Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Dinasti Sanjaya (Candi Prambanan)
Candi Prambanan |
☆☆☆☆☆
DINASTI SANJAYA
(CANDI PRAMBANAN)
Tak banyak yang diketahui sejarah Dinasti Sanjaya sejak sepeninggal Raja Sanna.
Rakai Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Dinasti Sanjaya, menikah dengan Pramodha Wardhani (833-856), puteri raja Dinasti Syailendara Samaratungga.
Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan Agama Buddha.
Rakai Pikatan bahkan mendepak Raja Balaputradewa (putera Samaratungga dan Dewi Tara).
Tahun 850, era Dinasti Syailendra berakhir yang ditandai dengan larinya Balaputradewa ke Sriwijaya.
Rakai Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Dinasti Sanjaya, menikah dengan Pramodha Wardhani (833-856), puteri raja Dinasti Syailendara Samaratungga.
Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan Agama Buddha.
Rakai Pikatan bahkan mendepak Raja Balaputradewa (putera Samaratungga dan Dewi Tara).
Tahun 850, era Dinasti Syailendra berakhir yang ditandai dengan larinya Balaputradewa ke Sriwijaya.
Pada tahun 910, Raja Tulodong mendirikan Candi Prambanan. Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Asia Tenggara.
Pada masa ini, ditulis karya sastra Ramayana dalam Bahasa Kawi.
Tahun 928, Raja Mpu Sindok memindahkan istana Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Medang).
Perpindahan ini diduga akibat letusan Gunung Merapi, atau mendapat serangan dari Sriwijaya.
Pada masa ini, ditulis karya sastra Ramayana dalam Bahasa Kawi.
Tahun 928, Raja Mpu Sindok memindahkan istana Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Medang).
Perpindahan ini diduga akibat letusan Gunung Merapi, atau mendapat serangan dari Sriwijaya.
Wangsa Sanjaya adalah suatu dinasti yang berkuasa di Kerajaan Medang periode Jawa Tengah (atau lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno).
Wangsa ini, bersama-sama dengan Wangsa Sailendra memerintah Kerajaan Medang.
Wangsa ini, bersama-sama dengan Wangsa Sailendra memerintah Kerajaan Medang.
Istilah Wangsa Sanjaya diperkenalkan oleh sejarawan bernama Dr. Bosch dalam karangannya yang berjudul Sriwijaya, de Sailendrawamsa en de Sanjayawamsa (1952).
Ia menyebutkan bahwa, di Kerajaan Medang terdapat dua dinasti yang berkuasa, yaitu dinasti Sanjaya dan Sailendra.
Istilah Wangsa Sanjaya merujuk kepada nama pendiri Kerajaan Medang, yaitu Sanjaya yang memerintah sekitar tahun 732.
Ia menyebutkan bahwa, di Kerajaan Medang terdapat dua dinasti yang berkuasa, yaitu dinasti Sanjaya dan Sailendra.
Istilah Wangsa Sanjaya merujuk kepada nama pendiri Kerajaan Medang, yaitu Sanjaya yang memerintah sekitar tahun 732.
Berdasarkan Prasasti Canggal (732 M) diketahui Sanjaya adalah penerus raja Jawa Sanna, menganut agama Hindu aliran Siwa, dan berkiblat ke Kunjarakunja di daerah India, dan mendirikan Shivalingga baru yang menunjukkan membangun pusat pemerintahan baru.
Menurut penafsiran atas naskah Carita Parahyangan yang disusun dari zaman kemudian, Sanjaya digambarkan sebagai pangeran dari Galuh yang akhirnya berkuasa di Mataram.
Ibu dari Sanjaya adalah Sanaha, cucu Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga di Jepara.
Ayah dari Sanjaya adalah Sena/ Sanna/ Bratasenawa, raja Galuh ketiga. Sena adalah putra Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M).
Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh dengan bantuan Tarusbawa, raja Sunda.
Penyerangan ini bertujuan untuk melengserkan Purbasora.
Menurut penafsiran atas naskah Carita Parahyangan yang disusun dari zaman kemudian, Sanjaya digambarkan sebagai pangeran dari Galuh yang akhirnya berkuasa di Mataram.
Ibu dari Sanjaya adalah Sanaha, cucu Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga di Jepara.
Ayah dari Sanjaya adalah Sena/ Sanna/ Bratasenawa, raja Galuh ketiga. Sena adalah putra Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M).
Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh dengan bantuan Tarusbawa, raja Sunda.
Penyerangan ini bertujuan untuk melengserkan Purbasora.
Saat Tarusbawa meninggal pada tahun 723, kekuasaan Sunda dan Galuh berada di tangan Sanjaya.
Di tangannya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Tahun 732, Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh kepada putranya Rakryan Panaraban (Tamperan).
Di Kalingga, Sanjaya memegang kekuasaan selama 22 tahun (732-754), yang kemudian diganti oleh puteranya dari Déwi Sudiwara, yaitu Rakai Panangkaran. Secara garis besar kisah dari Carita Parahyangan ini sesuai dengan prasasti Canggal.
Di tangannya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Tahun 732, Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh kepada putranya Rakryan Panaraban (Tamperan).
Di Kalingga, Sanjaya memegang kekuasaan selama 22 tahun (732-754), yang kemudian diganti oleh puteranya dari Déwi Sudiwara, yaitu Rakai Panangkaran. Secara garis besar kisah dari Carita Parahyangan ini sesuai dengan prasasti Canggal.
Rakai Panangkaran dikalahkan oleh dinasti pendatang dari Sumatra yang bernama Wangsa Sailendra.
Berdasarkan penafsiran atas Prasasti Kalasan (778 M), pada tahun778 raja Sailendra yang beragama Buddha aliran Mahayana memerintah Rakai Panangkaran untuk mendirikan Candi Kalasan.
Berdasarkan penafsiran atas Prasasti Kalasan (778 M), pada tahun778 raja Sailendra yang beragama Buddha aliran Mahayana memerintah Rakai Panangkaran untuk mendirikan Candi Kalasan.
Sejak saat itu Kerajaan Medang dikuasai oleh Wangsa Sailendra. Sampai akhirnya seorang putri mahkota Sailendra yang bernama Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan, seorang keturunan Sanjaya, pada tahun 840–an. Rakai Pikatan kemudian mewarisi takhta mertuanya. Dengan demikian, Wangsa Sanjaya kembali berkuasa di Medang.
Teori yang menolak
Poerbatjaraka menolak keberadaan Wangsa Sanjaya. Menurutnya, Wangsa Sanjaya tidak pernah ada, karena Sanjaya sendiri adalah anggota Wangsa Sailendra.
Dinasti ini mula-mula beragama Hindu, karena istilah Sailendra bermakna “penguasa gunung” yaitu sebutan untuk Siwa.
Selain itu, istilah Sanjayawangsa tidak pernah dijumpai dalam prasasti mana pun, sedangkan istilah Sailendrawangsa ditemukan dalam beberapa prasasti, misalnya prasasti Ligor, prasasti Kalasan, dan prasasti Abhayagiriwihara.
Poerbatjaraka berpendapat bahwa, Sanjaya telah memerintahkan agar putranya, yaitu Rakai Panangkaran pindah agama, dari Hindu menjadi Buddha.
Teori ini berdasarkan atas kisah dalam Carita Parahyangan bahwa Rahyang Sanjaya menyuruh Rahyang Panaraban untuk berpindah agama.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan istilah “raja Sailendra” dalam prasasti Kalasan tidak lain adalah Rakai Panangkaran sendiri.
Carita Parahyangan memang ditulis ratusan tahun sesudah kematian Sanjaya.
Meskipun demikian, kisah di atas seolah terbukti dengan ditemukannya prasasti Raja Sankhara yang mengisahkan tentang seorang pangeran bernama Sankhara yang pindah agama karena ayahnya meninggal dunia akibat menjalani ritual terlalu berat.
Sayangnya, prasasti ini telah hilang dan tidak jelas angka tahunnya, serta tidak menyebutkan nama ayah Sankhara tersebut.
Jadi, teori Poerbatjaraka menyebutkan bahwa hanya ada satu dinasti saja yang berkuasa di Kerajaan Medang, yaitu Wangsa Sailendra yang beragama Hindu Siwa.
Sejak pemerintahan Rakai Panangkaran, dinasti Sailendra terpecah menjadi dua.
Agama Buddha dijadikan agama resmi negara, sedangkan cabang Sailendra lainnya ada yang tetap menganut agama Hindu, misalnya seseorang yang kelak menurunkan Rakai Pikatan.
Meskipun istilah Sanjayawangsa tidak pernah dijumpai dalam prasasti mana pun, namun istilah Sanjayawarsa atau “Kalender Sanjaya” ditemukan dalam prasasti Taji Gunung dan prasasti Timbangan Wungkal.
Kedua prasasti tersebut dikeluarkan oleh Mpu Daksa dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah keturunan asli Sanjaya, sang pendiri kerajaan. Tahun 1 Sanjayawarsa sama dengan tahun 717 Masehi.
Tidak diketahui dengan pasti apakah tahun 717 ini merupakan tahun kelahiran Sanjaya, ataukah tahun berdirinya kerajaan.
Poerbatjaraka menolak keberadaan Wangsa Sanjaya. Menurutnya, Wangsa Sanjaya tidak pernah ada, karena Sanjaya sendiri adalah anggota Wangsa Sailendra.
Dinasti ini mula-mula beragama Hindu, karena istilah Sailendra bermakna “penguasa gunung” yaitu sebutan untuk Siwa.
Selain itu, istilah Sanjayawangsa tidak pernah dijumpai dalam prasasti mana pun, sedangkan istilah Sailendrawangsa ditemukan dalam beberapa prasasti, misalnya prasasti Ligor, prasasti Kalasan, dan prasasti Abhayagiriwihara.
Poerbatjaraka berpendapat bahwa, Sanjaya telah memerintahkan agar putranya, yaitu Rakai Panangkaran pindah agama, dari Hindu menjadi Buddha.
Teori ini berdasarkan atas kisah dalam Carita Parahyangan bahwa Rahyang Sanjaya menyuruh Rahyang Panaraban untuk berpindah agama.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan istilah “raja Sailendra” dalam prasasti Kalasan tidak lain adalah Rakai Panangkaran sendiri.
Carita Parahyangan memang ditulis ratusan tahun sesudah kematian Sanjaya.
Meskipun demikian, kisah di atas seolah terbukti dengan ditemukannya prasasti Raja Sankhara yang mengisahkan tentang seorang pangeran bernama Sankhara yang pindah agama karena ayahnya meninggal dunia akibat menjalani ritual terlalu berat.
Sayangnya, prasasti ini telah hilang dan tidak jelas angka tahunnya, serta tidak menyebutkan nama ayah Sankhara tersebut.
Jadi, teori Poerbatjaraka menyebutkan bahwa hanya ada satu dinasti saja yang berkuasa di Kerajaan Medang, yaitu Wangsa Sailendra yang beragama Hindu Siwa.
Sejak pemerintahan Rakai Panangkaran, dinasti Sailendra terpecah menjadi dua.
Agama Buddha dijadikan agama resmi negara, sedangkan cabang Sailendra lainnya ada yang tetap menganut agama Hindu, misalnya seseorang yang kelak menurunkan Rakai Pikatan.
Meskipun istilah Sanjayawangsa tidak pernah dijumpai dalam prasasti mana pun, namun istilah Sanjayawarsa atau “Kalender Sanjaya” ditemukan dalam prasasti Taji Gunung dan prasasti Timbangan Wungkal.
Kedua prasasti tersebut dikeluarkan oleh Mpu Daksa dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah keturunan asli Sanjaya, sang pendiri kerajaan. Tahun 1 Sanjayawarsa sama dengan tahun 717 Masehi.
Tidak diketahui dengan pasti apakah tahun 717 ini merupakan tahun kelahiran Sanjaya, ataukah tahun berdirinya kerajaan.
☆☆☆☆☆
No comments:
Post a Comment
Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.
BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT