Aliran Kejawen Sapto Darmo

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang: 
Aliran Kejawen Sapto Darmo
Banyak pertanyaan dari masyarakat seputar ajaran Kejawen. 

Pertanyaan tersebut tidak semata disampaikan oleh orang yang awam terhadap Islam, akan tetapi juga oleh para da'i, takmir masjid, dan tokoh masyarakat

Dari nada pertanyaan mereka, penulis menangkap bahwa masyarakat masih menganggap Kejawen merupakan bagian dari Islam, sehingga mereka sering menyebut dengan nama Islam Kejawen. 

Untuk itulah kami menurunkan tulisan ini, yang insya Allah akan membantu menjawab kerancuan (syubhat) tersebut.

Pernah suatu ketika ada juga yang berujar bahwa mereka adalah keturunan Sabdo Darmo. 

Sebuah ajaran alira kejawen yang besar di tanah jawa.

Pengertian Kejawen (Kebatinan)
Rahnip M., B.A. dalam bukunya:
Aliran Kepercayaan dan Kebatinan dalam Sorotan
menjelaskan; 
Kebatinan adalah hasil pikir dan angan-angan manusia yang menimbulkan suatu aliran kepercayaan dalam dada penganutnya dengan membawakan ritus tertentu, bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang ghaib, bahkan untuk mencapai persekutuan dengan sesuatu yang mereka anggap Tuhan secara perenungan batin, sehingga dengan demikian menurut anggapan mereka- dapat mencapai budi luhur untuk kesempurnaan hidup kini dan akan datang sesuai dengan konsepsi sendiri.

Dari pengertian diatas didapat beberapa istilah kunci dari ajaran kebatinan yaitu: 
  1. Merupakan hasil pikir dan angan-angan manusia, 
  2. Memiliki cara beribadat (ritual) tertentu, 
  3. Yang dituju adalah pengetahuan ghaib dan terkadang juga malah bertujuan menyatukan diri dengan Tuhan, 
  4. Hasil akhir adalah kesempurnaan hidup dengan konsepsi sendiri.
Apakah Itu Aliran Kejawen Sabdo Darmo?
Aliran Kejawen Sapto Darmo merupakan salah satu aliran kejawen yang sangat besar. 

Para penganut Sapto Darmo mendasarkan apa saja yang dilakukan sebagai suatu ibadah, baik makan, tidur, maupun aktivitas-aktivitas lainnya.

Akan tetapi, ibadah utama yang wajib dilakukan adalah sujud, racut, hening, dan ulah rasa.

Sujud adalah ibadah menyembah Tuhan, sekurang-kurangnya dilakukan sekali sehari. Racut adalah ibadah menghadapnya roh sud manusia ke Hyang Maha Kuwasa.

Dalam ibadah ini, roh suci terlepas dari raga manusia untuk menghadap ke alam langgeng / surga. Ibadah ini sebagai bekal perjalanan roh setelah kematian. 

Hening adalah semadi atau mengosongkan pikiran dengan berpasrah atau mengikhlaskan diri kepada Sang Pencipta. Sedangkan, ulah rasa adalah proses relaksasi untuk mendapatkan kesegaran jasmani setelah bekerja keras/olahraga.

Ajaran Sapto Darmo tidak membicarakan surga dan neraka, tetapi mempersilakan para penganutnya untuk melihat sendiri adanya surga dan neraka tersebut dengan cara racut. 

Kejahatan, kesemena-menaan, dan sebagainya mencerminkan neraka dengan segenap reaksi yang ditimbulkannya. Begitu juga dengan kebaikan, seperti bersedekah, mengajarkan ilmu, dan menolong sesama, mencerminkan surga.

Ajaran Sapto Darmo lebih fokus pada pengembangan budi pekerti yang saat ini semakin terdegradasi di negeri kita. 

Berbagai penyimpangan, seperti tawuran antarpelajar, pemerkosaan terhadap anak-anak dan perempuan, serta perdagangan manusia terjadi hampir setiap hari. 

Bahwa Ajaran Sapto Darmo adalah ajaran yang mengajarkan tentang 7 Kewajiban.

Semua catatan penyimpangan akan terus bertambah dan barangkali bisa menjadi daftar panjang tak berkesudahan.

Belum lagi jika ditambah dengan tindak korupsi yang dilakukan para pejabat negeri ini. 

Nah, salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi ini adalah dengan terus menumbuh kembangkan budi pekerti sebagaimana yang dilakukan oleh para penganut aliran kejawen, Sapto Darmo.

Lalu, seperti apa dan bagaimana ajaran-ajaran Sapto Darmo bagi para penganutnya? 
Berikut penjelasannya secara ringkas.
Tujuh Kewajiban Suci (Aliran Kejawen Sapto Darmo)
Penganut Sapto Darmo meyakini bahwa manusia hanya memiliki tujuh kewajiban atau disebut juga tujuh wewarah suci, yaitu:
  1. Setia dan tawakkal kepada Pancasila Allah (Mahaagung, Maharahim, Mahaadil, Mahakuasa, dan Mahakekal).
  2. Jujur dan suci hati menjalankan undang-undang negara.
  3. Turut menyingsingkan lengan baju menegakkan nusa dan bangsa.
  4. Menolong siapa saja tanpa pamrih, dilakukan atas dasar cinta kasih.
  5. Berani hidup atas kepercayaan penuh pad a kekuatan diri sendiri.
  6. Hidup dalam bermasyarakat dengan susila dan disertai halusnya budi pekerti.
  7. Yakin bahwa dunia ini tidak abadi, akan tetapi berubahubah (angkoro manggilingan).
Panca Sifat Manusia Dalam Ajaran Sapto Darmo
Menurut Sapto Darmo, manusia harus memiliki lima sifat dasar, yakni:
  • Berbudi luhur terhadap sesama umat lain.
  • Belas kasih (welas asih) terhadap sesama umat yang lain.
  • Berperasaan dan bertindak adil.
  • Sadar bahwa manusia dalam kekuasaan (purba wasesa) Allah.
  • Sadar bahwa hanya rohani manusia yang berasal dari Nur Yang Mahakuasa, yang bersifat abadi.
Konsep tentang Alam
Sedikit berbeda dengan Filsafat Jawa Tentang Alam, Konsep alam dalam pandangan Sapto Darmo meliputi tiga jenis alam sebagai berikut:
  1. Alam wajar, yaitu alam dunia sekarang ini.
  2. Alam abadi, yaitu alam langgeng atau alam kasuwargan. Dalam terminologi Islam, maknanya mendekati alam akhirat.
  3. Alam halus, yaitu alam tempat roh-roh yang gentayangan (berkeliaran) karena tidak sanggup langsung menuju alam kasuwargan. Roh-roh tersebut berasal dari manusia yang selama hidup di dunia banyak berdosa.
Konsep Peribadatan Konsep ibadah dalam Sapto Darmo tercermin pada ajaran mereka tentang sujud dasar. 

Sujud dasar ini terdiri dari tiga kali sujud menghadap ke timur. 

Sikap duduk dilakukan dengan kepala ditundukkan sampai ke tanah, mengikuti gerak naik sperma yakni dari tulang tungging ke ubun-ubun melalui tulang belakang, kemudian turun kembali. 

Amalan seperti ini dilakukan sebanyak tiga kali. 

Dalam sehari semalam, pengikut Sapto Darmo diwajibkan melakukan sujud dasar setidaknya satu kali, sedangkan selebihnya dinilai sebagai keutamaan.

Menyatu dengan Tuhan
Sama dengan konsep Ketuhanan pada kejawen lainnya. Sebagai hasil dari amalan sujud dasar, mereka meyakini dapat menyatu dengan Tuhan dan menerima wahyu tentang hal-hal gaib. Mereka juga meyakini bahwa orang yang sudah menyatu dengan Tuhan bisa memiliki kekuatan besar (dahsyat) yang disebut sebagai atom berjiwa, akal menjadi cerdas, dan dapat menyembuhkan atau mengobati berbagai penyakit.

Hening
Hening adalah salah satu ajaran Sapto Darmo yang dilakukan dengan cara menenangkan semua pikiran seraya mengucapkan, 
Allah Hyang Maha Agung, Allah Hyang Maha Rahim, Allah Hyang Maha Adil.
Orang yang berhasil dalam melakukan hening akan dapat melakukan hal-hal yang luar biasa, antara lain:
  1. Melihat dan mengetahui keluarga yang tempatnya jauh,
  2. Mampu melihat arwah leluhur yang sudah meninggal, Dapat mendeteksi suatu perbuatan, jadi dikerjakan atau tidak,
  3. Dapat mengirim atau menerima telegram rasa,
  4. Melihat tempat yang angker untuk dihilangkan keangkerannya, dan
  5. Bisa Menerima wahyu atau berita gaib.
Racut
Inti dari ajaran dan praktik racut adalah memisahkan rasa, pikiran, atau roh dari jasad tubuhnya untuk menghadap Allah, kemudian kembali ke tubuh asalnya setelah tujuan yang diinginkan tercapai. 

Caranya, setelah melakukan sujud dasar, pelaku kemudian membungkukkan badan dan tidur membujur dalam arah timur-barat dengan kepala berada di bagian timur, posisi tangan dalam keadaan bersedekap di atas dada (sedekap saluku tunggal), dan harus mengosongkan pikiran. 

Kondisi tubuh di mana akal dan pikirannya kosong sementara roh berjalan-jalan itulah yang dituju dalam racut, atau disebut juga kondisi mati sajroning urip Atau yang sering disebut dengan meraga sukma.

Simbol-Simbol
Mengenai simbol-simbol, ada empat simbol pokok yang digunakan dalam aliran kebatinan Sapto Darmo, yaitu:
  1. Gambar segi empat, yang menggambarkan manusia seutuhnya.
  2. Warna dasar hijau muda pada gambar segi empat, yang melambangkan sinar cahaya Allah.
  3. Empat sabuk lingkaran dengan warna yang berbeda-beda, yaitu hitam melambangkan nafsu lauwamah, merah melambangkan nafsu ammarah, kuning melambangkan nafsu sauwiyah, dan putih melambangkan nafsu muthmainnah.
  4. Vignette Semar (gambar arsir Semar) melambangkan budi luhur. Genggaman tangan kiri melambangkan roh suci, pusaka Semar melambangkan kekuatan sabda suci, sedangkan kain kampuh berlipat lima (wiron limo) melambangkan taat kepada Pancasila Allah.
Demikianlah sedikit penjelasan ringkas tentang ajaran Sapto Darmo, semoga memberikan Sahabat Bitter pandangan yang benar tentang Aliran Kejawen Apto Darmo
CATATAN
Saya (Ki Paut Anomsari) Tidak mengajarkan Ajaran Sapto Darmo dan Tulisan ini hanya sebatas Pengetahuan saja, karena Sejatinya Ki Paut Anomsari adalah seorang Muslim dan beragama Islam.

Jika Sahabat Bitter Meyakini tentang Ajaran Sapto Darmo ini, itu adalah Hak Sahabat Bitter. 

Sekali lagi, Ki Paut Anomsari tidak menyediakan Fasilitas atau Wadah Apapun yang berkenaan dengan ajaran ini. 

Ki Paut Anomsari memandang Semua Ajaran Kejawen hanya sebatas Kebudayaan dan Tradisi Saja.


Dalam sudut pandang aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah, ajaran Sapto Darmo hanya berisi keimanan kepada Allah sebatas beriman terhadap Rububiyah Allah, itupun dengan pemahaman yang salah. 

Rububiyah Allah hanya difahami sebatas lima sifat (Pancasila Allah) yaitu:
  1. Maha Agung, 
  2. Maha Rahim, 
  3. Maha Adil, 
  4. Maha Kuasa, dan 
  5. Maha Kekal.
Padahal sifat rububiyah Allah itu banyak sekali (tidak terbatas dengan bilangan).

Keimanan secara benar terhadap Rububiyah Allah saja belum menjamin kebenaran Iman atau Islam seseorang, apalagi yang hanya beriman kepada sebagian kecil dari sifat rububiyah Allah seperti ajaran Sapto Darmo ini.

Inti ajaran Sapto Darmo hanya mengajarkan iman kepada Allah saja. 

Hal itu menunjukkan batilnya ajaran Sapto Darmo dalam pandangan Islam. 

Aqidah Islam memerintahkan untuk mengimani enam perkara yang dikenal dengan rukun iman, yaitu:
Beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, dan Takdir yang baik maupun buruk. 
Al-Allamah Ali bin Ali bin Muhammad bin Abil 'Izzi4 dalam menjelaskan rukun iman mengatakan:
Perkara-perkara tersebut adalah termasuk rukun iman.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
Rasul telah beriman kepada al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya; demikian pula orang-orang yang beriman; mereka semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya...
(QS. Al-Baqarah 2 : 285)

Juga firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi-nabi.
(QS. Al-Baqarah 2 : 177)

Maka, keimanan yang dikehendaki oleh Allah adalah iman kepada semua perkara tersebut. Dan orang yang beriman kepada perkara-perkara tersebut dinamakan mukmin surgalah balasan baginya. 

Sedangkan yang mengingkari perkara-perkara tersebut dinamakan kafir dan neraka jahannamlah tempat kembali yang pantas untuknya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
Barangsiapa tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya maka Kami sediakan untuk orang-orang yang kafir neraka yang menyala-nyala.
(QS. al-Fath 48 :13)

Dan dalam sebuah hadits yang keshahihannya tidak diperselisihkan lagi, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril 'alaihis-salam kepada Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang arti iman. 

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
Bahwa keimanan itu adalah engkau beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, dan Takdir yang baik maupun buruk.
Inilah prinsip dasar yang telah disepakati oleh para Nabi dan Rasul.

☆☆☆☆☆

1 comment:

  1. Mohon maaf sebelumnya mas admin.. Anda tidak dapat menentukan salah benarnya suatu hal. Dalam Islam memang di ajarkan bahwa sifat rububiyah Allah ada banyak dan itu menurut Islam, dan tentunya berbeda dengan yang ada dalam Sapta Darma. Dan anda tidak dapat mengatakan bahwa pemahaman rububiyah dalam Sapta Darma itu salah. Karena semua punya kebenaran dan ajaran masing-masing. Dan sekali lagi, Sapta Darma bukanlah sebuah adat kebudayaan nggih.. Saya hanya meluruskan, bukan bermaksud apa2 ya mas.. Mungkin bisa berdiskusi bersama melalui email untuk penjelasan lebih lanjut. Karena kita semua tidak ingin adanya persepsi yang salah dari pembaca. Terimakasih..

    ReplyDelete

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT