Gerakan Perawat Millenial Dalam Mendukung Praktik Keperawatan Mandiri

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Gerakan Perawat Millenial Dalam Mendukung Praktik Keperawatan Mandiri
Sejumlah persoalan masih membelit profesi perawat. Dari mulai soal status pekerjaan, peningkatan kapasitas mutu perawat, hingga soal masalah kesejahteraan. Terkait kesejahteraan misalnya, hingga kini tak sedikit para perawat yang dibayar seikhlasnya. Bahkan di salah satu daerah ada perawat yang sama sekali tidak dibayar. Padahal mereka telah bekerja hampir 24 jam sehari, tapi tak dibayar.

Dari data yang di temukan di rumah sakit di Kendari, dari 157 perawat, 56 PNS dan 131 TKS. Jelas ini tidak benar, masa iya lebih banyak TKS dan tidak dibayar juga.

Karena, selama 44 tahun PPNI terus berjuang agar gaji perawat bisa di atas upah minimum provinsi (UMP). Idealnya gaji perawat 3x UMP. Sebab gaji perawat di Indonesia sangat rendah dibanding negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan lain-lain.

Dengan sudah menyurati daerah-daerah agar para perawat diberikan gaji di atas UMP.

Selain itu PPNI juga harus berjuang agar rumah sakit yang tidak mau membayar gaji perawat 3x UMP tidak diberikan izin untuk beroperasi. Sebab perawat menjadi ujung tombak pelayanan jaminan kesehatan nasional (JKN).

Sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan perawat, PPNI tengah memfasilitasi anggotanya untuk praktik mandiri serta mendukung dan mendampingi pengurusan perizinannya untuk mendorong peningkatan kesejahteraan perawat melalui “Gerakan Perawat Dalam Mendukung Praktik Keperawatan Mandiri”.

Praktik Keperawatan adalah wujud nyata dari Pelayanan Keperawatan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.

Untuk mewujudkan gerakan tersebut, PPNI dapat menetapkan Pedoman Praktik Keperawatan Mandiri sebagai panduan bagi semua perawat dalam melakukan praktik keperawatan mandiri.

Ketika perawat diberi kesempatan praktek mandiri, selain dia bertugas di Rumah Sakit, Puskesmas, di Klinik atau dirumahnya, maka akan banyak cakupan-cakupan program kesehatan yang bisa diberikan.

Dengan demikian diharapkan hal ini bisa membantu dalam berkontribusi terhadap pencapaian target-target pemerintah di bidang kesehatan.

Sejatinya praktik perawat mandiri ini telah mendapat ijin dari negara sejak tahun 2001 dari Kementerian Kesehatan. Namun, dalam implementasinya banyak hambatan-hambatan yang terjadi terutama di dinas-dinas kesehatan di daerah, yang enggan mengeluarkan ijin praktik.

Alasannya, bila ijin diberikan, khawatir dianggap sama prakteknya dengan seorang dokter. 

Sehingga banyak daerah-daerah yang tidak mau mengeluarkan ijin praktik untuk perawat. Akibatnya jumlah perawat yang praktik sangat sedikit. Tentu saja diperlukan adanya regulasi yang memperkuat ini.

Seharusnya solusi yang ditawarkan PPNI kepada pemerintah adalah bagaimana perawat tersebut bisa dimanfaatkan sebagai agen-agen pembangunan sampai tingkat desa. PPNI juga harus mengusulkan tentang bagaimana agar ada perawat desa, yang keberadaannya sudah ada sejak dulu.

Perawat zaman dahulu yang kerap disebut Mantri itu, kontribusinya sangat luar biasa dalam melayani kesehatan masyarakat. Tapi, hari ini sudah tidak ada program itu, sehingga para perawat-perawat Indonesia, pilihannya lebih banyak bekerja di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes), seperti di Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik dan itu jumlahnya tidak cukup menampung dengan kondisi yang ada.
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT