Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Runtuhnya Wangsa Syailendra
Candi Borobudur |
☆☆☆☆☆
Berapa sejarawan berusaha menjelaskan berakhirnya kekuasaan Sailendra di Jawa Tengah mengaitkannya dengan kepindahan Balaputradewa ke Sriwijaya (Sumatera).Selama ini sejarawan seperti Dr. Bosch dan Munoz menganut paham adanya dua wangsa kembar berbeda keyakinan yang saling bersaing; Sanjaya-Sailendra.
Mereka beranggapan Sailendra yang penganut Buddha kalah bersaing dan terusir oleh wangsa Sanjaya yang Hindu aliran Siwa.
Dimulai dengan adanya ketimpangan perekonomian serta perbedaan keyakinan antara Sailendra sang penguasa yang beragama Buddha dengan rakyat Jawa yang kebanyakan beragama Hindu Siwa, menjadi faktor terjadinya ketidakstabilan di Jawa Tengah.
Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan agama Buddha.
Rakai Pikatan bahkan menyerang Balaputradewa, yang merupakan paman atau saudara Pramodhawardhani.
Sejarah wangsa Sailendra berakhir pada tahun 850, yaitu ketika Balaputradewa melarikan diri ke Suwarnadwipa yang merupakan negeri asal ibunya.
Setelah terusirnya wangsa Sailendra dari Jawa Tengah, Munoz beranggapan berakhir pula kekuasaan Sriwijaya atas Jawa selama satu abad.
Munoz beranggapan bahwa orang-orang Jawa pengikut Balaputradewa merasa terancam dan akhirnya menyingkir, mengungsi ke Jawa Barat untuk mendirikan kerajaan Banten Girang.
Hal ini berdasarkan temuan arca-arca bergaya Jawa Tengahan abad ke-10 di situs Gunung Pulasari, Banten Girang.
Rakai Pikatan bahkan menyerang Balaputradewa, yang merupakan paman atau saudara Pramodhawardhani.
Sejarah wangsa Sailendra berakhir pada tahun 850, yaitu ketika Balaputradewa melarikan diri ke Suwarnadwipa yang merupakan negeri asal ibunya.
Setelah terusirnya wangsa Sailendra dari Jawa Tengah, Munoz beranggapan berakhir pula kekuasaan Sriwijaya atas Jawa selama satu abad.
Munoz beranggapan bahwa orang-orang Jawa pengikut Balaputradewa merasa terancam dan akhirnya menyingkir, mengungsi ke Jawa Barat untuk mendirikan kerajaan Banten Girang.
Hal ini berdasarkan temuan arca-arca bergaya Jawa Tengahan abad ke-10 di situs Gunung Pulasari, Banten Girang.
Sementara itu, sejarawan seperti Poerbatjaraka dan Boechari percaya bahwa hanya ada satu wangsa yaitu Sailendra, dan tidak pernah disebutkan Sanjayavamça dalam prasasti apapun.
Sanjaya dan keturunannya dianggap masih masuk dalam wangsa Sailendra.
Secara tradisional, selama ini kurun kekuasaan Sailendra dianggap berlangsung antara abad ke-8 hingga ke-9 Masehi, dan hanya terbatas di Jawa Tengah, tepatnya di Dataran Kedu, dari masa kekuasaan Panangkaran hingga Samaratungga.
Hal ini sesuai dengan penafsiran Slamet Muljana yang menganggap Panangkaran sebagai Raja Sailendra pertama yang naik takhta.
Akan tetapi penafsiran paling mutakhir berdasarkan temuan Prasasti Sojomerto serta kelanjutan Sailendra di Sriwijaya mengusulkan bahwa masa kekuasaan wangsa Sailendra berlangsung jauh lebih lama.
Dari pertengahan abad ke-7 (perkiraan dituliskannya Prasasti Sojomerto), hingga awal abad ke-11 masehi (jatuhnya wangsa Sailendra di Sriwijaya akibat serangan Cholamandala dari India).
Dalam kurun waktu tertentu, wangsa Sailendra berkuasa baik di Jawa Tengah maupun di Sumatra.
Persekutuan dan hubungan pernikahan keluarga kerajaan antara Sriwijaya dan Sailendra memungkinkan bergabungnya dua keluarga kerajaan, dengan wangsa Sailendra akhirnya berkuasa baik di Kerajaan Medang Mataram di Jawa Tengah sekaligus di Sriwijaya, Sumatera.
Baca Juga:
Baca Juga
Sanjaya dan keturunannya dianggap masih masuk dalam wangsa Sailendra.
Secara tradisional, selama ini kurun kekuasaan Sailendra dianggap berlangsung antara abad ke-8 hingga ke-9 Masehi, dan hanya terbatas di Jawa Tengah, tepatnya di Dataran Kedu, dari masa kekuasaan Panangkaran hingga Samaratungga.
Hal ini sesuai dengan penafsiran Slamet Muljana yang menganggap Panangkaran sebagai Raja Sailendra pertama yang naik takhta.
Akan tetapi penafsiran paling mutakhir berdasarkan temuan Prasasti Sojomerto serta kelanjutan Sailendra di Sriwijaya mengusulkan bahwa masa kekuasaan wangsa Sailendra berlangsung jauh lebih lama.
Dari pertengahan abad ke-7 (perkiraan dituliskannya Prasasti Sojomerto), hingga awal abad ke-11 masehi (jatuhnya wangsa Sailendra di Sriwijaya akibat serangan Cholamandala dari India).
Dalam kurun waktu tertentu, wangsa Sailendra berkuasa baik di Jawa Tengah maupun di Sumatra.
Persekutuan dan hubungan pernikahan keluarga kerajaan antara Sriwijaya dan Sailendra memungkinkan bergabungnya dua keluarga kerajaan, dengan wangsa Sailendra akhirnya berkuasa baik di Kerajaan Medang Mataram di Jawa Tengah sekaligus di Sriwijaya, Sumatera.
Baca Juga:
Baca Juga
☆☆☆☆☆
No comments:
Post a Comment
Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.
BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT