Perjalanan Spiritual dengan Gus Eko, Ki Mpu Bagus dan Kang Lupus dari Komunitas KITS di Arca Joko Dolog

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Perjalanan Spiritual dengan Gus Eko, Ki Mpu Bagus dan Kang Lupus dari Komunitas KITS di Arca Joko Dolog
Photo dari Kiri: Ki Paut Anomsari, Gus Eko, Ki Mpu Bagus dan Kang Lupus
Jum'at malam tepatnya pada tanggal 6 Juli 2019, Bitter Coffee Park melakukan peremuan dengan Gus Eko, dan Ki Mpu Bagus dari komunitas KITS lalu disusul oleh Kang Lupus yang juga dari Komunitas KITS di area Situs Joko Dolog. Pertemuan ini terjadi dengan Spontanitas tanpa ada rencana Awal.
Logo Komunitas KITS
Berawal, dari Gus Eko yang mengajak Ki Mpu Bagus ke makam Eyang Yudokardono, namun dialihkan ke Situs Joko Dolog oleh Ki Mpu Bagus karena mendapakan Wisik didalam jiwanya untuk diarahkan kesana.

Joko Dolog dapat ditemukan di Jalan Taman Aspari. Patung ini adalah patung Budha. Dikatakan telah dilakukan pada tahun 1289 untuk menghormati pemakaman Raja Kertanagara, yang merupakan raja terakhir Singosari. Diyakini telah dibawa ke Surabaya sekitar 300 tahun yang lalu. Patung itu dapat ditemukan langsung di depan rumah gubernur Jawa Timur, dan aroma dupa tetap berada di udara karena masih merupakan situs ziarah yang populer.
Konon Patung Joko Dolog ini pernah hendak di bawa oleh Kolonial Belanda dari Kediri dan hendak di bawa ke Belanda. Namun, ketika hendak di lakukan pemindahan ke, Patung Joko Dolog tidak dapat di angkat, hingga akhirnya di tinggalkan di lokasi tersebut.

PERJALANAN SPIRITUAL GUS EKO DI JOKO DOLOG
1. Ritual Sesembahan
Sebelum kami melakukan hajatan, kami melakukan Sasembahan di depan Arca Joko Dolog agar mendapatkan restu dari Sang Pencipta.

Dengan Bimbingan dari Ki Mpu Bagus, kami melakukan ritual tersebut.
Ki Mpu Bagus menjelaskan bahwa di Patung Joko Dolog ini adalah tempat melakukan Ritual Penarikan Rejeki.

Dengan malakukan doa disini, kemungkinan besar akan terkabul dan dilancarkan rejeki.
2. Ritual Pemagaran Diri
Ritual Pemagaran diri atau bisa disebut Ritual Tri Tungal Suci ini ditujukan agar tidak ada gangguan dari unsur-unsur negatif dari sekitar lokasi.
Pemilihan lokasi ini ditentukan Oleh Gus Eko karena adanya wisik yang membimbing untuk berada di area tersebut.

Arahan di bawah pohon beringin, tuntunan yang didapat dari Trisula Weda yang ada di punggung kirinya.
Dari proses Ritual itu, kami dihadiri berbagai banyak astral yang muncul, seperti sosok Betoro, Siluman Ular dan masih banyak lainnya.

Pada awalnya, Gus Eko sering mendapat gangguan, dari Mahkluk-Mahkluk yang tidak diharapakan. Hingga Ritual harus di ulang berkali-kali.

Ki Mpu Bagus memaparkan, didalam ritual tersebut Ki Mpu Bagus melihat sebuah tungku yang belum penuh didalam diri Gus Eko.

Ini menandakan bahwa masih akan banyak menampung rejeki yang baik dikedepan harinya.
Setelah ritual selesai, kami menutup acara dengan santap Makan Nasi Goreng Krengsengan.

Alhamdulillah Warek n mantep....
Di ujung ritual kami, kami ditemui seseorang wanita setengah baya yang mengtas namakan Mbak Santi.

Mbak Santi merasa prihatin terhadap keberadaan Situs Joko Dolog ini. Tempat yang sakral tetapi sering dilanggar.

Menurut beliau, penataan Arca-Arca kecil yang kurang tepat dalam penemptannya.

Arca-arca yang di anggap sakral ini, sering sekali di langkahi oleh pengunjung-pengunjung di Joko Dolog ini.

Harapan beliau, adanya lebih perhatian pemerintah kepada keberadaan Situs ini karena sebagai warisan budaya leluhur kita.
Agar Kita lebig mengenal Situs Joko Dolok ini, ada baiknya kita memahami sejarah yang sesunggunya.

PATUNG JOGO DOLOG ADALAH ARCA BUDDHA AKSHOBYA
Patung yang Hilang Di Candi Kawi
Gus Eko dan Ki Paut Anomsari Melakukan Ritual Sasembahan di Joko Dolog
Sebuah gambar batu Buddha Akshobya, yang dengan anehnya cocok dengan deskripsi Patung Yang Hilang Di Candi Jawi, dapat ditemukan hari ini di sebuah taman kecil terpencil di Surabaya. Dikenal secara lokal sebagai Joko Dolog, patung ini menampilkan prasasti Sansekerta yang panjang, diukir dengan rapi di sekitar dasarnya. Ketika diterjemahkan untuk pertama kalinya awal abad ini, prasasti itu ditemukan untuk mengungkap informasi sejarah penting yang berasal dari periode segera sebelum berdirinya Majapahit. Diterjemahkan pada tahun 1289 oleh penulis Buddha bernama Nada, isinya kira-kira sebagai berikut

Dikatakan bahwa beberapa tahun yang lalu, orang bijak Mpu Bharada membagi tanah Jawa menjadi Kerajaan Janggala dan Panjalu (Kediri), dengan tujuan menyelesaikan perselisihan antara dua bersaudara atas suksesi.Pembagian itu dibuat secara ajaib, melalui air suci yang ditaburkan keluar dari toples dari langit. Namun, pada masa pemerintahan Sri Wishnuwardhana negara itu dipersatukan kembali untuk kesenangan dan manfaat semua orang. Penguasa, yang patungnya dikatakan potret, adalah putra Wishnuwardhana, Kertanagara, yang menugaskan gambar tersebut sebagai simbol penyatuan ini.

Informasi yang terkandung dalam prasasti Joko Dolog sangat menarik karena tampaknya membangun keaslian tokoh dan peristiwa sejarah tertentu, yang sebelumnya hanya diketahui dari literatur Jawa kuno.

Kisah pembagian Jawa oleh bijak Mpu Bharada tentu saja terkenal, dan mengacu pada pemerintahan Raja Airlangga di abad ke-11. Di sisi lain, dengan memberikan kredit kepada Wishnuwardhana karena telah menyatukan kembali negara, prasasti tersebut telah meragukan keandalan sumber-sumber sastra tradisional. Ini benar dalam kaitannya dengan kisah Ken Angrok dan Ken Dedes, yang telah dianggap oleh sebagian orang sebagai pemalsuan yang lengkap.

Namun, sejak penemuan tahun 1975 dari sejumlah lembaran tembaga bertulis yang berasal dari wilayah Kediri, cahaya baru telah ditumpahkan pada tahun-tahun awal periode Singosari. Dikenal sebagai prasasti Mula Malurung, yang diterbitkan oleh Raja Kertanagara pada tahun 1255, ia menyebutkan nama-nama Wishnuwardhana, Tohjaya, serta sejumlah raja lain yang sebelumnya tidak dikenal oleh para sejarawan.

Akhirnya, dan yang paling menarik, prasasti Mula Malurung nampaknya menyarankan keberadaan Ken Angrok, dengan demikian setidaknya menegaskan dasar historis untuk sebuah cerita yang dianggap hampir seluruhnya sebagai mitos.

LEGNDA JOKO DOLOG YANG BERKEMBANG DI SURABAYA
Joko Dolog adalah sebuah patung di kota Surabaya warisan Kerajaan Majapahit. Tapi menurut cerita rakyat daerah Jawa Timur. Joko Dolog merupakan sebuah patung yang konon merupakan penjelmaan dari tubuh Pangeran Jaka Taruna putra adipati Kediri. 

Menurut cerita, Jaka Taruna ingin mempersunting Purbawati, putri Adipati Jayengrana. 

Adipati Jayengrana merupakan adipati Surabaya. 

Tapi Jaka Taruna kalah bertarung melawan Pangeran Situbondo dan juga Jaka Jumput hingga akhirnya berubah menjadi patung.

Pangeran Situbondo Hendak Memper-sunting Purbawati
Alkisah Purbawati, putri Adipati Jayengrana tengah gelisah karena hendak dilamar oleh Situbondo, seorang pangeran Madura, putra Adipati Cakraningrat. Putri Purbawati ingin menolak lamaran Pangeran Situbondo karena telah mencintai Jaka Taruna dari Kadipaten Kediri. Tapi untuk menolak lamaran Pangeran Sirubondo ia merasa tidak enak mengingat hubungan persahabatan ayahnya dengan ayah Pangeran Situbondo terjalin sangat baik. Ia khawatir akan terjadi permusuhan antara Surabaya dan Madura.

Pangeran Situbondo berlayar dari Madura menuju Surabaya untuk melamar Purbawati. Tidak lama kemudian, Pangeran Situbondo tiba di Surabaya. Ia segera menemui Purbawati. Adipati Jayengrana menyerahkan sepenuhnya keputusan pernikahan pada Purbawati. Karena merasa kebingungan, Purbawati akhirnya memberikan syarat sangat berat pada Pangeran Situbondo jika ingin mempersuntingnya. Ia memberikan syarat agar pangeran Situbondo membuka hutan di wilayah Surabaya yang terkenal sangat angker. Ia beralasan, hutan tersebut dibuka agar bisa menjadi tempat tinggal mereka dan keturunan mereka.

Meskipun syaratnya sangat berat, tapi Pangeran Situbondo menyanggupinya. Ia segera masuk ke dalam hutan Surabaya angker tersebut dan mulai bekerja membuka hutan. Dengan kesaktiannya, Pangeran Situbondo merasa yakin dapat membuka hutan tersebut dengan mudah.

Saat Pangeran Situbondo tengah membuka hutan, datanglah Pangeran Jaka Taruna ke Surabaya. Ia merasa kaget ketika mengetahui bahwa Pangeran dari Madura tengah membuka hutan sebagai syarat mempersunting Purbawati. Demi cintanya, Jaka Taruna segera menemui Adipati Jayengrana. Ia mengatakan bahwa ia telah lama menjalin kasih dengan Purbawati. Jaka Taruna menyatakan ingin mempersunting Purbawati.

Adipati Jayengrana menjadi bingung. Ia menyesalkan mengapa Jaka Taruna terlambat melamar Purbawati. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Adipati Jayengrana selain menyerahkan masalah tersebut sepenuhnya kepada putrinya, Purbawati.

Purbawati lantas meminta Pangeran Jaka Taruna yang ia cintai untuk ikut membuka hutan sebagai syarat mempersuntingnya.

Pangeran Jaka Taruna Berduel Dengan Pangeran Situbondo
Jaka Taruna segera pergi ke hutan Surabaya untuk ikut membukanya. Ia membuka hutan di lokasi berdekatan dengan hutan tempat Pangeran Situbondo. Ketika keduanya bertemu, Pangeran Situbondo bertanya sedang apa ia di hutan tersebut. Pangeran Jaka Taruna mengatakan bahwa ia tengah membuka hutan sebagai syarat menikahi Purbawati.

Mendengar jawaban Jaka Taruna, Pangeran Situbondo sangat marah. Ia langsung menyerang Jaka Taruna. Keduanya lantas bertarung sengit mengerahkan segala kesaktian masing-masing. Ternyata kesaktian Situbondo jauh di atas kesaktian Jaka Taruna. Tidak lama kemudian Situbondo mampu memukul Jaka Taruna hingga tubuh Jaka Taruna terpental jauh. Tubuh Jaka Taruna tersangkut di atas pohon. Situbondo kemudian pergi dari tempat itu meninggalkan Jata Taruna begitu saja.

Jaka Taruna berteriak-teriak minta tolong karena ia tidak mampu melepaskan diri dari pohon. Namun hutan angker tersebut sangat jarang dilewati manusia sehingga tidak ada seorang pun mendengarnya. Beberapa lama kemudian ada seorang pemuda bernama Jaka Jumput mendengar teriakan Jaka Taruna. Ia kemudian mendekati Jaka Taruna dan menanyakan apa yang telah terjadi. Jaka Taruna kemudian menceritakan hal yang menimpanya. Setelah Jaka Jumput menolongnya melepaskan dari pohon, Jaka Taruna meminta bantuannya untuk mengalahkan Pangeran Situbondo. Ia berjanji jika Jaka Jumput mampu mengalahkan Situbondo, ia akan mengabulkan apapun permintaan Jaka Jumput.

Situbondo Dikalahkan Jaka Jumput
Jaka Jumput menyatakan kesediannya untuk mengalahkan Situbondo. Ia segera mencari Situbondo untuk menantang duel. Setelah ia bertemu Situbondo, ia langsung menantang duel. Situbondo merasa marah karena ditantang duel oleh orang yang baru ia kenal. Mereka berdua langsung bertempur, mengerahkan segala kesaktiannya, sementara Jaka Taruna hanya menonton dari kejauhan.

Setelah sekian lama adu kesaktian, Situbondo mulai terlihat kelelahan. Ternyata Jaka Jumput merupakan pemuda tangguh dan sakti mandraguna. Situbondo akhirnya merasa tidak sanggup melawan Jaka Jumput. Ia kemudian melarikan diri ke wilayah timur Kadipaten Surabaya. Wilayah tersebut di kemudian hari diberi nama Situbondo, sesuai dengan nama Pangeran Situbondo.

Jaka Taruna Berbohong
Melihat Pangeran Situbondo kalah, Pangeran Jaka Taruna segera pergi menemui Adipati Jayengrana dan Purbawati. Ia mengatakan bahwa Situbondo telah kalah bertarung dan lari ke timur. “Paman Adipati, Hamba telah berhasil mengalahkan Pangeran Situbondo. Ia telah lari ke wilayah timur dan tidak akan kembali. Oleh karenanya izinkanlah hamba mempersunting Purbawati.” kata Pangeran Jaka Taruna.

Tapi tidak lama kemudian datanglah Jaka Jumput di Kadipaten Surabaya menemui Pangeran Jaka Taruna. Saat mengetahui bahwa Pangeran Jaka Taruna mengaku-ngaku telah mengalahkan Pangeran Situbondo, Jaka Jumput merasa geram. Ia segera menemui Adipati Jayengrana dan mengatakan bahwa Pangeran Jaka Taruna telah berbohong. 

Mohon maaf atas kelancangan hamba, Adipati Jayengrana. Pangeran Jaka Taruna telah membohongi Kanjeng Adipati. Hamba telah mengalahkan Pangeran Situbondo, bukan Jaka Taruna.
kata Jaka Jumput.

Pangeran Jaka Taruna berang dengan pengakuan Jaka Jumput. Ia membantah telah berbohong pada Adipati Jayengrana. “Jangan percaya dia Kanjeng Adipati. Akulah yang telah mengalahkan Pangeran Situbondo. Jangan percaya orang yang baru dikenal.” kata Pangeran Jaka Taruna.

Adipati Jayengrana terperanjat dengan pengakuan Jaka Jumput. Ia merasa bingung dengan keadaan ini. Ia lantas meminta bukti pada Jaka Taruna dan Jaka Jumput bahwa mereka telah mengalahkan Pangeran Situbondo. 

Jika memang salah satu diantara kalian benar-benar telah mengalahkan Pangeran Situbondo, apa buktinya?
tanya Adipati Jayengrana.

Jaka Jumput kemudian mengeluarkan sebilah keris milik Pangeran Situbondo, kemudian menyerahkannya pada Adipati Jayengrana. 

Ini adalah keris milik Pangeran Situbondo, Kanjeng Adipati. Ini adalah bukti bahwa hamba telah mengalahkan Situbondo, bukan Jaka Taruna.
kata Jaka Jumput. Sedangkan Jaka Taruna tidak memiliki bukti apapun. 

Ia hanya terdiam.

Memang benar ini adalah keris milik Pangeran Situbondo.
kata Adipati Jayengrana. “Lantas mana bukti yang kau miliki hai Jaka Taruna?” tanya Adipati pada Jaka Taruna.

Jaka Taruna Berubah Menjadi Patung Joko Dolog
Pangeran Jaka Taruna hanya terdiam. Ia merasa malu karena kebohongannya terbongkar dengan kedatangan Jaka Jumput. Karena merasa tidak terima, ia lalu menantang Jaka Jumput untuk berduel. 
Kenapa Kanjeng percaya pada orang yang baru dikenal? Saya menantang Jaka Jumput berduel. Kita buktikan siapa lebih kuat diantara kita berdua.

Baiklah, Siapa diantara kalian memenangkan pertarungan maka ia boleh mempersunting putriku, Purbawati.
kata Adipati Jayengrana.

Pangeran Jaka Taruna kemudian berduel dengan Jaka Jumput. Keduanya mengerahkan kesaktian milik mereka. Jaka Taruna menggunakan keris pusakanya sementara Jaka Jumput menggunakan senjata cambuk yang ia beri nama Kyai Gembolo Geni. 

Awalnya pertarungan berjalan seimbang namun lambat laun Jaka Taruna terlihat tidak mampu mengimbangi kesaktian Jaka Jumput. Sampai akhirnya cambuk Jaka Jumput mengenai tubuhnya, sehingga membuat Pangeran Jaka Taruna terjatuh dan tergeletak di tanah tidak berdaya.

Jaka Taruna, mengapa engkau berani membohongiku. Aku kecewa denganmu.
kata Adipati Jayerngrana.

Pangeran Jaka Taruna hanya diam tergeletak di tanah. Tubuhnya lemah seusai bertarung. Ia juga sangat malu.

Mengapa engkau tidak menjawab pertanyaanku hai Jaka Taruna? 
Mengapa sekarang engkau hanya diam seperti patung?
Adipati Jayengrana merasa jengkel.

Tidak lama kemudian terjadi sebuah keanehan, tubuh Pangeran Jaka Taruna berubah menjadi sebuah patung. Ucapan Adipati Jayengrana menjadi sebuah kutukan. Di kemudian hari, patung Pangeran Jaka Taruna dinamakan Joko Dolog.
Referensi:
  1. Agni, Danu. 2013. Cerita Anak Seribu Pulau.Yogyakarta: Buku Pintar.
  2. Komandoko, Gamal. 2013. Koleksi Terbaik 100 plus Dongeng Rakyat Nusantara, PT.Buku Seru.
☆☆☆☆☆
Hay Friends Of Bitter, Bitter Coffee Park this Time will invite you in the stile of the chat coffe shops on:
Joko Dolog Statue
Joko Dolog Statue
Joko Dolog can be found on Taman Aspari Street. This statue is a Buddhist statue. It is said to have been made in the year 1289 in honor of the funeral of King Kertanagara, who was the last king of Singosari. It is believed to have been carried to Surabaya about 300 years ago. The statue can be found directly in front of the mansion of the governor of East Java, and the aroma of incense remains in the air as it is still a popular pilgrimage site.

A stone image of the Buddha Akshobya, curiously matching the description of the ‘"missing statue" at Candi Jawi, can be found today in a small secluded park in Surabaya. Known locally as Joko Dolog, the statue displays a lengthy Sanskrit inscription, carved neatly around its base. When it was translated for the first time early this century, the inscription was found to reveal important historical information dating from the period immediately prior to the founding of Majapahit. Translated in the year 1289 by a Buddhist scribe named Nada, the contents are roughly as follows.
It is said that many years ago, the sage Mpu Bharada divided the land of Java into the kingdoms of Janggala and Panjalu (Kediri), with the purpose of settling a dispute between two brothers over succession. The division was created magically, by means of holy water sprinkled out of a jar from the sky. However, during the reign of Sri Wishnuwardhana the country was reunited to the joy and benefit of all. The ruler, of whom the statue is said to be a portrait, was Wishnuwardhana’s son, Kertanagara, who commissioned the image as a symbol of this unification.
The information contained in the Joko Dolog inscription is especially interesting because it appears to establish the authenticity of certain historical figures and events, previously known only from ancient Javanese literature. The story of the division of Java by the sage Mpu Bharada is of course well known, and refers to the reign of King Airlangga in the 11th century. On the other hand, by giving Wishnuwardhana the credit for having reunited the country, the inscription has cast some doubt upon the reliability of traditional literary sources. This is true in regards to the story of Ken Angrok and Ken Dedes, which has been dismissed by some as complete fabrication.
Yet, since the 1975 discovery of a number of inscribed copper sheets originating from the region of Kediri, new light has been shed on the early years of the Singosari period. Known as the inscription of Mula Malurung, issued by King Kertanagara in 1255, it mentions the names of Wishnuwardhana, Tohjaya, as well as a number of other kings who have previously been unknown to historians. Finally, and most interestingly, the Mula Malurung inscription appears to suggest the existence of Ken Angrok, thus at least confirming a historical basis for a story which was regarded almost entirely as a myth.
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT