Waluyo Dan Jaran Kepang Paguyuban Perkutut Putih

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Waluyo Dan Jaran Kepang Paguyuban Perkutut Putih
Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda.

Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu atau bahan lainnya yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda, dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang.

Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut.

Jaran Kepang merupakan bagian dari pagelaran tari reog. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Sumatera Utara dan di beberapa daerah di luar Indonesia seperti di Malaysia, Suriname, Hong Kong, Jepang dan Amerika.

Jenis kuda lumping ditanah jawa terdiri dari :
  1. Jaranan Thek Ponorogo
  2. Jaranan Kediri, kediri
  3. Jaranan sentherewe, Tulungagung
  4. Jaranan Turonggo Yakso,Trenggalek
  5. Jaranan Buto, banyuwangi
  6. Jaranan Dor, Jombang
  7. Jaran Sang Hyang, Bali
  8. Jathilan Dipenogoro, Yogya dan Jawa Tengah
  9. Jathilan Hamengkubuwono, Yogya dan Jawa Tengah
Pria yang akrab disapa Waluyo ini membuat kerajinan kuda lumping dan menjualnya melalui laman bernama kibagus.com.

Tujuan awal pembuatan kerajinan Jaran Kepang tersebut adalah untuk mendukung program pemerintah desa untuk membuat desa wisata. Dalam kegiatan desa wisata Wonosemar, sebuah desa dituntut memiliki karakter yang bisa menarik wisatawan. Karakter tersebut harus menonjolkan hal unik seperti kerajinan yang bisa ditawarkan sebagai souvenir.

Kerajinan tersebut dibuka sejak tujuh tahun lalu. Kerajinan tersebut walaupun belum ada tindak lanjut dari pemerintah desa terkait dengan kebijakan tersebut, pria berusia 37 tahun ini masih sekuat tenaga berujuang sendiri untuk mempertahankan muatan lokal yang telah dirintisnya.

Warga dukuh Karang RT 15 RW 04 ini mengatakan bahwa ia belajar membuat kerajinan jaran kepang sendiri. “Awalnya coba-coba, eh ternyata bisa.” Ungkap Waluyo. Jaran kepang tersebut dibuat dengan motif dan warna yang tidak lepas dari nilai filosofi Jawa.

Warna-warna yang dipilih diantaranya adalah putih, kuning, merah, hitam, dan putih. Kelima warna tersebut merupakan perwakilan dari nafsu manusia yang berarti sedulur papat kiblat limo pancer. Waluyo mengatakan bahwa dalam satu jaran kepang harus memiliki lima warna tersebut sebagai simbol dari manusia. Tetapi, setiap jaran kepang memiliki satu warna dominan untuk mewakili satu nafsu.

Satu anyaman kuda biasa dijual dengan harga seratus lima puluh hingga tujuh ratus ribu rupiah setiap buahnya. Waluyo hanya membuat jika ada yang memesan saja. Pelanggannya justru bukan berasal dari pulau Jawa seperti Pulau Sumatra dan Kalimantan. Satu buah anyaman kuda dapat diselesaikan paling lama satu minggu. Bambu yang dipilih adalah bambu apus yang terkenal lebih lentur, sehingga tidak mudah patah saat dibentuk.

Hasil-hasil karyanya banyak mendapat apresiasi dari masyarakat. Bahkan beberapa media nasional turut hadir untuk meliput kegiatannya. Selain berbisnis, Waluyo juga aktif menggiatkan masyarakat untuk bermain reog dan jaran kepang. Para warga yang antusias telah tergabung menjadi satu dalam Paguyuban Perkutut Putih. Hingga saat ini anggotanya telah mencapai 80 orang.

Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau bahan lainnya dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang, sehingga pada masyarakat jawa sering disebut sebagai jaran kepang. Tidak satupun catatan sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Konon, tari kuda lumping adalah tari kesurupan. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah seorang pasukan pemuda cantik bergelar Jathil penunggang kuda putih berambut emas, berekor emas, serta memiliki sayap emas yang membantu pertempuran kerajaan bantarangin melawan pasukan penunggang babi hutan dari kerajaan lodaya pada serial legenda reog abad ke 8.

Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan.

Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain. Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.

Dalam setiap pagelarannya, tari kuda lumping ini menghadirkan 4 fragmen tarian yaitu 2 kali tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri.

Pada fragmen Buto Lawas, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6 orang penari. Beberapa penari muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari mengikuti alunan musik. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus. Para penonton pun tidak luput dari fenomena kerasukan ini. Banyak warga sekitar yang menyaksikan pagelaran menjadi kesurupan dan ikut menari bersama para penari. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan gerakan enerjik dan terlihat kompak dengan para penari lainnya.
Untuk memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang kerasukan, dalam setiap pagelaran selalu hadir para warok, yaitu orang yang memiliki kemampuan supranatural yang kehadirannya dapat dikenali melalui baju serba hitam bergaris merah dengan kumis tebal. Para warok ini akan memberikan penawar hingga kesadaran para penari maupun penonton kembali pulih.

Pada fragmen selanjutnya, penari pria dan wanita bergabung membawakan tari senterewe.

Pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih santai, enam orang wanita membawakan tari Begon Putri, yang merupakan tarian penutup dari seluruh rangkaian atraksi tari kuda lumping.
Baca Juga
  1. Data Keluarga Eyang Anomsari Generasi Ke IV-VI Dari Ki Tohari - 
  2. Eyang Anomsari - 
  3. Eyang Raga Runting - 
  4. Eyang Santri - 
  5. Pasar Setan Di Gunung Merbabu - 
  6. Pentur Sunan Kalijogo Ijo Royo-Royo - 
  7. Pesan Nyi Sekar Arum Melati Untuk Gunung Merapi - 
  8. Prabu Brawijaya V (Raja Terakhir Kerajaan Majapahit) - 
  9. Sanepo Telo Widoro Upas - 
  10. Waluyo Dan Jaran Kepang Paguyuban Perkutut Putih - 
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT