Sikap Santri Di Era Generasi Millenial

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Sikap Santri Di Era Generasi Millenial
Istilah generasi millenial atau sering juga disebut generasi Y memang sedang akrab terdengar, istilah ini pertama kali dicetuskan oleh dua pakar sejarah dan juga penulis amerika, William strauss dan Neill howe dalam beberapa bukunya. 

Secara harfiah memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini, namun pada awalnya penggolongan pada generasi ini terbentuk bagi mereka yang lahir pada tahun 1990 dan juga pada awal 2000,dan seterusnya.

Pada saat ini generasi millenial lebih memilih ponsel dibanding TV, sebab generasi ini lahir di era kecanggihan teknologi, dan internet berperan besar dalam keberlangsungan hidup mereka, maka televisi bukanlah prioritas generasi millenial untuk mendapatkan informasi atau melihat iklan yang tidak ada pentingnya. 

Generasi millenial lebih suka mendapatkan informasi dari ponselnya, dengan mencarinya ke Google atau perbincangan pada forum-forum, yang diikuti generasi ini untuk selalu up-to-date dengan keadaan sekitar. 

Jika dihadapkan pada sebuah pilihan, mayoritas generasi sekarang akan lebih memilih ponsel daripada TV.

Melalui pembangunan karakter, dengan pendidikan yang memperkuat mental spiritual diharapkan para santri dan santriwati dapat bertujuan agar para santri tidak hanya kuat secara karakter, tetapi juga mampu menjunjung tinggi nilai kebinekaan dan keberagaman di Indonesia dengan dapat bersaing di zaman millenial saat ini.

Hal ini tidak hanya berlaku di Indonesia, karena sesungguhnya Al Quran juga mengajarkan tentang keberagaman melalui perbedaan warna kulit, perbedaan bahasa dan perbedaan budaya.

Al Quran tidak hanya mengajarkan kita untuk taat kepada Allah SWT, tetapi juga mengajarkan kita untuk menerima perbedaan antar umat manusia.

Seorang Santri harus mampu mengambil peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  Sebab, negara mendambakan orang yang saleh dan muslih. Dan bila negara dipegang oleh orang saleh dan muslih maka akan aman, tenteram serta gemah ripah loh jinawi di bawah lindungan Allah SWT.

Negara akan terjaga keamanan dan ketenteraman selama dipegang orang saleh dan muslih.

Santri, sudah memiliki dua bekal sebagai orang saleh dan muslih. Namun belum memiliki keberanian untuk mengambil peran. Untuk itu, harus mengambil peran sebelum direbut oleh orang-orang yang bertabiat negatif sehingga umat menjadi korbannya.

Untuk mendapatkan orang saleh dan muslih, tentu harus dicetak sejak dini dengan pendidikan anak sebelum lahir hingga lahir serta proses keberlanjutannya. 

Seorang Santri yang sepulang dari nyantri tetap istiqamah dengan menjadi santri yang saleh dan muslih. Santri harus beda dengan lainnya, karena menganut pendidikan 24 jam dan gemblengan lainnya. 

Juga agar memilihkan pendidikan keturunannya dengan pendidikan yang mengutamakan moral. Pendidikan yang mengutamakan moral, ya nyantri.

Santri sepertinya mampu menjadi intelektual muda, pejabat legislatif dan eksekutif serta yudikatif, ada semua.

Karena keberadaan pondok pesantren di tengah pembangunan nasional, tidak hanya mencakup pembangunan fisik, tetapi juga pembangunan mental spiritual, melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diimbangi dengan penguasaan ilmu agama yang memadai.

Hal ini karena, dimasa depan generasi millenial dituntut tidak hanya mampu menguasai ilmu pengetahuan & teknologi, tetapi mampu menyeimbangkan dengan memiliki pemahaman yang mapan terhadap ilmu keagamaan.

Menjadi santri di masa depan, dan sebagai generasi muda yang hebat, tidak hanya pintar dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, tapi juga memiliki pemahaman ilmu keagamaan yang memadai.

Karena itu, peran pondok pesantren dalam mencetak generasi muda yang mumpuni tidak bisa dipandang enteng, karena pondok pesantren menjadi kawah candradimuka bagi generasi muda atau santri, untuk membangun karakter santri yang menguasai berbagai ilmu, baik pengetahuan, teknologi dan ilmu agama.

Jika ketiga ilmu tersebut tidak bisa dikuasai secara seimbang, maka dikhawatirkan akan muncul aksi-aksi yang melampaui batas seperti aksi terorisme dan radikalisme.

Santri yang tidak dibekali dengan pemahaman ilmu keagamaan yang memadai, bisa menjurus pada aksi radikal dan teroris.

Selain itu pembangunan karakter para santri di pondok pesantren, sesungguhnya telah sejalan dengan program revolusi mental yang tercantum dalam Nawacita.

Karena itu, para santri lulusan pondok pesantren diharapkan dapat menjadi generasi penerus bangsa yang tidak hanya pintar, tetapi juga mampu menghargai nilai-nilai kebinekaan dan keberagaman yang ada di Indonesia, sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT.

Baca Juga:
  1. Alasan Kerennya Jadi Santri
  2. Dakwah Ala Santri Nusantara
  3. Dakwah Islamiyah Yang Relevan Di Ponpres
  4. Identitas Santri Dengan Karakter Yang Ramah
  5. Ideologi Santri Nusantara
  6. Kewaskitaan Organisasi Para Santri
  7. Memerangi Kemunafikan Ala Santri
  8. Santri Tidak Boleh Berbuat Sekehendaknya
  9. Sikap Santri Di Era Generasi Millenial
  10. Tantangan Dakwah Santri Zaman Mellennial
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT