Sebutan mereka merujuk pada dai Syiria Muhammad Syurur Zein Al-Abidin, seorang tokoh IM.

Kelompok inilah yang menentang keberadaan Amerika Serikat dan intervensi militernya dalam perang Teluk II.

Mereka juga menentang politik Saudi Arabia yang tidak tegas terhadap Israel.

Tokoh-tokoh kelompok ini antara lain:

  • Salman Al-Audah, 
  • Safar Al-Hawali, 
  • 'Aidh Al-Qarni, dan lain-lain. 
Sedangkan Salafi Jihadis dan Salafi Takfiris sama-sama menggunakan kekerasan dan terror.

Dua-duanya adalah produk Saudi sendiri.

Keterlibatan Arab Saudi dan Intelijen Pakistan dukungan Amerika Serikat dalam membentuk Legiun Arab dalam perang Afghanistan serta keterlibatannya dalam mensupport kelompok perlawanan Sunni terhadap rezim Syiah Basyar Asad di Syiria telah melahirkan jenis Salafi baru yang tidak dikehendakinya.

Para sukarelawan jihad di Afghanistan melahirkan Tanzim Al-Qaidah pimpinan Usamah Bin Ladin, sebuah kelompok teroris yang berideologi Salafi Jihadi.

Sedangkan sukarelawan Sunni di Syiria berkembang menjadi Daisy (Al-Daulah Al-Islamiyyah fi Al-Iraq wa Al-Syuriyah) masyhur disebut ISIS.

Kelompok bersenjata yang didukung sukarelawan dari berbagai Negara ini merupakan kiblat bagi kelompok pro kekerasan yang menganut ideology Salafi Takfiri.

Ketiga kelompok Salafi inilah yang disebut oleh Pangeran Muhammad Bin Salman sebagai:

  1. Ekstrimisme;
  2. Radikalisme; dan 
  3. Kaum konservatif.

Islam Moderat ala Saudi: Neo Fundamentalis 
Lalu, siapakah Islam moderat itu? Yaitu Salafi yang loyal kepada Kerajaan.

Salafi yang a-politis yang loyal dan memberikan legitimasi agama bagi keabsahan kekuasaan Raja Saud.

Salafi resmi di bawah Abdullah Bin Baz dan Syaikh Utsaimin yang menfatwakan bahwa berorganisasi dan berpolitik adalah bid’ah dlolalah.

Agenda konkretnya adalah membendung dan menyaingi pengaruh IM yang sangat politis, cenderung kritis dan oposisional terhadap semua penguasa di dunia Arab.

Yang dimaui oleh Keluarga Raja Saud adalah melemahkan arus deras Islamisme (Islam sebagai ideology perlawanan) yang dimunculkan oleh IM.

Oleh karenanya, seruan yang didukung oleh Salafisme internasional ala Saudi adalah kesalehan individu, purifikasi agama dan penerapan Syariat Islam sebagai hukum formal.

Inilah yang oleh Olivier Roy disebut sebagai neo-fundamentalisme yang telah berhasil sekian waktu membendung bahkan menggagalkan agenda Islamisme di dunia Islam.

Salafi-Wahabi yang berkembang di Indonesia adalah Salafi resmi ini.

Reformasi di Arab Saudi tak akan berpengaruh apa-apa terhadap kelompok-kelompok Salafi di sini.

Real Saudi akan tetap mengucur ke kelompok-kelompok Salafi di negeri kita.

Sebab, yang diperangi hanyalah:

  1. Salafi Surury, 
  2. Salafi Jihadi dan 
  3. Salafi Takfiry. 

Kaum Nahdliyyin harus tetap bersabar dibid’ah-bid’ahkan oleh kelompok Salafi.
Innallaha m’ashshabiriin.
☆☆☆☆☆
Skandal Penyebaran Hadits Dha'if dan Riwayat Palsu Dikalangan Ulama Wahabi
Selama ini Ahlussunnah Wal Jama'ah selalu dipojokkan oleh kaum Wahabi karena diangggap sebagai pengamal hadits dha'if. 

Padahal diam-diam kaum Wahabi juga menyebarkan riwayat palsu selama itu mendukung ajaran Wahabi. 

Berikut ini adalah dialognya:
SUNNI: 
Mengapa Anda selalu membuat fitnah, menebarkan permusuhan dan kebencian dengan mebid’ahkan ajaran kami Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang sudah mengakar sejak masa-masa silam, bahkan sebagian mengakar sejak masa salaf dan ahli hadits? Dan semua ajaran kami memiliki landasan dari al-Qur’an dan hadits.

WAHABI:  
Ajaran yang kalian amalkan selalu menggunakan hadits-hadits lemah dan palsu.

SUNNI: 
Ajaran yang mana yang menggunakan hadits palsu dan lemah??? 
Justru kaum Anda sendiri yang terjebak dalam kesalahan dalam menolak peran hadits dha’if secara total. Salah karena keluar dari manhaj ahli hadits dan salah karena menyalahi ulama Anda sendiri.

WAHABI: 
Lho, kok bisa kami dikatakan keluar dari manhaj ahli hadits dan menyalahi ulama kami sendiri? 
Bukankah yang berjuang menolak hadits dha’if itu ulama kami?

SUNNI: 
Lho, itu kan Anda berarti hanya taklid buta kepada ustadz-ustadz Anda. 
Harus Anda ketahui, bahwa yang menolak peran hadits dha’if di kalangan Anda, itu Wahabi beberapa tahun kemarin, pengikut Syaikh al-Albani dari Yordania. 
Sementara ulama Wahabi sebelum Anda juga banyak menyebarkan hadits dha’if, sebagaimana yang dilakukan oleh ahli hadits.

WAHABI: 
Lho, maka buktinya bahwa sebelum Syaikh al-Albani, ulama kami yang kalian sebut Wahabi menerima dan menyebarkan hadits dha’if?

SUNNI: 
Anda ini lucu, ngakunya pengagum al-Albani, tapi tidak pernah mengerti kitab-kitab tulisan al-Albani sendiri. 
Coba Anda lihat, Ibnu Taimiyah menulis kitab berjudul al-Kalim al-Thayyib, yang isinya membolehkan tawasul, istighatsah dan jualan jimat. 
Lalu kitab tersebut di-ikhtishar oleh al-Albani, menjadi Shahih al-Kalim al-Thayyib, dengan membuang 59 hadits dari total 252, yang dianggap dha’if oleh al-Albani. 
Ini kan cukup membuktikan bahwa Ibnu Taimiyah tidak alergi hadits dha’if. 
Belum lagi Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi al-Qarni, menulis kitab al-Tauhid, sebagian hadits nya juga dha’if sebagaimana diakui oleh kaum Wahabi sendiri. 
Ini bukti bahwa pendiri Wahabi juga tidak alergi hadits dha’if. 
Kenapa kalian alergi hadits dha’if??
Kalian tahu, bahwa ulama kalian, yang sok anti hadits dha’if, diam-diam juga menyebarkan akidah palsu dan riwayat dusta??

WAHABI: 
Ah, Anda keterlaluan, menuduh ulama kami sebagai penyebar akidah palsu dan riwayat dusta. 
Mana buktinya??? 
Anda jangan asal ngomong. Berdosa lho, bohong itu.

SUNNI: 
Di antara riwayat palsu yang disebarluaskan oleh ulama Anda adalah akidah yang dinisbatkan kepada al-Imam al-Syafi’i. 
Ketika jamaah haji pulang dari Tanah Suci, mereka diberi hadiah kitab Akidah Imam Empat, karya al-Khumayyis, terjemahan dari kitab I’tiqad al-Aimmah al-Arba’ah, oleh Ali Mustafa Ya’qub. 
Di dalamnya ada akidah yang dinisbatkan kepada Imam al-Syafi’i, bahwa beliau berkata:
Berbicara tentang Sunnah yang menjadi pegangan saya, shahib-shahib saya, begitu pula para ahli hadits yang saya lihat dan saya ambil ilmu mereka, seperti Sufyan, Malik, dan lain-lain adalah iqrar seraya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu di atas ‘arsy di langit, dan dekat dengan mahkluk-Nya terserah kehendak Allah, dan Allah itu turun ke langit terdekat kapan Allah berkehendak.
(Al-Khumayyis, Akidah Imam Empat, hal. 68.).
Akidah al-Imam al-Syafi’i tersebut telah disebarluaskan oleh kaum Wahabi dan pendahulu-pendahulu mereka seperti Ibnu Taimiyah dalam al-Washiyyah al-Kubra, Ibnu al-Qayyim dalam Ijtima’ al-Juyusy al-Islamiyyah, al-Albani dalam Mukhtashar al-‘Uluw, dan al-Khumayyis dalam bukunya Akidah Imam Empat.

WAHABI: 
Apa alasan Anda mengatakan akidah tersebut palsu???

SUNNI: 
Para ulama ahli hadits telah menjelaskan bahwa akidah al-Imam al-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Wahabi adalah palsu. Akidah tersebut diriwayatkan melalui perawi yang bermasalah, yaitu Abu al-Hasan al-Hakkari, seorang perawi yang tidak dapat dipercaya dan pemalsu hadits. 
Al-Dzahabi berkata:
وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَ: لَمْ يَكُنْ مُوَثَّقًا فِيْ رِوَايَتِهِ.
Ibnu Asakir berkata: Al-Hakkari tidak dapat dipercaya dalam riwayatnya.
(Ibnu al-Najjar, Dzail Tarikh Baghdad, juz 3, hal. 174; Al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, juz 19 hal. 68, dan Mizan al-I’tidal, juz 3, hal. 112.)

Al-Hafizh Ibnu al-Najjar al-Baghdadi berkata:
وَكَانَ الْغَالِبُ عَلىَ حَدِيْثِهِ الْغَرَائِبَ وَالْمُنْكَرَاتِ وَلَمْ يَكُنْ حَدِيْثُهُ يُشْبِهُ حَدِيْثَ أَهْلِ الصِّدْقِ، وَفِيْ حَدِيْثِهِ مُتُوْنٌ مَوْضُوْعَةٌ مُرَكَّبَةٌ عَلىَ أَسَانِيْد َصَحِيْحَةٍ، وَرَأَيْتُ بِخَطِّ بَعْضِ أَصْحَابِ الْحَدِيْثِ أَنَّهُ كَانَ يَضَعُ الْحَدِيْثَ بِأَصْبِهَانَ، وَقَالَ أَبُوْ نَصْرٍ الْيُوْنَارْتِيُّ: لَمْ يَرْضَهُ الشَّيْخُ أَبُوْ بَكْرٍ بْنُ الْخَاضِبَةِ.
Biasanya haditsnya al-Hakkari adalah hadits-hadits yang aneh dan munkar. Haditsnya tidak menyerupai haditsnya perawi yang jujur. Dalam haditsnya terdapat matan-matan palsu yang disusun pada sanad-sanad yang shahih. Aku melihat tulisan sebagian ahli hadits, bahwa al-Hakkari telah memalsu hadits di Ashbihan. Abu Nashr al-Yunarti berkata: “Syaikh Abu Bakar bin al-Khadhibah tidak ridha terhadap al-Hakkari.” 
(Ibnu al-Najjar, Dzail Tarikh Baghdad, juz 3, hal. 173; dan Ibnu Hajar, Lisan al-Mizan, juz 4, hal. 196.)
Sumber lain yang menjadi perawi akidah al-Imam al-Syafi’i adalah Abu Thalib al-‘Asysyari, seorang perawi yang jujur tetapi lugu sehingga buku-bukunya mudah disispi riwayat-riwayat palsu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. 
Al-Dzahabi dan Ibnu Hajar berkata:
مُحَمَّدُ بْنِ عَلِيِّ بْنِ الْفَتْحِ أَبُوْ طَالِبٍ الْعَشَّارِيُّ شَيْخٌ صَدُوْقٌ مَعْرُوْفٌ لَكِنْ اَدْخَلُوْا عَلَيْهِ أَشْيَاءَ فَحَدَّثَ بِهَا بِسَلاَمَةِ بَاطِنٍ مِنْهَا حَدِيْثٌ مَوْضُوْعٌ فِيْ فَضْلِ لَيْلَةِ عَاشُوْرَاءَ وَمِنْهَا عَقِيْدَةٌ لِلشَّافِعِيِّ.
Muhammad bin Ali bin al-Fath Abu Thalib al-‘Asysyari, seorang guru yang jujur dan dikenal. Akan tetapi orang-orang memasukkan banyak hal (riwayat-riwayat palsu) kepadanya, lalu ia menceritakannya dengan ketulusan hati, di antaranya hadits palsu tentang keutamaan malam Asyura, dan di antaranya akidah al-Syafi’i.
(Al-Dzahabi, Mizan al-I’tidal, juz 3, hal. 656 dan Ibnu Hajar, Lizan al-Mizan, juz 5 hal. 301.).
Pernyataan di al-Dzahabi dan Ibnu Hajar di atas menyimpulkan bahwa Abu Thalib al-‘Asysyari pada dasarnya seorang perawi yang jujur dan dikenal. Hanya saja orang-orang yang tidak bertanggungjawab menyisipkan riwayat-riwayat palsu ke dalam buku-bukunya tanpa ia sadari, lalu ia menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain dengan ketulusan hati.
Paparan di atas menyimpulkan bahwa akidah al-Imam al-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Salafi-Wahabi dan pendahulu mereka, adalah palsu dan diriwayatkan melalui perawi yang lemah dan pemalsu hadits atau melalui perawi jujur dan lugu yang tidak menyadari bahwa riwayatnya telah disisipi riwayat palsu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

WAHABI: 
Tapi walaupun palsu, akidah tersebut mendukung perjuangan ajaran Wahabi. Gak papa walaupun palsu. Yang penting cocok. Lagi pula Cuma itu yang palsu. Yang lain shahih kok.

SUNNI: 
Anda ini lucu, sok anti dan alergi hadits dha’if, tapi riwayat palsu disebarluaskan. Tidak hanya itu riwayat palsu yang disebarkan oleh ulama Anda. Kaum Wahabi yang mengaku pengikut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal, juga menyebarkan kitab palsu yang dinisbatkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal, antara lain kitab Risalah al-Ishthakhri dan kitab al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah. 
Kedua kitab ini disebarluaskan oleh Salafi-Wahabi dan diklaim sebagai karangan Ahmad bin Hanbal. Padahal kitab tersebut bukan karangan Ahmad bin Hanbal, akan tetapi karang sebagin kaum Mujassimah dan dinisbatkan kepada Ahmad bin Hanbal. Al-Hafizh al-Dzahabi berkata:
لاَ كَرِسَالَةِ اْلاِصْطَخْرِيِّ، وَلاَ كَالرَّدِّ عَلىَ الْجَهَمِيَّةِ الْمَوْضُوْعِ عَلىَ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ، فَإِنَّ الرَّجُلَ كَانَ تَقِيًّا وَرِعًا لاَ يَتَفَوَّهُ بِمِثْلِ ذَلِكَ.
Tidak seperti Risalah-nya al-Ishthakhri, dan tidak seperti al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah yang dipalsukan kepada Abu Abdillah.
(Ahmad bin Hanbal), karena beliau seorang yang bertakwa, wara’ dan tidak berkata seperti itu.
(Al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, juz 11, hal. 286.)
Pernyataan al-Dzahabi tersebut diperkuat oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Wazir al-Yamani, yang mengutip pernyataan al-Dzahabi tersebut bahwa kitab Risalah al-Ishthakhri dan al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah adalah kitab palsu yang dinisbarkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal. 
(Ibnu al-Wazir al-Yamani, al-‘Awashim wa al-Qawashim, juz 4, hal. 340-241
Kitab al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah tersebut merupakan rujukan utama Syaikh Ibnu Taimiyah dalam menulis kitabnya Bayan Talbis al-Jahamiyyah, padahal isinya terdiri dari hadits-hadits palsu, lemah dan munkar.

WAHABI: 
Anda hanya menyebutkan tiga kitab palsu, yang kami sebarluaskan. Kan hanya tiga kitab. Lagi pula gak papa pakai kitab palsu, yang penting isinya mendukung perjuangan ajaran Wahabi.

SUNNI: 
Tidak hanya tiga kitab palsu yang disebarkan oleh ulama Anda. 

  1. Syaikh al-Jumaizi, 
  2. Syaikh al-Raddadi, 
  3. Ulama Wahabi dari Saudi juga menyebarkan kitab Syarh al-Sunnah, dan dinisbatkan kepada al-Barbahari. 

Padahal dalam manuskrip yang menjadi satu-satunya sumber terbitnya kitab Sayrh al-Sunnah tersebut, pada bagian awal disebutkan bahwa kitab Syarh al-Sunnah tersebut adalah karya Ahmad bin Muhammad bin Ghalib al-Bahili, yang populer dengan julukan Ghulam Khalil, wafat tahun 275 H. 
Hal ini juga diakui oleh ketiga ulama Salafi-Wahabi tersebut ketika melakukan autentisifikasi kitab tersebut kepada al-Barbahari. 
Dengan demikian, ketiga ulama Salafi-Wahabi tersebut sengaja menerbitkan kitab karya Ghulam Khalil dan menisbatkannya kepada al-Barbahari, salah seorang ulama Hanabilah ekstrem yang berpaham tajsim.
Baca Juga:
WAHABI: 
Maaf, walaupun al-Jumaizi dan al-Raddadi itu ulama Wahabi, tapi mereka bukan guru kami. Dalam Wahabi, kami berguru kepada ulama Madinah, Dr. Ali bin Nashir al-Faqihi, pakar hadits kaum kami yang Anda sebut Wahabi di Universitas Islam Madinah. Kalau beliau dijamin OK, anti kitab lemah dan palsu.

SUNNI: 
Guru Anda, Dr Ali bin Nashir al-Faqihi, juga terlibat skandal yang sama, penyebar kitab tidak jelas sanadnya. 
Al-Imam al-Daraquthni termasuk salah satu ulama ahli hadits terkemuka dan bermadzhab al-Syafi’i. 
Al-Daraquthni adalah yang mengarahkan al-Hafizh Abu Dzar al-Harawi untuk mengikuti madzhab al-Asy’ari. 
Pada tahun 1411 Hijriah, Salafi-Wahabi di Yordania menerbitkan kitab al-Ru’yah yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni. 
Beberapa tahun sebelumnya Salafi-Wahabi Saudi Arabia menerbitkan kitab al-Shifat, yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni dan di-tahqiq oleh Ali al-Faqihi. 
Kedua naskah tersebut diriwayatkan melalui jalur Abu al-‘Izz bin Kadisy al-‘Ukbarawi dari Abu Thalib al-‘Asysyari.
Para ulama ahli hadits menilai Abu al-‘Izz bin Kadisy termasuk perawi yang tidak dapat dipercaya dan pendusta. 
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:
أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ أَبُو الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ أَقَرَّ بِوَضْعِ حَدِيْثٍ وَتَابَ وَأَنَابَ انتهى قَالَ ابْنُ النَّجَّارِ: وَكَانَ مُخَلِّطًا كَذَّابًا لاَ يُحْتَجُّ بِمِثْلِهِ وَلِلأَئِمَّةِ فِيْهِ مَقَالٌ وَقَالَ أَبُوْ سَعْدٍ ابْنُ السَّمْعَانِيِّ كَانَ ابْنُ نَاصِرٍ سَيِّءَ الْقَوْلِ فِيْهِ وَقَالَ ابْنُ اْلأَنْمَاطِيِّ كَانَ مُخَلِّطًا وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَ قَالَ لِيْ أَبُو الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ وَسَمِعَ رَجُلاً قَدْ وَضَعَ فِيْ حَقِّ عَلِيٍّ حَدِيْثًا وَوَضَعْتُ أَنَا فِيْ حَقِّ أَبِيْ بَكْرٍ حَدِيْثًا بِاللهِ أَلَيْسَ فَعَلْتُ جَيِّدًا. (الحافظ ابن حجر، لسان الميزان).
Ahmad bin Ubaidillah Abu al-‘Izz bin Kadisy, mengaku memalsu hadits dan bertaubat.
Ibnu al-Najjar berkata:  
Ia perawi yang membingungkan, pendusta, tidak dapat dijadikan hujjah, dan para imam membicarakannya.
Abu Sa’ad bin al-Sam’ani berkata: Ibnu Nashir berpendapat buruk tentang Ibnu Kadisy.Ibnu al-Anmathi berkata: Ia perawi yang membingungkan.Ibnu Asakir berkata: Abu al-‘Izz bin Kadiys berkata kepadaku, ia mendengar seseorang yang memalsu hadits tentang keutamaan Ali:
Aku juga memalsu hadits tentang keutamaan Abu Bakar. Demi Allah, apakah aku tidak berbuat baik”. 
(Al-Hafizh Ibn Hajar, Lisan al-Mizan (1/218))
Demikian pandangan ulama ahli hadits tentang Abu al-‘Izz bin Kadisy
Sedangkan pernyataan al-Dzahabi bahwa Abu al-‘Izz bin Kadiys telah bertaubat dari memalsu hadits, tidak menjadikan riwayatnya diterima. 
Al-Imam al-Nawawi berkata:
تُقْبَلُ رِوَايَةُ التَّائِبِ مِنَ الْفِسْقِ إِلاَّ الْكَذِبَ فِي أَحَادِيْثِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَلاَ تُقْبَلُ رِوَايَةُ التَّائِبِ مِنْهُ أَبَدًا وَإِنْ حَسُنَتْ طَرِيْقَتُهُ كَذَا قَالَهُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَ أَبُوْ بَكْرٍ الْحُمَيْدِيُّ شَيْخُ الْبُخَارِيِّ وَ أَبُوْ بَكْرٍ الصَّيْرَفِيُّ الشَّافِعِيُّ. (الحافظ السيوطي، تدريب الراوي).
Riwayatnya perawi yang bertaubat dari kefasikan dapat diterima, kecuali berdusta dalam hadits-hadits Rasulullah , maka riwayat perawi yang bertaubat dari berdusta dalam hadits tersebut tidak dapat diterima, meskipun prilakunya telah baik. Demikian apa yang dikatakan oleh Ahmad bin Hanbal, Abu Bakar al-Humaidi –guru al-Bukhari-, dan Abu Bakar al-Shairafi al-Syafi’i.
(Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi Syarh Taqrib al-Nawawi (1/329).
Sementara Abu Thalib al-‘Asysyari juga perawi yang bermasalah, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Paparan di atas menyimpulkan, bahwa kitab al-Ru’yah dan al-Shifat, yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni sangat meragukan, karena riwayatnya melalui perawi yang memalsu hadits. Karena itu sebagian ulama menilai kitab tersebut palsu, bukan karya al-Daraquthni sendiri.

WAHABI: 
Ya bagaimana lagi, untuk memperjuangkan kebenaran apa tidak boleh dengan menyebarkan riwayat palsu???

SUNNI: 
Ya itu urusan Anda, yang sok anti dan alergi hadits dha’if, tapi diam-diam menyebarkan kitab palsu. Ulama Anda juga menyebarkan kitab yang dipalsu kepada al-Imam al-Juwaini, al-Imam al-Nawawi dan lain-lain. Itulah bukti bahwa ajaran Anda memang rapuh dan tidak kuat.
  1. Cadar Bukan Urusan Iman atau Agama
Baca Juga:
  1. Alasan Kerennya Jadi Santri
  2. Dakwah Ala Santri Nusantara
  3. Dakwah Islamiyah Yang Relevan Di Ponpres
  4. Identitas Santri Dengan Karakter Yang Ramah
  5. Ideologi Santri Nusantara
  6. Kewaskitaan Organisasi Para Santri
  7. Memerangi Kemunafikan Ala Santri
  8. Santri Tidak Boleh Berbuat Sekehendaknya
  9. Sikap Santri Di Era Generasi Millenial
  10. Tantangan Dakwah Santri Zaman Mellennial
Baca Juga:
  1. Aliran Kejawen Sapto Darmo
  2. Islam Kejawen Dan Sanepanan Ajaran Islam
  3. Islam Nusantara
  4. Tahlil Itu Kebudayaan Islam Nusantara
Baca Juga:
  1. Ajian Mantra Jawa (Spiritual Jawa) 
  2. Antara Ilmu Debus Dan Ilmu Kanuragan 
  3. Beda Spiritual Dengan Paranormal 
  4. Ilmu Betara Karang
  5. Ilmu Pengasihan Jawa 
  6. Ilmu Santet Banaspati 
  7. Kesurupan Dan Cara Menanganinya 
  8. Kesurupan Nyai Sekar Arum Melati 
  9. Perkembangan Paranormal (Dukun/ Orang Pintar) Di Era Milenial
  10. Permainan Tradisional Supranatural Jelangkung 
  11. Pertarungan Ilmu Hitam Dan Putih 
  12. Pesan Nyi Sekar Arum Melati Untuk Gunung Merapi
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT