Hal Apa Yang Paling Ironis Yang Kamu Lihat Di Indonesia?

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:

Hal Apa Yang Paling Ironis Yang Kamu Lihat Di Indonesia?
Ironinya golongan-golongan rakyat Indonesia
Pertama. 
Indonesia kaya? Ini beberapa kalimat pembuka dari halaman Wikipedia tentang kekayaan Indonesia:
Indonesia has the largest economy in Southeast Asia and is one of the emerging market economies of the world. The country is also a member of G20 and classified as a newly industrialised country. It is the 16th largest economy in the world by nominal GDP and the 7th largest in terms of GDP (PPP).
(Economy of Indonesia - Wikipedia).

Ekonomi Indonesia merupakan salah satu kekuatan ekonomi berkembang utama dunia yang terbesar di Asia Tenggara dan terbesar di Asia ketiga setelah China dan India. Ekonomi negara ini menempatkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi terbesar ke-16 dunia yang artinya Indonesia juga merupakan anggota G-20.
(Ekonomi Indonesia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).

Bitter Coffee Park memang bukan ahli ekonomi, bahkan Bitter Coffer Park memang masuk jurusan IPS dan tetapi tidak masuk jurusan perekonomian di universitas, jadi Bitter Coffee Park benar-benar berbicara dari perspektif amatir.

Tapi setiap kali ada pertanyaan atau pernyataan di Quora atau di sosial media lainnya yang seakan-akan merendahkan negara Indonesia, selalu ada yang tiba-tiba meluncurkan fakta berseri-seri tentang kekayaan GDP Indonesia.

Ya memang tidak salah dengan itu, negara Indonesia dan mayoritas rakyatnya memang tidak miskin.

Tapi, itu juga tidak menghapus fakta bahwa ada golongan masyarakat, yang walaupun minoritas jika dihitung secara angka, yang masih sangat-sangat miskin.

Ada juga golongan masyarakat yang tidak miskin dan sangat berkecukupan, tapi karena tinggal di daerah dari desa yang sangat terpencil, standar hidupnya masih dibawah standar modern, seperti mungkin kurang akses listrik atau air bersih dan semacamnya. Nah sekarang kita masuk di bagian ironisnya.

Mungkin karena seumur Bitter Coffee Park hidup di daerah Kota Suraba, dan Bitter Coffee Park tidak tahu kalau di daerah kota besar lainnya apakah seperti ini juga, tapi perhatian penduduk dari daerah ini (apalagi anak-anak ABG-nya) itu sangat trivial.

Bisa dibilang bahwa selama satu golongan rakyat Indonesia hidup susah, satu golongan lagi punya masalah yang isinya first-world problems.

Dan Bitter Coffee Park yakin Bitter Coffee Park tidak melebih-lebihkan, karena Bitter Coffee Park sendiri termasuk dari golongan yang privileged itu dan juga adalah seorang pelaku dan saksi dari fenomena ini.

Bitter Coffee Park kadang jadi merasa tidak nyaman kalau mengingat Bitter Coffee Park dan lingkaran sosial Bitter Coffee Park komplain hal-hal seperti anak-anak dari negara maju sana.

Contohnya:
Apakah tidak ironis jika para penduduk kota antri panjang-panjang buat beli iPhone atau Samsung Galaxy terbaru, yang harganya sekarang sudah memasuki puluhan juta, dan bukan hanya sekali setiap beberapa tahun, tapi hampir setiap kali ada peluncuran terbaru; Sedangkan di daerah lain, orang-orang untuk mendapatkan akses internet saja masih susah?
Apakah tidak ironis jika para penduduk kota setiap kali ada toko es krim terbaru di mall ini itu antri untuk beli es krim yang harganya diatas 50 ribu, sedangkan di pinggiran jalan masih ada anak yang buat dapet beberapa puluh ribu untuk makan 1–2 hari saja susah?

Bitter Coffee Park tidak melarang Sahabat Bitter untuk beli iPhone atau beli es krim mahal.

Menurut, Bitter Coffee Park bahkan beli handphone mahal asalkan bisa dipakai untuk bertahun-tahun itu worth it saja.

Bitter Coffee Park sendiri seorang pengguna Samsung Galaxy J5. Tapi Bitter Coffee Park hanya mengajak Sahabat Bitter untuk membuka perspektif baru, apalagi jika Sahabat Bitter setiap harinya hanya komplain, tidak bisa beli ini, tidak bisa beli itu, padahal ini itu hanyalah kebutuhan tersier.

Kedua.

Jadi seperti yang Sahabat Bitter sadari atau tidak sadari, di sekolah, sebagian besar anak Indonesia diajarkan bahwa Indonesia hebat, Indonesia terbaik, Indonesia paling plural, Indonesia kekayaan alamnya banyak.

Lalu ketika ada orang luar yang sebutin Indonesia sedikit di internet, atau bahkan menghina Indonesia, langsung cus-cus-cus, internet soldier dari Indonesia keluar belain Indonesia.
Indonesia kaya! Kita paling diverse!” dll. 
Lalu, ketika liburan:
“Liburan kemana?”

“Aduh pengen nih ke Australia, Singapore, atau Eropa. Tapi mahal/ tidak sempat/ [apalah itu alasannya].”
“Oh, aku mau ke timur nih, NTT atau Papua.”
“Aduh, kesana mahal banget, masih dalem negri lagi, gak deh ya.” “…”

Atau, ketika ada foto tempat wisata/ infrastruktur lain yang masih bersih dan teratur, headline-nya tabloid di Indonesia:

“LIHAT JEMBATAN INI! KAYAK DI LUAR NEGERI!”
“POHON DI JAWA TIMUR! TERASA SEPERTI DI SINGAPURA!”
“LIAT INI TAMAN RAPI BANGET KAYA DI LUAR NEGERI!” 
(Ngomong-ngomong, mau tahu rahasianya? Kebersihan! Orang Indonesia masih suka buang sampah sembarangan, makanya hampir semua tempat belum “kayak di luar negeri”!)

Katanya kita punya salah satu wonders of the world, Borobudur (*), original, nenek moyang tidak ada yang copy paste dari daerah lain.

Sekarang, orang-orang di negara ini sudah jatuh ke jurang lain:
















Disaat turis lokal dan mancanegara berbondong-bondong atau bercita-cita untuk melihat Candi Borobudur, Candi Prambanan, Pulau Komodo, Raja Ampat, Kepulauan Anambas, dan lain-lain, satu golongan masyarakat lainnya sibuk bikin “replika” dari landmark dan karya seni (yang sebenarnya dilindungi hak cipta) di luar negeri, dan satu golongan yang lain sibuk mendatangi tempat dan memperkaya si plagiat tersebut, cuma buat dimasukin instagram:
Liat aq ada di los angeles tp sbenernya bandung wkwkwkkwk....
Padahal katanya pas di sekolah, Indonesia yang terbaik, gimana toh?

EDIT: 
Literally, my whole life has been a lie. 
Ternyata, Borobudur BUKAN salah satu dari Seven Wonders Of The World atau tujuh keajaiban dunia.

Dari kecil Bitter Coffee Park dibesarkan, dan dari majalah anak-anak dan majalah ensiklopedia yang saya baca waktu kecil, semua memberi informasi bahwa Borobudur adalah salah satu dari tujuh keajaiban dunia.

Informasi yang Bitter Coffee Park terima sejak kecil ini membuat Bitter Coffe Paem tidak merasa harus fact-check ketika menulis jawaban ini.

Baru-baru ini Bitter Coffee Park baru baca dari forum Indonesia di reddit, seseorang menulis bahwa Borobudur bukan termasuk tujuh keajaiban dunia.

Akhirnya Bitter Coffee Park coba cek di Wikipedia.

Ternyata benar.
Borobudur adalah salah satu dari tujuh keajaiban dunia hanya untuk orang Indonesia dan buku-buku Indonesia. 

Borobudur memang adalah salah satu dari UNESCO Heritage Site, tapi bukan a wonder of the world.

Kalau Bitter Coffee Park harus terus terang, ini bukan pertama kalinya Bitter Coffee Park berpikir kalau Bitter Coffee Park dan kita semua yang dibesarkan dalam kurikulum nasional sudah di brai**ashed (tidak mau cari masalah jadi Bitter Coffee Park sensor) dari kecil berhubungan dengan irrational overproud-nya orang Indonesia.

Pada detik ini Bitter Coffee Park benar-benar merasa kita seperti tumbuh di dunia 1984-nya George Orwell.

Tapi ya sudahlah, argumen Bitter Coffee Park diatas tetap berlaku, dan Borobudur tetap adalah sesuatu yang bisa dibanggakan (dan nenek moyang really did an excellent job on it), walaupun Borobudur ternyata bukan salah satu dari tujuh keajaiban dunia.

Links: 

  1. Wonders of the World - Wikipedia 
  2. Why the 7 Wonders of the World Are So Wonderful
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT