Penciptaan Kanjeng Ratu Kidul

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Penciptaan Kanjeng Ratu Kidul
Nyi Roro Kidul (juga Nyai Roro Kidul atau Nyai Loro Kidul) adalah sesosok roh atau dewi legendaris Indonesia yang sangat populer di kalangan masyarakat Pulau Jawa dan Bali. Tokoh ini dikenal sebagai Ratu Laut Selatan (Samudra Hindia) dan secara umum disamakan dengan Kanjeng Ratu Kidul, meskipun beberapa kalangan sebenarnya keduanya berbeda.

Dalam mitologi Jawa, Kanjeng Ratu Kidul merupakan ciptaan dari Dewa Kaping Telu yang mengisi alam kehidupan sebagai Dewi Padi (Dewi Sri) dan dewi alam yang lain. Sedangkan Nyi Rara Kidul mulanya merupakan putri Kerajaan Sunda yang diusir ayahnya karena ulah ibu tirinya. Dalam perkembangannya, masyarakat cenderung menyamakan Nyi Rara Kidul dengan Kanjeng Ratu Kidul, meskipun dalam kepercayaan Kejawen, Nyi Rara Kidul adalah bawahan setia Kanjeng Ratu Kidul. 

Nyai Roro Kidul juga dikenal dengan berbagai nama yang mencerminkan berbagai kisah berbeda dari asal-usulnya, legenda, mitologi, dan kisah turun-temurun. Ia lazim dipanggil dengan nama Ratu Laut Selatan dan Gusti Kanjeng Ratu Kidul. Menurut adat-istiadat Jawa, penggunaan gelar seperti Nyai, Kanjeng, dan Gusti untuk menyebutnya sangat penting demi kesopanan. Orang-orang juga menyebutnya sebagai eyang (nenek). Dalam wujud sejenis putri duyung, ia disebut sebagai Nyai Blorong.

Terkadang orang juga menyebut namanya sebagai Nyai Loro Kidul. Bahasa Jawa loro merupakan sebuah homograf untuk "dua" dan "sakit, menderita".

Sementara bahasa Jawa rara (atau roro) memiliki arti "gadis".

Seorang ortografer Belanda memperkirakan terjadinya perubahan dari bahasa Jawa kuno roro menjadi bahasa Jawa baru loro, sehingga terjadi perubahan arti dari "gadis cantik" menjadi "orang sakit".
☆☆☆☆☆
ASAL USUL NYI RARA KIDUL 
DARI MASYARAKAT JAWA
Hampir semua penduduk Pulau Jawa, dan bahkan masyarakat Indonesia pada umumnya percaya jika Laut Kidul (Pantai Selatan) dari dulu hingga saat ini dikuasai oleh sesosok makhluk ghaib bergelar Kanjeng Ratu Kidul atau Nyi Roro Kidul.

Kepercayaan atau mitos yang berkembang ini telah lama ada di kalangan masyarakat kita. Sosok perempuan yang menjadi pemimpin dari kerajaan ghaib itu pun sudah identik dengan mitologi masyarakat Indonesia.

Namun bagi orang yang berpikir, hal ini tentu akan memicu timbulnya sebuah pertanyaan.

Sebuah pertanyaan terkait bagaimana sebetulnya asal usul nyi roro kidul ini hingga ia bisa menjadi penguasa dan ratu di jagat ghaib di Selatan Jawa.
  • Apa yang membuat ia begitu tersohor dan masih tetap dikenal hingga kini?

Asal usul Nyi Roro Kidul Simpang siurnya informasi yang ada serta minimnya bukti sejarah yang tersedia membuat informasi seputar asal usul nyi roro kidul hingga kini hanya menjadi mitos yang tak diketahui seberapa besar nilai kebenarannya. Banyak pendapat di masyarakat terkait siapa sebetulnya Nyi Roro Kidul itu hingga akhirnya ia bisa menjadi penguasa gaib di Laut Selatan Jawa.

Namun, perlu diketahui bahwa kendati demikian terdapat 2 pendapat yang Masyarakat Jawa di rasa paling banyak dipercayai sebagai asal

Ratu Bilqis Adalah Nyi Roro Kidul
pendapat pertama menyebut jika Ratu Kidul sebetulnya adalah anak dari ratu Bilqis, anak dari ratu yang takluk pada Raja Sulaiman. Diriwayatkan bahwa setelah ratu bilqis menikah dengan seorang jin pria, ia kemudian dikaruniai oleh seorang putri. Putri ini tak memiliki raga karena dia bukanlah manusia. Dia adalah jin, sama seperti bapaknya. Nah, karena malu memiliki anak seorang jin, ratu bilqis kemudian membuang anak yang olehnya diberi nama Aurora ini ke sebuah pulau yang jauh dari kerajaannya. Pulau ini di kemudian hari bernama Al-Jawi atau Pulau Jawa. Putri Aurora tumbuh dan besar bersama dengan jin-jin lain yang ada di pulau itu. Darah biru yang mengalir di tubuh putri ini kemudian membuatnya menjadi seorang pemimpin bagi kerajaan jin komunitas itu.

Seiring berjalannya waktu, karena terjadinya migrasi besar-besaran orang-orang Yunani (China) ke Indonesia dan menempati pulau Jawa, putri aurora dan para pengikutnya kemudian terusik. Mereka pindah mengalah karena tak mau terlalu dekat dengan hiruk pikuk dan keramaian manusia. Mereka pindah ke sebelah selatan Jawa. Tepat di pesisir pantai laut Selatan. Beratus-ratus tahun putri Aurora dan pengikutnya membangun kerajaan, akhirnya ia pun kemudian mencapai masa kejayaan. Banyak sekali kerajaan-kerajaan jin kecil di sekitar Pulau jawa yang takluk dan mengaku bergabung dengan kerajaan laut kidul. Lambat laun, ketenaran kerajaan yang dipimpin putri aurora kemudian berkembang dan menyebar ke seluruh penjuru negeri. Masyarakat Jawa kala itu yang tak terlalu fasih menyebut kata Aurora kemudian mengubah nama sang putri menjadi Roro. Putri Roro dipanggil Nyi Roro. Nah, karena ia menjadi penguasa jin di pantai selatan, maka nama Nyi Roro kemudian diberi tambahan kidul (Kidul=Selatan), maka nama lengkapnya menjadi Nyi Roro Kidul .

Nyi Roro Kidul Adalah Dewi Nawangwulan
Pendapat kedua menyebut jika asal usul nyi roro kidul adalah Dewi Nawang Wulan. Dewi yang merupakan istri dari Jaka Tarub. Jika Anda pernah mendengar kisah Jaka Tarub, tentu Anda sudah sedikit banyak tahu tentang nama Dewi Nawang Wulan. Ya, dewi yang selendangnya dicuri dan tak bisa kembali ke kerajaan langit ini dipercaya sebagai asal usul nyi roro kidul. Ia dikutuk oleh kerajaan langit karena sudah berani-beraninya menikah dengan manusia (Jaka Tarub) dimana hal ini sangat haram hukumnya. Ia dikutuk menjadi sebangsa jin dan diperintahkan untuk menjaga Pulau Jawa agar tidak tenggelam karena keganasan Samudera Hindia. Dalam mitologi Jawa, asal-usul nyi roro kidul dari versi yang satu ini tidak begitu banyak memiliki bukti dan terkesan dihubung-hubungkan. Orang-orang Jawa umumnya akan lebih percaya pada pendapat asal usul nyi roro kidul yang pertama. 
☆☆☆☆☆
ASAL USUL NYI RARA KIDUL
DARI MASYARAKAT SUNDA
Masyarakat Sunda mengenal legenda mengenai penguasa spiritual kawasan Laut Selatan Jawa Barat yang berwujud perempuan cantik yang disebut Nyi Rara Kidul. Legenda yang berasal dari Kerajaan Sunda Pajajaran berumur lebih tua daripada legenda Kerajaan Mataram Islam dari abad ke-16. Meskipun demikian, penelitian atropologi dan kultur masyarakat Jawa dan Sunda mengarahkan bahwa legenda Ratu Laut Selatan Jawa kemungkinan berasal dari kepercayaan animistik prasejarah yang jauh lebih tua lagi, dewi pra-Hindu-Buddha dari samudra selatan. Ombak samudra Hindia yang ganas di pantai selatan Jawa, badai serta terkadang tsunaminya, kemungkinan telah membangkitkan rasa hormat serta takut terhadap kekuatan alam, yang kemudian dianggap sebagai alam spiritual para dewata serta lelembut yang menghuni lautan selatan yang dipimpin oleh ratu mereka, sesosok dewi, yang kemudian diidentifikasikan sebagai Ratu Kidul.
☆☆☆☆☆
ASAL USUL NYI RARA KIDUL 
DARI VERSI LAINNYA
Dewi Kandita
Salah satu cerita rakyat Sunda menceritakan Dewi Kandita atau Kadita, putri cantik dari kerajaan Sunda Pajajaran di Jawa Barat, yang melarikan diri ke lautan selatan setelah diguna-guna. Guna-guna tersebut dikeluarkan oleh seorang dukun atas perintah saingannya di istana, dan membuat putri tersebut menderita penyakit kulit yang menjijikkan. Ia melompat ke lautan yang berombak ganas dan menjadi sembuh serta kembali cantik. Para lelembut kemudian mengangkatnya menjadi Ratu-Lelembut Lautan Selatan yang legendaris.

Versi yang serupa adalah Dewi Kandita, putri tunggal Raja Munding Wangi dari Kerajaan Pajajaran. Karena kecantikannya, ia dijuluki Dewi Srêngéngé (lit. "Dewi Matahari"). Meskipun mempunyai seorang putri yang cantik, Raja Munding Wangi bersedih karena ia tidak memiliki putra yang dapat menggantikannya sebagai raja. Raja kemudian menikah dengan Dewi Mutiara dan mendapatkan putra dari pernikahan tersebut. Dewi Mutiara ingin putranya dapat menjadi raja tanpa ada rintangan di kemudian hari, sehingga ia berusaha menyingkirkan Dewi Kandita. Dewi Mutiara menghadap Raja dan memintanya untuk menyuruh Kadita pergi dari istana. Raja berkata bahwa ia tidak akan membiarkan siapapun yang ingin bertindak kasar pada putrinya. Mendengar jawaban itu, Dewi Mutiara tersenyum dan berkata manis sampai Raja tidak marah lagi kepadanya.

Keesokan harinya, sebelum matahari terbit, Dewi Mutiara mengutus pembantunya untuk memanggil seorang tukang tenung. Dia menyuruh sang dukun untuk meneluh Kadita. Pada malam harinya, tubuh Kadita gatal-gatal dipenuhi kudis, berbau busuk dan penuh bisul. Ia menangis tak tahu harus berbuat apa. Raja mengundang banyak tabib untuk menyembuhkan Kandita serta sadar bahwa penyakit tersebut tidak wajar, pasti berasal dari guna-guna. Ratu Dewi Mutiara memaksa raja mengusir puterinya karena dianggap akan mendatangkan kesialan bagi seluruh negeri. Karena Raja tidak menginginkan puterinya menjadi gunjingan di seluruh negeri, ia terpaksa menyetujui usul Ratu Mutiara untuk mengirim putrinya keluar dari negeri mereka.

Kandita pergi berkelana sendirian tanpa tujuan dan hampir tidak dapat menangis lagi. Ia tidak dendam kepada ibu tirinya, melainkan meminta agar Sanghyang Kersa mendampinginya dalam menanggung penderitaan. Hampir tujuh hari dan tujuh malam, akhirnya ia tiba di Samudera Selatan. Air samudra itu bersih dan jernih, tidak seperti samudera lain yang berwarna biru atau hijau. Tiba-tiba ia mendengar suara gaib yang menyuruhnya terjun ke dalam Laut Selatan. Ia melompat dan berenang, air Samudera Selatan melenyapkan bisulnya tanpa meninggalkan bekas, malah ia semakin cantik. Ia memiliki kuasa atas Samudera Selatan dan menjadi seorang dewi yang disebut Nyi Roro Kidul yang hidup abadi. Kawasan Pantai Palabuhanratu secara khusus dikaitkan dengan legenda ini.

Putri Banyu Bening Gelang Kencana 
Dalam salah satu cerita rakyat Sunda, Banyu Bening (lit. "Air Jernih") menjadi ratu dari kerajaan Joyo Kulon. Ia menderita lepra kemudian berkelana menuju selatan. Ia ditelan ombak yang besar dan menghilang ke dalam samudra.

Patih Tentara Laut Selatan 
Nyi Roro Kidul dipercaya menjabat sebagai patih Kanjeng Ratu Kidul yang memimpin bala tentara makhluk halus di laut selatan. Kiai Iman Sampurno dari Blitar, Jawa Timur (abad ke-19) mengeluarkan ramalan bahwa Nyi Roro Kidul dan Sunan Lawu akan memimpin bala tentara masing-masing akan menyebarkan wabah kepada para manusia berkelakuan buruk.

Nyi Roro Kidul Dan Nyi Blorong 
Nyai Roro Kidul terkadang digambarkan berwujud putri duyung dengan tubuh bagian bawah berwujud seekor ular atau ikan ,terkadang pula digambarkan sebagai wanita yang amat cantik. Ia dipercaya mengambil jiwa siapapun yang ia inginkan.  Terkadang ia disebut memiliki wujud ular. Kepercayaan ini mungkin berasal dari legenda tentang putri Pajajaran yang menderita penyakit lepra. Penyakit kulit yang dialami putri tersebut kemungkinan dianggap sama seperti ular yang berganti kulit.

Nyi Roro Kidul Dan Sunan Kalijaga 
Sunan Kalijaga memiliki hubungan mendalam dengan Nyai Loro Kidul karena aspek yang sama, yaitu air (dalam bahasa Jawa, kali memiliki arti "sungai"). Panembahan Senopati (1584–1601), pendiri ekspansi imperial Mataram, mencari dukungan dewi dari Samudra Selatan (Kanjeng Ratu Kidul dan Nyai Loro Kidul) di Pemancingan, selatan Jawa, untuk menjadi pelindung khusus keluarga bangsawan Mataram. Ketergantungan Senopati pada Sunan Kalijaga dan Nyai Loro Kidul menurut catatan sejarah mencerminkan ambivalen Dinasti Mataram terhadap Islam dan kepercayaan asli Jawa.
☆☆☆☆☆
MITOS YANG BERKEMBANG
DI MASYARAKAT SUNDA DAN JAWA
Larangan Berpakaian Hijau 
Terdapat kepercayaan lokal bahwa jika mengenakan pakaian berwarna hijau akan membuatnya sehingga membuat pemakainya tertimpa kesialan, karena hijau adalah warna kesukaannya. Warna hijau laut (gadhung m'lathi dalam bahasa Jawa) adalah warna kesukaan Nyi Roro Kidul dan tidak boleh ada yang memakai warna tersebut di sepanjang pantai selatan Jawa. Peringatan selalu diberikan kepada orang yang berkunjung ke pantai selatan untuk tidak mengenakan pakaian berwarna hijau. Mitosnya mereka dapat menjadi sasaran Nyai Rara Kidul untuk dijadikan tentara atau pelayannya (budak). Secara logika, alasan tersebut muncul karena air laut pada daerah pantai selatan warnanya cenderung kehijauan sehingga korban tenggelam yang mengenakan pakaian hijau akan sulit ditemukan.

Serat Centhini menyebut bahwa Gusti Kanjeng Nyai Rara Kidul memiliki kampuh gadhung mlathi atau "kain dodot panjang berwarna hijau dan tengahnya putih" yang berperada emas.

Sarang Burung Walet 
Nyai Loro Kidul adalah dewi pelindung pengumpul sarang burung di selatan Jawa. Para pengumpul menuruni tebing menggunakan tali serabut kelapa hingga sekitar ketinggian sembilan meter (30 kaki) di atas permukaan laut. Disana, mereka menunggu arus ombak di atas teras bambu, kemudian terjun dan terbawa arus masuk ke gua. Dalam kegelapan total, mereka mengambil sarang burung dan memasukkan dalam tas mereka.

Perjalanan pulang juga sangat berbahaya dan membutuhkan waktu yang tepat, agar tidak terbawa ombak yang ganas.

Sarang burung Jawa merupakan salah satu sarang burung terbaik di dunia. Sup sarang burung yang dipasarkan di China, Thailand, Malaysia, dan Singapura didedikasikan kepada Nyai Loro Kidul, demikian menurut tulisan Sultan Agung.

Terdapat tiga jenis panen, yaitu:
  1. Unduan-Kesongo (April), 
  2. Unduan-Telor (Agustus, terbanyak), dan 
  3. Unduan-Kepat (Desember). 
Rongkob dan Karang Bolong yang terdapat di pantai selatan Jawa Tengah terkenal sebagai tempat mengumpulkan sarang burung walet (disebut Salanganenatau Collocalia fuciphaga). Proses panen terkenal karena juga dilakukan pertunjukanwayang serta tarian ritual yang diiringi musikgamelan. Setelah panen selesai, masyarakat memberikan persembahan yang disebut "Ranjang Nyai Loro Kidul". Persembahan tersebut digantung bersama dengan kain batik dan cermin yang diletakkan di atas bantal berwarna hijau.

Pesugihan Nyi Blorong
Nyi Blorong merupakan sosok legenda Indonesia yang berwujud wanita cantik, bertubuh manusia dari pinggang ke atas, dan berwujud ular dari pinggang ke bawah. Ia merupakan panglima terkuat yang dimiliki oleh Kanjeng Ratu Kidul dan sering dianggap sama dengan Nyi Roro Kidul.

Menurut kepercayaan masyarakat, Nyi Blorong adalah penguasa keraton pantai selatan yang memiliki kesaktian luar biasa, memiliki pengikut berbagai macam makhluk halus. Ia konon memang ditugaskan untuk menyesatkan manusia agar terjerumus pesugihan dan menjadikan manusia budak-budaknya yang taat.

Nyi Blorong tampil mengenakan kebaya berwarna hijau dengan rajutan emas. Kain panjang berwarna emas tersebut konon merupakan perwujudan sosok aslinya, yaitu ular raksasa. Pada saat bulan purnama, kucantikkan dan kesaktian Nyi Blorong mencapai puncaknya, tetapi saat bulan mengecil, ia akan kembali ke wujudnya yang semula yaitu ular raksasa.

Serat Centhini menyebutkan bahwa Nyi Blorong yang cantik adalah putri dari Ratu Anginangin. Ia dinikahkan dengan Jaka Linglung setelah calon suaminya itu berhasil membunuh buaya putih penjelmaan Prabu Dewatacengkar.

Nyi Blorong dipercaya dapat mendatangkan kekayaan bagi orang yang tertarik mengajaknya untuk bersekutu. Setiap kedatangan Nyi Blorong, ia akan meninggalkan kepingan-kepingan emas di tempat ia menemui orang yang menjalin hubungan dengannya sebagai imbalan. Emas tersebut konon sebenarnya merupakan sisik-sisik tubuhnya.

Pesugihan dengan Nyi Blorong dipercaya membutuhkan tumbal arwah manusia pengikutnya. Saat ajal, arwah pengikutnya itu akan menjadi bagian dari penghuni keraton gaib Laut Selatan untuk selamanya. Selain itu, dalam jangka waktu tertentu, Nyi Blorong juga meminta tumbal nyawa untuk menambah jumlah prajurit serta meningkatkan kecantikannya.

Sebagian spiritualis menganggap Nyi Blorong sama dengan Nyi Loro Kidul, tetapi versi tersebut dibantah sebagian ahli supranatural yang lain. Nyi Blorong lebih berwujud sebagai putri ular yang ditugaskan untuk menggoda manusia dan menyesatkan manusia dengan cara-cara pesugihan. Hal itu berbeda dengan Ratu Kidul yang berwatak baik hati.

Namun menurut sumber lain, Nyi Blorong adalah sebutan untuk Nyimas Dewi Anggatri, anak dari Nyimas Dewi Rangkita atau yang dikenal sebagai ratu Galuh, anak dari Nyimas Dewi Anggista, putri bungsu dari Raja Caringin Kurung ke XI, Prabu Jaya Cakra.

Baca Juga:
  1. Agama Kapitaya: Agama Universal Dari Tanah Jawa 
  2. Aliran Kejawen Sapto Darmo 
  3. Islam Kejawen Dan Sanepanan Ajaran Islam 
  4. Kanjeng Ratu Ayu Kencono Sari 
  5. Kaweruh Ngelmu Sejati (Sang Hyang Jagad Girinata) 
  6. Mengenal Manfaat Dupa Bagi Kehidupan Sehari-hari 
  7. Penciptaan Kanjeng Ratu Kidul 
  8. Sanepo Pandowo Limo Lan Kurowo 
  9. Sitem Feodalisme Sebuah Gelar Suku Jawa 
  10. Suku Jawa (Dinasti Sanjaya) Dan Jawa Dwipa, Negerei Para Dewa 
☆☆☆☆☆

The Legend Of Nyai Roro Kidul
The legend of Ratu Kidul, the Queen of the Southern Sea and the Sultans of Mataram is still alive in Jogjakarta and Surakarta. It is immortalized in the venerated ancient bedaya dance performed only at very special court festivities such as at the commemoration of the throne or at royal weddings. This legend says that once when Sultan Agung, the mighty Sultan of Mataram, was at the southern shore of his realm, he met the beautiful Ratu Kidul who was inspecting the boundaries of her kingdom. They were attracted to each other and the young Sultan then followed the queen to her palace at the hollom of the sea. They lived together until the arrival of the holy Sunan Kalidjaga who advised the Sultan that his bride actually was not an ordinary human being, for her eternal beauty was like the moon, culminating at full moon as a young maiden and declining afterwards as an old woman. There was a full moon when Ratu Kidul met the young Sultan and stole his heart. Sunan Kali¬djaga also pointed nut to the Sultan his duty towards his people and kingdom which he had been neglecting. So Sultan Agung left Ra,tu Kidul with the implicit assurance that the queen would always protect him and his descendants anytime the Mataram kingdom was in danger.
This curious story has been immortalized by the Jogja Sultan Hamengku Buwana II in the Bedaya Semang, created at the end of the eighteenth century. It is danced by nine virgins costumed in gorgeous royal bridal attire. Up to this day this sacred dance has sever been performed outside the Jogja kraton walls, while the Irrsl performance was many years ago. Very elahorolc sadjens, sacral offerings, have to be made before and during the performance. Although one or two of the nine dancers collapse during the dance, due to the lenghty dress preparation and per¬formance, yet it is said that the number of dancers seems always to be the same. For Ratu Kidul attends the dancing and her retinue make the necessary replacements. This so called Bedaya Semang is accompanied by the gending Semang, a very complic¬ated gending - gede or big melody.
This story is a history, but the fact that it is used as a theme in the court dance suggests that it is in the official chronicles of the Babad Kraton Mataram. The Surakarta Kraton too boasts a similar sacred bedaya, the Bedaya Ketawang, more -ancient even than the Bedaya Semang. For it is said to have been created by the great Sultan Agung himself. This dance has been staged most recently in the Sura¬karta Kraton at the commemoration of the throne of the Sultan Paku Buwana XII in 1966. Unlike ordinary bedaya dances this paticular one is accompanied by an incomplete gamelan orchestra. Only some rhythmic instruments as the kendang, keluk, kenong, kemanak and gong and a monotonous chanting of the female pesinden choir enlive this dance.
The nine dancers are costumed like royal brides, clothed in dodot Banguntulak Alas-alasan, a giant sized plaid kain -cloth with blue background and patterns of animals, mountains, and sea - figures. As befits the theme of the dance, movements depicting the sea and its waves are clearly seen. There are several versions of the story. Most works of Western scholars as Van Lelyveld in "De Javanese danskunst" and Jaap Kunst in "Music in Java" mention that the meeting of Ratu Kidul was with Sultan Agung. This is based on information obtained from kraton circles.
However, according to recent sources of the Surakarta Kraton the Bedaya Ketawang composed by Sultan Agung depicted the meeting of Ratu Kidul with Panem¬bahan Senapati, his ancestor and the founder of the Malrom dynasty. This is actually not confusing, since according to leqend the external Ratu Kidul is supposed to be related to all of the Sultans of Mataram, to the Sultans of jogjakarta as well to the Sunans of Surakarta. 'I'he yearly lahuhan ceremony is still observed in which offerings of the Sultan the thrown into the Southern Sea. This was recenlly held on June 31, 1971, on the 61th birthday of Sultan Hamengku Buwana IX.
Besides the name Ratu Kidul, the name Nyai Roro Kidul is also well known. These are considered by some to be two names for the same person. However according to the Jogja court sources, these are actually different names. Her Majesty Kan¬djeng Ratu Kidul, or Ratu Kidul for short, is the queen, n former princess of one of the kingdoms in Java. Njai Roro Kidul on the other hand is the patih or prime minister who was the former nymph Nawangwulan, the ex-wife of Djaka Tarub, who after getting back her stolen nymph-attire from under the rice paddies flew back to the nymph realm but was refused admittance. The pitfful nymph was then taken under the protection of Ratu Kidul who made her patih later on. Interesting to note that Djaka Tarub and his nymph wife Nawangwulan are also ancestors of the Sultans of Mataram.

☆☆☆☆☆

Baca Juga:

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT