Prabu Brawijaya V (Raja Terakhir Kerajaan Majapahit)

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
"Prabu Brawijaya V (Raja Terakhir Kerajaan Majapahit)"
Majapahit kerajaan besar yang membentang dari ujung utara Sumatera, Selat Malaka hingga ke Papua mulai melemah akibat perang saudara selama lima tahun yang terkenal dengan Perang Paregreg (1401-1406 M). 

Akibat Perang inilah Kerajaan Majapahit dibawah jurang kehancuran. 

Sehingga kurang melakukan pengawasan terhadap beberapa kerajaan yang sebelumnya berada di bawah panji Majapahit yang kemudian mulai melepaskan diri.

Misalnya, tahun 1405 daerah Kalimantan Barat direbut Kerajaan China, lalu disusul lepasnya Palembang, Melayu, dan Malaka yang tumbuh sebagai bandar-bandar perdagangan ramai, yang merdeka dari Majapahit. 

Kemudian lepas pula daerah Brunei yang terletak di Pulau Kalimantan sebelah utara. Hal ini diperparah dengan pemberontakan-pemberontakan yang terjadi setelah Perang Paregreg. Akibatnya perekonomian dan arus perdagangan Kerajaan Majapahit menjadi menurun.

Disaat yang sama penguasa Kekhalifahan Turki Utsmani Sultan Muhammad I (1394-1421 M) mulai mengirimkan misi dakwah Islam yang berjumlah sembilan tokoh ke Tanah Jawa yang dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim pada 1404 M. Sembilan tokoh yang kemudian disebut Wali Songo angkatan pertama ini kemudian mendarat di Gresik. 

Wali Songo angkatan pertama maisng-masing, Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik; berasal dari Turki yang merupakan ahli mengatur negara dan berdakwah di Jawa bagian timur. Kedua Maulana Ishak berasal dari Samarkand dekat Bukhara-Uzbekistan/ Rusia. 

Dia ahli pengobatan, setelah tugasnya di Jawa selesai Maulana Ishak pindah ke Samudera Pasai dan wafat di sana. Ketiga Syekh Jumadil Qubro, berasal dari Mesir. Dia berdakwah keliling, makamnya di Troloyo Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Selanjutnya Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko, dia berdakwah keliling, wafat tahun 1465 M, makamnya di Jatinom Klaten, Jawa Tengah.

Lalu Maulana Malik Isroil berasal dari Turki, ahli mengatur negara, wafat 1435 M, makamnya di Gunung Santri. Kemudian, Maulana Muhammad Ali Akbar, berasal dari Persia Iran, ahli pengobatan, wafat 1435 M, makamnya di Gunung Santri. 

Ke tujuh Maulana Hasanuddin berasal dari Palestina berdakwah keliling, wafat pada 1462 M dan makamnya disamping Masjid Banten Lama. Maulana Alayuddin berasal dari Palestina. Berdakwah keliling, wafat pada 1462 M, makamnya disamping Masjid Banten Lama. 

Yang terakhir Syekh Subakir, berasal dari Persia, ahli menumbali (metode rukyah) tanah angker yang dihuni jin-jin jahat.

Setelah banyak tempat yang ditumbali (dengan Rajah Asma Suci) maka Syekh Subakir kembali ke Persia pada 1462 M dan wafat di sana. 

Setelah sampai di Tanah Jawa Syekh Maulana Malik Ibrahim mulai berdakwah dengan mengajak Prabu Brawijaya V raja Majapahit kala itu untuk memeluk Islam.

Prabu Brawijaya (lahir: ? - wafat: 1478) atau kadang disebut Brawijaya V adalah raja terakhir Kerajaan Majapahit versi naskah-naskah babad dan serat, yang memerintah sampai tahun 1478. 

Tokoh ini nyata dan sangat legendaris. Prabu Brawijaya sering dianggap sama dengan Bhre Kertabhumi, yaitu nama yang ditemukan dalam penutupan naskah Pararaton. 

Namun pendapat lain mengatakan bahwa Brawijaya cenderung identik dengan Dyah Ranawijaya, yaitu tokoh yang pada tahun 1486 mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan Kediri, setelah berhasil menaklukan Bhre Kertabhumi.

Sementara itu Serat Kanda menyebut nama asli Brawijaya adalah Angkawijaya, putra Prabu Mertawijaya dan Ratu Kencanawungu. 

Mertawijaya adalah nama gelar Damarwulan yang menjadi raja Majapahit setelah mengalahkan Menak Jingga bupati Blambangan.

Nasib tragis yang dialami Prabu Brawijaya V, setelah runtuhnya kejayaan Majapahit akibat konflik internal keluarga kerajaan serta tumbuhnya Kerajaan- Islam di tanah air Nusantara.

Babad Tanah Jawi menyebut nama asli Brawijaya adalah Raden Alit.

Prabu Brawijaya V naik tahta menggantikan ayahnya yang bernama Prabu Bratanjung, dan kemudian memerintah dalam waktu yang sangat lama, yaitu sejak putra sulungnya yang bernama Arya Damar belum lahir, sampai akhirnya turun takhta karena dikalahkan oleh putranya yang lain, yaitu Raden Patah yang juga saudara tiri Arya Damar. 

Prabu Barawijaya V sempat melarikan diri dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan jalan bertapa moksa.

Brawijaya memiliki permaisuri bernama Ratu Dwarawati, seorang muslim dari Campa dan jumlah selirnya banyak sekali. 

Dari mereka, antara lain, lahir Arya Damar bupati Palembang, Raden Patah bupati Demak, Batara Katong bupati Ponorogo, serta Bondan Kejawan leluhur raja-raja Kesultanan Mataram.

Namun versi lain mengisahkan bahwa Prabu Brawijaya V adalah pemeluk agama Buddha. 

Diakhir hidupnya sebagai Raja, Prabu Brawijaya V meminta tolong kepada Sunan Kalijaga yang merupakan cucunya sendiri agar mau mengislamkannya.

Setelah menjadi mualaf, ia pun melanjutkan tapabrata tingkat akhir, mengasingkan dirinya di dalam goa gunung lawu dan dikabarkan ia berhasil mencapai moksa, karena jasad dan kuburannya tidak pernah ditemukan.

Meskipun kisah hidupnya dalam naskah babad dan serat terkesan khayal dan tidak masuk akal, namun nama Brawijaya sangat populer, terutama di daerah Jawa Timur.

Hampir setiap kota di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur menggunakan Brawijaya sebagai nama jalan. 

Nama Brawijaya juga diabadikan menjadi nama suatu perguruan tinggi negeri di Kota Malang, yaitu Universitas Brawijaya. 

Juga terdapat Museum Brawijaya di kota Malang dan Stadion Brawijaya di Kediri. 

Di samping itu kesatuan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat yang meliputi daerah Jawa Timur dikenal dengan nama Kodam V/ Brawijaya.
☆☆☆☆☆
Kehancuran Kerajaan Majapahit Di Perang Paragreg
Perkembangan agama Islam di Tanah Jawa yang pesat melahirkan masyarakat yang bersifat demokratis dan tidak mau mengakui kekuasaan raja Majapahit sebagai kekuasaan dewa. 

Kehidupan agama Islam menggoncangkan sendi-sendi kehidupan keagamaan dan kepercayaan pada masyarakat Majapahit, yang masih menganut agama Hindu. 

Sehingga para adipati yang beragama Islam membebaskan diri dan tidak tunduk lagi pada perintah-perintah raja Majapahit. 

Pada masa yang hampir bersamaan di Tiongkok pada masa Dinasti Ming juga telah berdiri kekuasan Islam. 

Bahkan Kekaisaran Tiongkok ini mengirimkan misi ke Tanah Jawa yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam. 

Laksamana Cheng Ho bersama 27.000 pasukannya sempat singgah di Gresik pada 1406 M. 

Pada saat singgah di Tanah Jawa ini sekitar 170 pasukan Laksamana Cheng Ho tewas dibunuh prajurit Majapahit yang salah paham saat akhir Perang Paregreg. 

Akibatnya Kaisar China meminta raja Majapahit yang berkuasa harus membayar ganti rugi 60.000 tahil. Hal ini juga berakibat fatal bagi Majapahit karena kehilangan wibawa dengan kerajaan bawahan.

Faktor lain yang membuat kemunduran Kerajaan Majapahit pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, karena banyak berdiri Kerajaan yang bercorak Islam seperti:
  1. Kesultanan Samudra Pasai di Aceh, 
  2. Kesultanan Malaka, 
  3. Kesultanan Ternate, 
  4. Tidore dan 
  5. Gowa Tallo 
Kerajaan tersebut yang notabene adalah bekas wilayah kekuasaan Majapahit. 

Puncaknya Kesultanan Demak Bintoro yang berdiri di Jawa Tengah dan menggantikan kekuasaan Majapahit di Tanah Jawa. 

Karena Pendiri Kerajaan Demak Raden Patah dianggap sebagai putra Majapahit terakhir.

Karena itu, sejumlah kerajaan pengikut Majapahit mulai meninggalkan Kerajaan Hindu terbesar ini untuk bergabung dengan Demak Bintoro.

Runtuhnya Kerajaan Majapahit juga disebabkan tidak adanya tokoh besar seperti:
  1. Raja Hayam Wuruk dan 
  2. Patih Gajah Mada 
yang dapat mempersatukan keluarga kerajaan dan kerajaan bawahan serta mempertahankan wilayah yang sangat luas.
☆☆☆☆☆
Kisah Raja Brawijaya V Menjadi Mualaf
Diakhir kekuasaannya sang raja yang bernama Bre Kertabhumi ini akhirnya konon memutuskan menjadi mualaf (masuk Islam) setelah mendapat nasihat dari Sunan Kalijaga.

Sebelum menjadi mualaf, Prabu Brawijaya V juga pernah menyatakan akan memeluk agama Islam saat menjamu tamunya Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Raja Cermain di Istana Majapahit saat masih berkuasa.

Kedua tamunya itu datang untuk mengenalkan agama Islam kepadanya, dalam rombongan itu ada Dewi Sari, putri Raja Cermain yang cantik jelita.

Mendengar penjelasan para tamunya, Brawijaya V pun bersedia menjadi mualaf asalkan bisa menikahi Dewi Sari yang berwajah cantik dan elok.

Sang Prabu Brawijaya V kala itu seperti tertusuk belati yang tajam ketika pandangan matanya tertuju kepada Dewi Sari yang mengenakan pakaian kerudung.

Sehingga pengetahuan mengenai Islam yang disampaikan Syekh Maulana Malik Ibrahim ulama besar asal Turki itu hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.

Syekh Maulana Malik Ibrahim ketika itu langsung menasihati Raja Majapahit tersebut agar mengurungkan niatnya menjadi pemeluk Islam.
Tuan Prabu Brawijaya, dalam agama Islam terdapat suatu ajaran dilarang mencampuradukkan antara yang haq (benar) dan yang bathil (salah). Kami justru merasa kasihan dengan prabu jika dalam memeluk Islam merasa terpaksa lantaran berkeinginan dapat mengawini Dewi Sari.
kata Syekh Maulana Malik Ibrahim seperti dikutip dalam buku Buku Brawijaya Moksa, karya Wawan Susetya.
Biarlah kami berdakwah kepada siapa saja yang mau menerima agama Islam dengan tulus dan ikhlas.
jelas Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Lalu rombongan ulama asal Turki tersebut akhirnya pamit pergi meninggalkan Majapahit tanpa membawa hasil.

Upaya untuk mengislamkan Prabu Brawijaya V ini pun juga dilakukan keluarganya sendiri mulai dari permaisurinya, Ratu Dewi Dwarawati yang merupakan seorang muslimah hingga anak-anaknya sendiri dan para selirnya yang beragama Islam.

Sang permaisuri Ratu Dewi Dwarawati yang mempunyai anak, yaitu:
  1. Ratu Ayu Handayaningrat, 
  2. Dewi Chandrawati, 
  3. Raden Jaka Peteng, 
  4. Raden Gugur (Sunan Lawu Argopura) dan 
  5. Panembahan Brawijaya Bondhan Surati 
selalu berulang kali mengajak Brawijaya V untuk memeluk Islam tapi selalu gagal. 

Bahkan menantu sang raja yang tergolong ulama besar Raden Rahmat alias Sunan Ampel (Suami Dewi Chandrawati) juga tak mampu meluluhkan ketegaran Brawijaya V untuk mempertahankan agama lamanya.

Selain itu ulama besar dari Bukhara (Rusia Selatan) Syekh Jamaluddin Jumadil Kubra juga pernah mencoba berdakwah kepada sang Raja Majapahit, namun tetap saja tidak berhasil.

Termasuk upaya yang dilakukan putra mahkotanya sendiri Raden Arya Damar (Adipati di Palembang) yang juga gagal mengislamkan Brawijaya V.

Adalah Pangeran Jimbun alias Raden Patah anak Brawijaya V dari selir Dewi Kian yang sangat peduli terhadap ayahandanya.

Raden Patah juga kerap berdakwah kepada kanjeng Ramanya tetapi tetap saja berulang kali mengalami kegagalan.

Konon ketegaran Prabu Brawijaya juga disebabkan saktinya dua penasihatnya, yaitu:
  1. Sabda Palon dan 
  2. Naya Genggong 
yang selalu mendampinginya dan mencegahnya untuk masuk Islam.

Namun, Raden Patah tidak kurang akal, kebetulan dia, memiliki penasihat di Keraton Demak Bintoro yaitu Sunan Kalijaga yang memiliki karomah luar biasa sehingga dapat diandalkan dalam memberikan pencerahan mengenai Agama Islam kepada Brawijaya V.

Kebetulan Sunan Kalijaga adalah menantu Sunan Ampel karena menikahi Dewi Khafshah, putri Sunan Ampel dengan Dewi Chandrawati. Dengan Demikian Sunan Kalijaga juga masih cucu Sang Prabu Brawijaya V.

Lalu diutuslah Sunan Kalijaga ke tempat pesanggrahan Prabu Brawijaya V di Gunung Lawu yang terkenal angker dan banyak dihuni makhluk halus tersebut.

Dalam Serat Darmoghandhul disebutkan bahwa Sunan Kalijaga ketika berdakwah menggunakan bahasa yang penuh metafora, simbolis atau pelambang kepada Prabu Brawijaya V.

Yakni dengan mengonteksualkan syariat, tarekat, hakikat, makrifat dengan persenggamaan antara suami istri.

Hal in bukan dimaksudkan menghina agama Islam, tetapi hanya dimaksudkan sebagai siasat agar Sang Prabu Brawijaya V berkenan mengucapkan dua kalimah syahadat. Karena prinsip utama dalam rukun Islam adalah syahadat.

Selain itu karena karomah Sunan Kalijaga kedua penasihat Brawijaya V, Sabda Palon dan Naya Genggong yang terkenal sakti mandraguna dan dapat menggerakan prajurit siluman menjadi tidak berdaya dihadapan Sunan Kalijaga.

Kemudian Prabu Brawijaya V mengisyarakatkan keinginannya untuk menjadi pemeluk Islam kepada Sunan Kalijaga. 

Ngger Kalijaga, sebelum aku memeluk Agama Islam, tolonglah potong rambutku ini.
kata Brawijaya kepada Sunan Kalijaga.

Melihat permintaan itu, Sunan Kalijaga masih memantapkan niat Raja Majapahir tersebut dengan berkata, 
Wahai Gusti Prabu, jika Gusti Prabu meminta dipotong rambutnya, maka hendaknya berniat lahir dan batin akan mengucapkan kalimah syahadat yang berarti masuk Islam. Sebab, jika niat Gusti Prabu hanya lahirnya saja, tentu rambut Gusti Prabu tidak mempan saya potong.
ujar Kalijaga.

Karena sebagai Raja Majapahit yang gemar melakukan tapa brata Sang Prabu dikenal sakti mandraguna. 
Kamu masih belum percaya padaku, Ngger Said, percayalah aku benar-benar telah lahir dan batin berniat memeluk agama Islam.
ujar Prabu Brawijaya.

Lalu Sunan Kalijaga berhasil mencukur rambut Sang Prabu Brawijaya V. 

Setelah itu Sang Prabu mandi besar sebagai isyarat kesungguhan memeluk Islam. 

Sunan Kalijaga pun membimbing Prabu Brawijaya V untuk mengucapkan kalimah syahadat. 

Dengan mengucapkan kalimah syahadat berarti Sang Prabu benar-benar telah memeluk Agama Islam.

Masuknya Islam Prabu Brawijaya V di depan Sunan Kalijaga tidak urung menyebabkan kemurkaan Sabda Palon dan Naya Genggong. 

Namun keduanya tidak bisa berbuat banyak dihadapan Sunan Kalijaga. 

Kedua penasihat spritual ini pun kemudian pergi meninggalkan Prabu Brawijaya V dengan mengeluarkan kutukan bahwa mereka akan kembali menguasai tanah Jawa 500 tahun lagi.

Setelah kepergian Sabda Palon dan Naya Genggong, maka Prabu Brawijaya V benar-benar menjalankan syariat Islam yang diajarkan Sunan Kalijaga. 

Dalam pergulatannya menjalankan spiritual, konon Sang Prabu Brawijaya V sampai mengalami moksa, yakni hilang beserta raganya.
☆☆☆☆☆
117 Keturunan Brawijaya
Raja terakhir Majapahit, Brawijaya V, memiliki 117 orang putera-puteri dari beberapa isteri dan banyak selir.

Permaisuri maupunselir-selir itu kebanyakan adalah upeti dari kerajaan atau penguasa lain yang tunduk atau mengakui eksistensi Majapahit.

Tentu saja jumlahnya banyak sekali, mengingat luasnya wilayah Majapahit dan banyaknya negeri lain yang mengakui eksistensi Majapahit.

Sebagai raja tentu saja sang Prabu tidak mungkin bisa menolak upeti atau persembahan yang cantik-cantik tersebut.

Selain bisa mencederai persahabatan dengan kerajaan-kerajaan lain, juga tak baik menolak persembahan dari daerah-daerah taklukan.

Banyaknya putera-puteri sang Prabu tersebut, di sisi lain bermanfaat melestarikan kekuasaan untuk wilayah kekuasaan yang begitu luas. Setelah dewasa beberapa putera Brawijaya V diberi jabatan bupati atau adipati dan ditugaskan jadi penguasa di berbagai wilayah kekuasaan Majapahit. Beberapa anak perempuan dinikahkan dengan penguasa atau anak penguasa lain sebagai tanda pengikatan.

Dengan cara begini diharapkan seluruh wilayah kekuasaan dan seluruh tali persahabatan dengan kerajaan lain bisa terus dikendalikan dan dilestarikan.

Ini membuktikan betapa luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit pada saat itu.

Karena sebagai Raja Majapahit yang gemar melakukan tapa brata Sang Prabu dikenal sakti mandraguna. 
Kamu masih belum percaya padaku, Ngger Said, percayalah aku benar-benar telah lahir dan batin berniat memeluk agama Islam, 
ujar Prabu Brawijaya.

Lalu Sunan Kalijaga berhasil mencukur rambut Sang Prabu Brawijaya V. 

Setelah itu Sang Prabu mandi besar sebagai isyarat kesungguhan memeluk Islam. 

Sunan Kalijaga pun membimbing Prabu Brawijaya V untuk mengucapkan kalimah syahadat. Dengan mengucapkan kalimah syahadat berarti Sang Prabu benar-benar telah memeluk Agama Islam.

Masuknya Islam Prabu Brawijaya V di depan Sunan Kalijaga tidak urung menyebabkan kemurkaan Sabda Palon dan Naya Genggong

Namun keduanya tak bisa berbuat banyak dihadapan Sunan Kalijaga. Kedua penasihat spritual ini pun kemudian pergi meninggalkan Prabu Brawijaya V dengan mengeluarkan kutukan bahwa mereka akan kembali menguasai tanah Jawa 500 tahun lagi. 

Setelah kepergian Sabda Palon dan Naya Genggong, maka Prabu Brawijaya V benar-benar menjalankan syariat Islam yang diajarkan Sunan Kalijaga. 

Dalam pergulatannya menjalankan spiritual, konon Sang Prabu Brawijaya V sampai mengalami moksa, yakni hilang beserta raganya.
117 Putera-puteri Prabu Brawijaya V :
  1. Raden Jaka Dilah (Aryo Damar) – dijadikan Adipati Palembang
  2. Raden Jaka Pekik (Harya Jaran Panoleh) – Adipati Sumenep
  3. Putri Ratna Pambayun, menikah dengan Prabu Srimakurung Handayaningrat
  4. Raden Jaka Peteng
  5. Raden Jaka Maya (Harya Dewa Ketuk) – dijadikan adipati di Bali
  6. Dewi Manik – menikah dengan Hario Sumangsang Adipati Gagelang
  7. Raden Jaka Prabangkara – pergi ke negeri sahabat, Cina
  8. Raden Harya Kuwik – dijadikan Adipati Borneo/ Kalimantan
  9. Raden Jaka Kutik (Harya Tarunaba) – dijadikan Adipati Makasar
  10. Raden Jaka Sujalma – jadi adipati Suralegawa di Blambangan
  11. Raden Surenggana – tewas dalam peristiwa penyerbuan Demak
  12. Retno Bintara – menikah dengan Adipati Nusabarung, Tumenggung Singosaren
  13. Raden Patah – dijadikan Adipati & Sultan Demak
  14. Raden Bondan Kejawan, Ki Ageng Tarub III – menurunkan raja-raja Mataram Islam
  15. Retno Kedaton – muksa di Umbul Kendat Pengging
  16. Retno Kumolo (Raden Ayu Adipati Jipang) – menikah dengan Ki Hajar Windusana
  17. Raden Jaka Mulya (Raden Gajah Permada)
  18. Putri Retno Mas Sakti – menikah dengan Juru Paningrat
  19. Putri Retno Marlangen – menikah dengan Adipati Lowanu;
  20. Putri Retno Setaman – menikah dengan Adipati Jaran Panoleh di Gawang;
  21. Retno Setapan – menikah dengan Bupati Kedu Wilayah Pengging, Harya Bangah
  22. Raden Jakar Piturun – dijadikan Adipati Ponorogo dikenal sebagai Betara Katong
  23. Raden Gugur – hilang/muksa di Gunung Lawu
  24. Putri Kaniten – menikah dengan Hario Baribin di Madura
  25. Putri Baniraras – menikah dengan Hario Pekik di Pengging
  26. Raden Bondan Surati – tewas “mati obong” di Hutan Lawar Gunung Kidul
  27. Retno Amba – menikah dengan Hario Partaka
  28. Retno Kaniraras
  29. Raden Ariwangsa
  30. Raden Harya Suwangsa – Ki Ageng Wotsinom di Kedu
  31. Retno Bukasari – menikah dengan Haryo Bacuk
  32. Raden Jaka Dandun – nama gelar Syeh Belabelu
  33. Retno Mundri (Nyai Gadung Mlati) – menikah dengan Raden Bubaran dan muksa di Sendak Pandak Bantul
  34. Raden Jaka Sander – nama gelar Nawangsaka
  35. Raden Jaka Bolod – nama gelar Kidangsoka
  36. Raden Jaka Barak – nama gelar Carang Gana
  37. Raden Jaka Balarong
  38. Raden Jaka Kekurih/Pacangkringan
  39. Retno Campur
  40. Raden Jaka Dubruk/ Raden Semawung/ Pangeran Tatung Malara
  41. Raden Jaka Lepih/ Raden Kanduruhan
  42. Raden Jaka Jadhing/ Raden Malang Semirang
  43. Raden Jaka Balurd/Ki Ageng Megatsari/Ki Ageng Mangir I
  44. Raden Jaka Lanangm – dimakamkan di Mentaok Jogja
  45. Raden Jaka Wuri
  46. Retno Sekati
  47. Raden Jaka Balarang
  48. Raden Jaka Tuka/ Raden Banyak Wulan
  49. Raden Jaka Maluda/ Banyak Modang – dimakamkan di Prengguk Gunung Kidul
  50. Raden Jaka Lacung/Banyak Patra/Harya Surengbala
  51. Retno Rantam
  52. Raden Jaka Jantur
  53. Raden Jaka Semprung/Raden Tepas – dimakamkan di Brosot Kulonprogo
  54. Raden Jaka Gambyong
  55. Raden Jaka Lambare/ Pecattanda – dimakamkan di Gunung Gambar, Ngawen, Gunung Kidul
  56. Raden Jaka Umyang/ Harya Tiran
  57. Raden Jaka Sirih/Raden Andamoing
  58. Raden Joko Dolok/ Raden Manguri
  59. Retno Maniwen
  60. Raden Jaka Tambak
  61. Raden Jaka Lawu/ Raden Paningrong
  62. Raden Jaka Darong/ Raden Atasingron
  63. Raden Jaka Balado/ Raden Barat Ketigo
  64. Raden Beladu/ Raden Tawangtalun
  65. Raden Jaka Gurit
  66. Raden Jaka Balang
  67. Raden Jaka Lengis/ Jajatan
  68. Raden Jaka Guntur
  69. Raden Jaka Malad/ Raden Panjangjiwo
  70. Raden Jaka Mareng/ Raden Pulangjiwo
  71. Raden Jaka Jotang/ Raden Sitayadu
  72. Raden Jaka Karadu/ Raden Macanpura
  73. Raden Jaka Pengalasan
  74. Raden Jaka Dander/ Ki Ageng Gagak Aking
  75. Raden Jaka Jenggring/ Raden Karawita
  76. Raden Jaka Haryo
  77. Raden Jaka Pamekas
  78. Raden Jaka Krendha/ Raden Harya Panular
  79. Retna Kentringmanik
  80. Raden Jaka Salembar/ Raden Panangkilan
  81. Retno Palupi – menikah dengan Ki Surawijaya (Pangeran Jenu Kanoman)
  82. Raden Jaka Tangkeban/Raden Anengwulan – dimakamkan di Gunung Kidul
  83. Raden Kudana Wangsa
  84. Raden Jaka Trubus
  85. Raden Jaka Buras/ Raden Salingsingan – dimakamkan di Gunung Kidul
  86. Raden Jaka Lambung/ Raden Astracapa/ Kyai Wanapala
  87. Raden Jaka Lemburu
  88. Raden Jaka Deplang/ Raden Yudasara
  89. Raden Jaka Nara/ Sawunggaling
  90. Raden Jaka Panekti/ Raden Jaka Tawangsari/ Pangeran Banjaransari dimakamkan di Taruwongso Sukoharjo
  91. Raden Jaka Penatas/ Raden Panuroto
  92. Raden Jaka Raras/ Raden Lokananta
  93. Raden Jaka Gatot/ Raden Balacuri
  94. Raden Jaka Badu/ Raden Suragading
  95. Raden Jaka Suseno/ Raden Kaniten
  96. Raden Jaka Wirun/ Raden Larasido
  97. Raden Jaka Ketuk/ Raden Lehaksin
  98. Raden Jaka Dalem/ Raden Gagak Pranala
  99. Raden Jaka Suwarna/ Raden Taningkingkung
  100. Raden Rasukrama menikah dengan Adipati Penanggungan
  101. Raden Jaka Suwanda/ Raden Harya Lelana
  102. Raden Jaka Suweda/ Raden Lembu Narada
  103. Raden Jaka Temburu/ Raden Adangkara
  104. Raden Jaka Pengawe/ Raden Sangumerta
  105. Raden Jaka Suwana/ Raden Tembayat
  106. Raden Jaka Gapyuk/ Ki Ageng Pancungan
  107. Raden Jaka Bodo/ Ki Ageng Majasto
  108. Raden Jaka Wadag/ Raden kaliyatu
  109. Raden Jaka Wajar/ Seh Sabuk Janur
  110. Raden Jaka Bluwo/ Seh Sekardelimo
  111. Raden Jaka Sengara/ Ki Ageng Pring
  112. Raden Jaka Suwida
  113. Raden Jaka Balabur/ Raden Kudanara Angsa
  114. Raden Jaka Taningkung
  115. Raden Retno Kanitren
  116. Raden Jaka Sander (Harya Sander)
  117. Raden Jaka Delog/ Ki Ageng Jatinom Klaten
Catatan Kehancuran Majapahit
Ada 8 putera Brawijaya V ditugaskan dan berkedudukan di pulau Bali, diiringi oleh banyak punggawa/ abdi dalem dan rakyat pengikutnya.

Di tempat tujuan mereka mendirikan kerajaan baru dan di kemudian hari mereka menurunkan para raja Bali.

Kelompok yang pindah ke Bali ini menjadi kelompok yang selamat dari pembasmian, ketika Demak menghancurkan Majapahit, karena tidak terjangkau oleh kejaran lawan politik.

Sementara itu kebanyakan putra-putri Brawijaya V yang lain terpaksa harus menyelamatkan diri dan bertebaran ke berbagai tempat.

Sebagian dari mereka melarikan diri bersembunyi ke hutan atau gunung. Seperti misalnya di Pandak, Bantul, di situ dikenal satu makam Kyai Ewer/ Klewer. 

Dia adalah prajurit Majapahit yang dikejar tentara Demak, bersembunyi di tanah tandus dan bajunya sobek-sobek (pating klewer). Ini yang menguatkan kesimpulan bahwa apa yang dikisahkan dalam Serat Darmagandul, sekalipun serat itu lebih berbentuk sebagai sebuah buku sastra ketimbang buku sejarah, bahwa:
Majapahit memang runtuh oleh Demak 
diteruskan dengan pembantaian besar-besaran.

Majapahit runtuh diserbu oleh Raden Patah yang adalah putera Brawijaya V sendiri.

Raden Patah berani melanggar pesan sang eyang, Sunan Ampel, akibat bujukan halus Sunan Kudus dan para sunan yang lain. Apalagi pada waktu itu, Sunan Ampel sudah wafat.

Catatan sejarah lain menyebutkan bahwa kerajaan Cirebon dan para wali adalah arsitek dan pendukung utama penyerbuan tersebut.

Sedangkan Sang Prabu Brawijaya V konon merasa serba-salah menghadapi puteranya sendiri.

Para prajurit pun menjadi setengah hati dan kurang semangat berperang. Setelah pertempuran yang berkepanjangan, akhirnya Majapahit pun dikalahkan.

Paska kemenangan Demak dan para sekutunya, terjadi pembumi-hangusan yang sistematik terhadap kekuatan politik maupun warisan budaya Majapahit. 

Peristiwa pembunuhan Ki Ageng Kebo Kenongo oleh Sunan Kudus adalah atas perintah Raden Patah dan ini menjadi salah satu petunjuk akan benarnya kesimpulan tersebut.

Tidak lama setelah Demak menghancurkan Majapahit, maka seluruh pengganggu potensial harus juga disingkirkan, lepas dari mereka benar-benar akan jadi mengganggu atau tidak.
Baca Juga
  1. Data Keluarga Eyang Anomsari Generasi Ke IV-VI Dari Ki Tohari - 
  2. Eyang Anomsari - 
  3. Eyang Raga Runting - 
  4. Eyang Santri - 
  5. Pasar Setan Di Gunung Merbabu - 
  6. Pentur Sunan Kalijogo Ijo Royo-Royo - 
  7. Pesan Nyi Sekar Arum Melati Untuk Gunung Merapi - 
  8. Prabu Brawijaya V (Raja Terakhir Kerajaan Majapahit) - 
  9. Sanepo Telo Widoro Upas - 
  10. Waluyo Dan Jaran Kepang Paguyuban Perkutut Putih - 
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT