Alasan Bitter Coffee Park Suka Nongkrong Di Warung Kopi

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Alasan Bitter Coffee Park Suka Nongkrong Di Warung Kopi
Dari sekian banyak aktivitas yang Bitter Coffee Park lakukan, nongkrong akan menjadi suatu hal yang selalu menarik bagi Bitter Coffee Park, meskipun sebagian orang menganggap aktivitas ini sia-sia dan hanya membuang-buang waktu.

Bagi setiap orang yang berpendapat seperti itu, Bitter Coffee Park akan katakan bahwa berdiam diri yang kita lakukan justru pembawa sebuah kesialan.

Akhirnya kita sampai pada hakikat seorang manusia, bahwa setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda, dan kita (kemungkinan besar) hanya akan beririsan dengan orang yang sepemikiran dengan kita.

Berapa banyak dari kita yang benar-benar mampu membaur dan melebur dengan orang yang tidak sepemikiran? 
Seorang yang memiliki hobi nongkrong akan sering berbaur dengan orang yang lebih suka di rumah misalnya, atau seorang dengan hobi berolahraga akan sering mengikuti hobi bermusik dari kawannya.

Meskipun, kita tak menutup kemungkinan bahwa Allah juga menciptakan beberapa manusia dengan karunia yang luar biasa.

Ada orang yang mampu memasuki beragam lapisan masyarakat.

Diajak nonton konser, ayo, memancing di empang, berangkat, berjalan-jalan ke Mall, boleh juga.

Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya.

Konsep keanekaragaman yang diciptakan oleh Allah, agaknya menuntun kita untuk menjadi orang yang berada pada sebuah koridor   atau setidaknya menyukai suatu hal lebih daripada hal lain.

Dan Bitter Coffee Park, terbentuk menjadi orang yang hobi untuk nongkrong atau membuang-buang waktu.

Budaya dan lingkungan yang menyatu nyatanya cukup mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.

Sedari kecil hidup di lingkungan yang banyak omong nyatanya mempertajam karakter ekstrovert.

Bahkan ada sumber yang menyatakan bahwa karakter dipengaruhi kuat oleh lingkungan.

Terlahir dari kedua orang tua yang tidak pendiam menyebabkan Bitter Coffee Park tertular. (Buah jatuh tak jauh dari pohonnya).

Di kota kelahiran Bitter Coffee Park, rumah Bitter Coffee Park berlokasi di Pusat Kota Surabaya.

Dapat dibayangkan bagaimana kondisi perkampungan, warganya rukun dan sangat peduli dengan masing-masing orang.

Tidak ketinggalan, bumbu arogansi dari masing-masing ibu rumah tangga di tiap arisan metropolitan.

Sebuah pernyataan:
Anakku wingi ranking siji ning sekolah.
(anakku kemarin mendapatkan ranking 1 di sekolah
sering terlontar dari ibu-ibu di arisan metropolitan.

Atau ujaran-ujaran membanggakan putra-putrinya dalam berbagai macam jenis lainnya.

Singkatnya, ngerumpi adalah hobi wajib dari ibu-ibu di perkampungan manapun.

Beranjak kuliah, aku ditempatkan di sebuah kota bersejarah.

Hemat Bitter Coffee Park, dengan segala kepahlawanan dan kekerasannya, Bitter Coffee Park merangkum Surabaya menjadi dua kata:
  1. Nyangkruk (nongkrong) dan 
  2. Nyangkem (berasal dari kata cangkem yang berarti mulut, atau identik dengan ngobrol).
Keberadaan warung kopi di sekeliling tempat Kerja  (tidak ketinggalan doktrin dari senior untuk selalu ritual di warung kopi )  semakin membentuk kepribadian Bitter Coffee Park (dan juga teman-teman Bitter Coffee Park).

Kehidupan di tempat kerja tidak lepas dari warung kopi dan kuliner-kuliner hiburan rakyat.

Mendorong diri ini untuk senantiasa mencari kehidupan di sudut-sudut kota.

Entah sekedar menikmati indomie goreng dan secangkir kopi, atau mengikuti isu-isu ter-update di sekitar.

Barangkali, suatu motivasi mulia ini masih Bitter Coffee Park percaya hingga kini.

Bahkan nongkrong-pun, Bitter Coffee Park tetap mendapatkan pelajaran.

Apabila Sahabat Bitter adalah seorang introvert akan menganggap bahwa nongkrong hanya akan membuang-buang waktunya, akan di-cap sebagai perbuatan konyol.

Maka sebaliknya, orang ekstrovert akan menganggap bahwa berdiam diri menandakan suatu keengganan untuk berkembang.

Padahal nyatanya, kedua hal tersebut hanya perspektif dari dua sudut pandang yang berbeda.
(Nah, barusan kita belajar agar tidak asal melakukan justifikasi terhadap karakter seseorang)

Ada pun begitu halnya dengan hobi, seseorang yang hobi nongkrong tidak dapat disamakan dengan para gamers yang lebih tertarik untuk berdiam diri di depan perangkat komputer.

Meskipun tidak jarang, ada orang-orang yang mencakupi keduanya.

Kita sepatutnya meletakkan toleransi setinggi-tinggi terhadap preferensi seseorang dalam melakukan suatu hobi.

Bagi Bitter Coffee Park, bercengkrama dengan teman merupakan suatu pembelajaran.

Sama halnya dengan berdiam diri membaca buku (btw, membaca buku seorang diri lebih identik dengan karakter ekstrovert atau introvert?).

Berbincang-bincang artinya melakukan pertukaran pola pikir, berbagi kisah hidup yang dapat diilhami.

Seni dari sebuah kebiasaan nongkrong ada di sana.

Value-nya yaitu hal-hal yang diperbincangkan, bukan orangnya (kita harus membiasakan menutup mata terhadap subyek dan mulai menghargai perkataan yang terlontar dari mulutnya).

Mendengarkan ceramah dari seorang kawan tentunya akan menambah khazanah ilmu, memberikan masukan terhadap kegundahan sahabat akan mengasah kepekaan kita, dialog-dialog singkat akan melatih saraf negosiasi kita.
Bukankah itu semua menandakan sebuah pembelajaran?

Memasuki sebuah alasan paling mendasar dan religius dari ketertarikanku terhadap dunia pertongkrongan.

Kodratnya, sebagai seorang manusia, kita adalah khalifah.

Hal ini tertuang dalam Al-Baqarah ayat 30 bahwa penciptaan kita di Bumi untuk tujuan kekhalifahan. (Tolong jangan hujat karena Bitter Coffee Park sok religius, Bitter Coffee Park juga masih belajar).

Sebagai seorang khalifah, tugasnya tentu berbuat kebaikan.

Bitter Coffee Park rasa, kita sudah satu frekuensi bahwa berbicara dengan teman dapat menimbulkan sebuah maslahat.

Meskipun hal tersebut tergantung substansi yang dibicarakan.

Baiklah, kita persempit definisi kita terhadap sebuah obrolan yang bermanfaat dan menggambarkan simbiosis mutualisme.

Melakukan obrolan intens, berarti melakukan sebuah kebaikan.

Membagikan sesuatu kepada orang lain. Hal ini yang selalu aku percayai.

Bukan tanpa sebuah alasan.

Menurut Sahabat Bitter,
Apakah berbagi ilmu juga merupakan sebuah infaq?
Terlepas apapun referensi Sahabat Bitter:
  1. Apabila jawaban Sahabat Bitter ‘tidak’, maka Sahabat Bitter telah menyelesaikan membaca tulisan ini; dan
  2. Apabila jawaban Sahabat Bitter ‘Yess’, here we go!
Dalam Surah Al Baqarah ayat 1–5, dijelaskan siapa saja orang-orang yang termasuk dalam golongan orang-orang bertaqwa, yaitu:
  1. Mereka yang beriman pada yang ghoib (Allah);
  2. Mereka yang melaksanakan sholat;
  3. Mereka yang menginfakkan sebagian rezeki;
  4. Mereka yang beriman kepada Al-Qur’an; dan
  5. Mereka yang yakin akan adanya akhirat.
Pada dasarnya, poinnya adalah infaq, merupakan ciri-ciri orang yang bertaqwa.

Bagi Bitter Coffee Park, nongkrong atau sekedar menemani teman yang membutuhkan bantuan merupakan infaq waktu.

Itulah mengapa Bitter Coffee Park menanyakan pendapat terkait infaq, bisa jadi pendapat Sahabat Bitter bahwa infaq hanya sebatas harta.

Dan lebih dalam, meluangkan waktu untuk kepentingan bersama, tidak hanya nongkrong yang lebih banyak mudharat-nya, adalah sebuah investasi.

Bitter Coffee Park masih percaya, bahwa saat kita memudahkan urusan orang lain maka Allah yang mengurusi perkara kita.

Itulah mengapa Bitter Coffee Park lebih suka berada di luar.

Mendapatkan untuk berbagi dan berbagi untuk mendapatkan.
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT