Tantangan Dakwah Santri Zaman Mellennial

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Tantangan Dakwah Santri Zaman Mellennial
Islam di Indonesia dapat berkembang dengan pesat, salah satunya karena jasa para Walisongo yang menyebarkan Islam dengan pendekatan kesenian. Wayang, Gamelan dan lain sebagainya menjadi media dakwah untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat yang waktu itu masih banyak menganut paham Hindu-Budha.

Pesantren tidak sekedar mencetak individu pendakwah yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar, melainkan pesantren sebagai lembaga itu sendirilah yang berperan sebagai pendakwah, dan bahkan telah menjadi prototipe dakwah bi al-hal bagi masyarakat.

Pada tataran operasional manhaj dakwah yang dilakukan oleh santri bisa diklasifikasikan sebagai berikut: 
  1. Dakwah bi al-kitabah yaitu berupa buku/ kitab, website, akun-akun media sosial, majalah, surat, surat kabar, spanduk, pamplet, lukisan-lukisan dan sebagainya, 
  2. Dakwah bi al-lisan, meliputi ceramah, seminar, symposium, diskusi, khutbah, saresehan, brain storming, obrolan, dan sebagainya, termasuk dengan merekam materi-materi tersebut dalam bentuk audio-visual, dan 
  3. Dakwah bi al-hal, yaitu berupa akhlak yang luhur, prilaku yang sopan sesuai ajaran Islam, memelihara lingkungan, dan lain sebagainya.
Munculnya dai-dai yang tidak mempunyai kedalaman ilmu dan memahami agama dengan sepenggal-sepenggal menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pesantren. Karena galibnya mereka mempraktikkan dakwah dalam bentuk yang kaku dan gemar menghujat pihak lain. Mereka yang selalu merasa benar dan tidak mendalami fiqh al-ikhtilaf ini yang telah mengambil alih hak prerogatif Allah.

Celakanya, sebagian dai yang tidak mempunyai kedalaman ilmu agama ini banyak yang telah mencapai popularitas di masyarakat, baik melalui televisi, radio, maupun media sosial. Mereka ini yang disebut dengan dai entertainer yang perannya hanya sekedar menghibur, tidak ada substansi dakwah dalam penyampaian-penyampaian mereka.

Dakwah santri juga ditantang dengan munculnya para penceramah yang provokatif dan intoleran, serta memecah belah. Mereka biasanya populer karena pandai mencitrakan diri dengan, secara masif menonjolkan kehebatan dan sering hadir di komunitas perkotaan dengan bahasa yang mengena dengan komunitas tersebut. 

Dimana Video ceramahnya juga bisa didownload dari websitenya, begitu pula dalam bentuk MP3 yang bisa didengarkan di mobil.

Nampaknya mereka mengambil ceruk yang selama ini belum tergarap dengan baik oleh kaum santri, yakni kelas menengah perkotaan, yaitu umat islam zaman sekarang yang lebih senang belajar melalui rekaman video dan Google dari pada ngaji di pesantren.

Fenomena penyimpangan dakwah di atas tentu harus dijawab dengan, secara cermat memperhitungkan dan menerapkan pola-pola dakwah kreatif dan profesional. 

Santri harus menjadi generasi langgas yang moderat dan toleran, terutama di media massa dan media sosial. Santri harus aktif dan berani mentransfer, mengampanyekan sekaligus  dapat mensosialisasikan doktrin Islam yang toleran dan anti kekerasan, baik melalui media sosial maupun media massa. Karena itu santri yang disiapkan menjadi dai harus memiliki kemampuan analisis interdisipliner dan sanggup berbicara sesuai dengan retorika, tingkatan bahasa dan kemampuan masyarakat.

Selain tetap mempertahankan pola dakwah tradisional, santri juga harus membekali diri dengan literasi dakwah melalui media massa dan media sosial. Media sosial membuat daya jangkau yang lebih luas pesan dan anjuran kebaikan yang disampaikan dalam dakwah para kyai dan santri. Dengan demikian pesan dakwah itu tidak hanya berputar pada jamaah yang terbatas. Hal ini karena dakwah melalui internet dapat diakses dengan mudah oleh ribuan bahkan jutaan orang. Tentu amat disayangkan jika potensi ini tidak dibaca sebagai peluang dakwah.

Harus ada upaya meningkatkan pola dakwah tradisional ke dakwah virtual yang memiliki daya jangkau publik yang lebih luas. Dengan demikian, sekali berdakwah dapat diikuti oleh ratusan ribu bahkan jutaan followers.

Karena itu mestinya dai santri rajin menggarap dengan serius, rekaman ceramah dalam bentuk podcast yang bisa didengarkan sambil jalan dan juga menyampaikan pesan utama lewat video dengan durasi tiga menit yang bisa dengan mudah di-share ke grup-grup WhatsApp.

Bahwa peran santri sangat besar dalam mengindonesiakan Islam sejak dulu hingga sekarang dan metode (manhaj) dakwah para santri sejak dulu sampai sekarang adalah mengindonesiakan Islam. Islam menjadi nilai agung yang masuk dalam keseharian masyarakat Indonesia yang ramah, toleran, dan majemuk.

Kalau Islam sudah menjadi bagian dari keindonesiaan, maka tidak perlu lagi ada upaya mengislamkan Indonesia lewat jalur hukum publik.

Dengan mengutip dalil-dalil keagamaan, sejarah bangsa, dan kaitannya dengan hidup berbangsa dan bernegara, dia menegaskan bahwa dalam pandangan para kiai, Pancasila tidak bertentangan dengan Islam. Bahwa umat Islam telah terikat pada perjanjian luhur (mitsaqan ghalidza) untuk mendirikan negara kebangsaan, bukan negara Islam.

Gerakan masif dakwah ala Aswaja lewat media sosial tersebut akan dapat diserukan kepada seluruh santri di penjuru pelosok nusantara.

Metode dakwah yang akan dilakukan tergantung keahlian masing-masing santri. Karena dengan berbagai latar belakang santri maka akan banyak keahlian yang bisa dipakai.

Bagi santri yang pintar menulis dapat membuat tulisan berisi dakwah atau ilmu fikih di medsos seperti Facebook, Instagram dan lainnya.

Selain itu, juga bisa dibuat seperti kata-kata mutiara dari pengasuh pesantren lalu dibagi secara masif. Metode lainnya yaitu merekam ceramah kiai secara langsung lalu disebarkan ke medsos. Dan bisa juga membagikan ceramah atau video berisi seruan agama dari tokoh-tokoh Aswaja.

Jihad santri zaman modern adalah jihad politik, kalau zaman dahulu mengangkat senjata tapi sekarang dengan menjadi bagian dari pemerintah dan memainkan media sosial. Ini sudah menjadi kebutuhan umat, biar tidak menjamur kabar hoax.

Secara spesifik santri dapat membahas strategi dakwah pesantren di era digital. Karena perubahan yang luar biasa dan biar pesantren bisa dakwah secara dominan. Karena selama ini di dominasi oleh non aswaja dan kelompok radikalisme.

Baca Juga:
  1. Alasan Kerennya Jadi Santri
  2. Dakwah Ala Santri Nusantara
  3. Dakwah Islamiyah Yang Relevan Di Ponpres
  4. Identitas Santri Dengan Karakter Yang Ramah
  5. Ideologi Santri Nusantara
  6. Kewaskitaan Organisasi Para Santri
  7. Memerangi Kemunafikan Ala Santri
  8. Santri Tidak Boleh Berbuat Sekehendaknya
  9. Sikap Santri Di Era Generasi Millenial
  10. Tantangan Dakwah Santri Zaman Mellennial
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT