Efek Dunning–Kruger (Bias Kognitif) dan Bias konfirmasi: (Jebakan pikiran yang akan membuat kita luput dari melihat realitas yang objektif).

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang: 
Efek Dunning–Kruger (Bias Kognitif) dan Bias konfirmasi: (Jebakan pikiran yang akan membuat kita luput dari melihat realitas yang objektif).
Bias kognitif ini tak sedikit kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Sederhananya, ini adalah efek terbalik dimana orang-orang yang secara kognitif atau pengalaman kapasitasnya kurang merasa lebih percaya diri dengan kemampuan yang dimilikinya.

Sebuah persepsi semu yang membuat: 
Orang-orang yang (maaf) bodoh merasa dirinya pintar, orang-orang amatir memiliki kepercayaan diri seperti seorang profesional atau mereka yang cuma tahu sedikit tapi seolah tahu banyak.
Bias kognitif ini menunjukkan pada kita bahwa antara kemampuan dengan kepercayaan diri seseorang itu seperti tidak memiliki hubungan yang jelas.

Representasi dari tong kosong nyaring bunyinya layaknya kode etik yang sudah umum diketahui orang-orang.

Bitter Coffee Park rasa cukup dengan dengan melihat grafik berikut, kita akan langsung memahaminya.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pengetahuan yang dimiliki oleh seorang individu sebenarnya lebih sedikit.

Semakin kita mengetahui tentang suatu hal, sebenarnya ada banyak hal lainnya yang belum/ tidak kita ketahui.

Karena itu, kepercayaan diri yang berlebihan bisa jadi sebenarnya adalah jebakan dari kurangnya pengetahuan.

Ada beberapa skenario sebagai berikut:
Percobaan 1
Sekelompok orang dikumpulkan untuk kemudian dibagi ke dalam ruangan terpisah.

Masing-masing ruangan terdiri dari 1 orang dan di dalam ruangan tersebut terdapat sebuah bel yang mana jika mereka melakukan sesuatu maka bel tersebut akan berbunyi (tombol bel tersebut tidak disediakan di ruangan itu).

Lalu, masing-masing orang dalam kelompok tersebut melakukan berbagai hal untuk membuat bel tersebut berbunyi.

Setelah percobaan tersebut selesai, para peneliti mengumpulkan kembali sekelompok orang tersebut lalu menanyakan mengapa bel itu bisa berbunyi.

Dan masing-masing orang membuat kesimpulan yang berbeda-beda mengenai hal itu.

Si A bilang kalau dia memukul-mukul meja, maka belnya akan berbunyi lalu B bilang kalau dia menyentuh belnya sesekali maka belnya akan berbunyi lalu si C mengatakan kalau dia melambaikan tangan ke kamera maka belnya akan berbunyi, dan begitu seterusnya.

Sang profesor yang memimpin penelitian tersebut cuma manggut-manggut setelah mendengar hal itu.

Menurutmu siapa yang memberikan jawaban yang benar?
☆☆☆☆☆
Percobaan 2
Ada sebuah rumah mewah bekas yang dijual untuk sebuah keluarga.

Ketika si penjual rumah memberitahukan pada sekelompok calon pembeli bahwa di rumah tersebut pernah terjadi pembunuhan yang menewaskan salah seorang anggota keluarga dari penghuni sebelumnya, hal itu membuat sebagian besar dari mereka (si keluarga calon pembeli) jadi membatalkan keputusannya untuk membeli rumah tersebut meski telah ditawarkan potongan harga.

Dan ketika tidak diberitahukan hal demikian, sebagian besar dari calon pembeli memutuskan untuk mengambil rumah tersebut.

Manakah keputusan yang tepat?
☆☆☆☆☆
Skenario kejadian sehari-hari
Si A beranggapan bahwa orang-orang pada zaman dahulu hidup lebih lama ketimbang orang-orang pada masa sekarang yang umurnya lebih pendek.

Buktinya? 
Si A tidak lagi melihat/ mendengar bahwa ada orang yang umurnya 100 tahun atau lebih yang masih hidup sampai sekarang.

Lalu si A melihat di berita tentang maraknya vaksinasi bagi balita yang hidup di masa sekarang yang tidak pernah diterapkan oleh orang-orang zaman dulu.

Si A lalu menyimpulkan bahwa penyebab menurunnya usia harapan hidup orang-orang zaman sekarang adalah dikarenakan penggunaan vaksin.
☆☆☆☆☆
Ada seorang rohaniawan yang menyampaikan ceramah bahwa bencana gempa dan tsunami yang terjadi di negeri tersebut diakibatkan oleh perbuatan maksiat yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, lalu menyuruh para pendengar yang hadir disana untuk bertobat dan rajin beribadat.

Lalu ada seorang jemaah mengajukan pertanyaan,
Bagaimana dengan daerah yang tidak pernah terkena bencana alam tersebut, apakah disana tidak ada maksiat?
☆☆☆☆☆
Ada seseorang yang baru saja memenangkan undian berhadiah sejumlah uang setelah sebelumnya ia membaca ramalan zodiak yang mengatakan bahwa hari itu akan jadi hari keberuntungannya.

Orang tersebut kemudian berasumsi bahwa ramalan zodiak ternyata ada benarnya selama ini.
☆☆☆☆☆
Kecenderungan seseorang untuk mencari bukti-bukti yang menguatkan pendapat atau keyakinan pribadinya (dan mengabaikan bukti yang membantah hal tersebut) untuk kemudian itu dijadikan sebagai dasar penarikan kesimpulan yang dianggap benar disebut sebagai Confirmation Bias atau Bias Konfirmasi.

Dari percobaan dan skenario yang ada diatas adalah contoh nyata dari bias konfimasi.

Beberapa diantaranya mungkin sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Apa yang terjadi pada percobaan 1 sebenarnya adalah kejadian acak (random event).

Artinya tidak ada pola yang pasti mengapa bel itu bisa berbunyi.

Sang profesor sebenarnya membunyikan bel tersebut sekehendak hatinya saja.

Dengan kata lain, tidak ada satupun dari responden dalam kelompok tersebut yang memberikan jawaban yang benar.

Penelitian itu bukan bermaksud untuk membodohi orang-orang, akan tetapi sebetulnya lebih untuk melihat bagaimana kecenderungan cara berpikir seseorang untuk membuat sebuah kesimpulan.

Sedangkan dalam percobaan 2 memperlihatkan bahwa ekspektasi seseorang mengenai sesuatu dapat mempengaruhi persepsi orang tersebut yang seketika bisa membuat keputusannya berubah.

Padahal sebenarnya, di rumah itu tidak ada apa-apa.

Jadi, ekspektasi kita yang kuat mengenai suatu hal dapat mempengaruhi cara kita memandang hal tersebut.

Kebanyakan orang akan menolak untuk menerima apa yang tidak ingin mereka dengar dan menerima dengan gamblang sesuatu yang ingin mereka dengar, tanpa kelanjutan untuk memverifikasi sendiri kebenarannya.

Cara berpikir yang seperti ini sebenarnya rentan mengalami Cacat Logika (logical fallacy) dan menghambat pembelajaran kita untuk melihat realitas secara utuh.

Penarikan kesimpulan yang berdasarkan naluri ataupun opini pribadi yang subjektif, ekspektasi yang berlebihan, keyakinan yang kuat dan pola-pola acak yang digeneralisasi sebenarnya adalah jebakan pikiran yang akan membuat kita luput dari melihat realitas yang objektif.
☆☆☆☆☆

Baca Juga:

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT