Seperti Apa tanda orang yang gila hormat?

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Seperti Apa tanda orang yang gila hormat?
Datang tak dijemput, pulang tak diantar. Ini bukan jelangkung lho. 
Ketika membaca kalimat pertama itu, barangkali yang muncul di kepala Sahabat Bitter sosok jelangkung. 

Memang ungkapan itu menjadi populer setelah mainan mistis berupa ritual memanggil setan itu difilmkan. 

Tetapi tahukah Sahabat Bitter arti sebenarnya dari kata-kata itu yang sejatinya adalah peribahasa bangsa kita?
Bitter Coffee Park yakin tidak semua orang, termasuk Sahabat Bitter mungkin, tahu makna sebenarnya.

Tapi tidak usah terlalu dipikirkan terlalu mistis dan dalam karena Sahabat Bitter sama dengan Bitter Coffee Park. 

Didalam buku, kata:
Datang tidak berjemput, pulang tidak berantar.
Memiliki makna:
Hanya beda di awalan, namun maknanya sendiri sama. 

  • Kenapa peribahasa itu bisa muncul, sudah pasti berdasarkan kejadian dalam kehidupan sehari-hari?
  • Apakah Sahabat Bitter pernah mengalami kejadian sebagaimana dimaknakan dalam peribahasa itu?
Sadar atau tidak, mungkin kita pernah memperlakukan orang lain tidak sebagaimana layaknya.

Contoh gampang saja, kita tidak menghormati orang yang lebih tua yang selayaknya memang harus kita hormati. 

Bitter Coffee Park tidak menyalahkan yang muda dan membenarkan yang tua. 

Bisa saja itu terjadi karena ada sebab tertentu yang menjadi si muda tidak gampang menaruh hormat. 

Terbiasa dilayani, misalnya. Atau, bisa juga karena suatu hal yang ada di pihak yang tua yang menyebabkan dia tidak pantas diberi hormat oleh si muda. 

Namun demikian, sopan santun yang ada di dalam masyarakat mendidik kita untuk menghormati orang tua. 

Alasan pertama adalah karena dari segi usia mereka memang lebih tua. 

Kemudian wawasan luas yang berasal dari banyaknya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki bisa menjadi sumber belajar bagi yang muda. 

Setelah itu, perilaku positifnya bisa memberikan keteladanan. 

Itu ajaran yang kita terima, dan itu bukan berarti mendudukkan yang tua untuk jadi gila hormat.

Yang perlu ditambahkan dari etika itu, barangkali bukan hanya yang muda saja yang menaruh hormat kepada yang tua. 

Sebagai orang tua, tidak ada buruknya memberi contoh yang baik dengan menghormati juga yang muda. 

Penghormatan kepada yang muda di sini maksudnya adalah untuk menunjukkan bahwa sudah selayaknya manusia hidup itu saling menghormati. 

Orang tua yang menghormati anaknya menjadikan perilakunya itu sebagai pelajaran perlunya menghargai kepentingan pihak lain. 

Contoh dari orang tua mengajarkan untuk tidak mementingkan diri sendiri dan mendidik kepentingan kelompok (masyarakat) supaya lebih diutamakan. 

Orang tua atau orang muda sama-sama memiliki kepentingan dan masing-masing juga seharusnya saling menghormati.

Bitter Coffee Park sendiri tidak ada masalah jika harus menghormati yang lebih muda. 

Dan Bitter coffee Park memang selalu berusaha melakukan hal itu. 

Tidak ada ruginya buat saya. 

Nenek moyang Bitter Coffee Park bilang nothing to lose lah. 

Apa ruginya jika menghormati yang lebih muda kemudian menghasilkan hubungan yang harmonis dan silaturahim jadi terpelihara? 

Gila hormat bisa juga menjadi cerminan jiwa orang yang egois. 

Harus keperluannya dulu yang dipentingkan. 

Sebagai kepala, dia merasa berhak dihormati anak buah. 

Sebagai orang tua, hanya si anak yang wajib menghormati. 

Hormat juga bisa menjadikan seseorang arogan. 

GILA HORMAT BISA JADI PENYAKIT
Dalam dunia kerja baik di lembaga pemerintah maupun swasta, setiap pegawai mengalami masa-masa perekrutan, orientasi, menjalani karier dengan meniti mulai dari level paling bawah sesuai dengan ijazah yang dimiliki, menaiki tangga demi tangga pangkat/ jabatan sampai masa purna tugas. 

PNS awalnya pensiun usia 56 tahun, ABRI dan Polri 48 tahun, kemudian berdasarkan UU ASN No.5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pasal 90, pensiunnya menjadi 58 tahun bagi staf, dan 60 tahun bagi pimpinan, serta 60 tahun untuk yang mempunyai jabatan fungsional madya, dan 65 tahun bagi fungsional utama.

PNS/ ASN di awal karier sebagai staf biasa, setelah mempunyai masa kerja dan kinerja yang dinilai baik oleh atasan dipromosikan menjadi pimpinan mulai dari level yang paling rendah di jabatan struktural sebagai eselon IV. 

Seiring dengan masa kerja, pengalaman terus naik sampai menduduki jabatan menengah dan puncak. 

Namun yang terjadi seorang yang memiliki kekuasan mulai berulah.

Dengan mengatas namakan kekuasaan, hilanglah sifat humanis, tenggang rasa, perikemanusiaan, mengatas namakan penegakan disiplin, tetapi sangat subyektif.

Disiplin, kerja keras, kerja tuntas, inovatif, kreatif, tanggung jawab, amanah, jujur, menjalin kerjasama, tidak diskriminasi, tidak KKN, tegas, bijaksana ini selayaknya dimiliki oleh setiap PNS, apapun jabatannya (pimpinan dan bawahan). 

Menjadi tidak wajar bila pimpinan merasa sok kuasa, sok tahu, arogan, like and dislike, tidak suka bila ada bawahan yang melebihi dalam segala hal (harta, kesuksesan keluarga, prestasi, jaringan luas, pangkat, gaji dan tunjangan). 

Pimpinan model ini berarti pemimpin sakit secara psikis, walau secara lahiriah lincah, pandai berargumen dengan atasan lebih tinggi yang ujung-ujungnya untuk kepentingan dan keuntungan pribadi, keluarga dan kroninya.

Pimpinan yang sakit psikis biasanya gila kerja (workaholic), gila hormat, gila sanjungan, gila dipuji, gila kekuasan, licik (bukan cerdik), demi untuk mendapatkan pengakuan, agar disegani oleh bawahan. 

Keberanian dan ketegasan memberi hukuman disiplin tanpa melalui peringatan dan pembinaan, menjadi sisi positif sekedar untuk mengelabuhi pimpinan puncak agar terus memberi kepercayaan. 

Selain itu untuk menutupi niat jahatnya menjatuhkan/ membersihkan orang-orang disekitarnya yang menghalangi sepak terjangnya, karena ulahnya menjadikan suasana kerja tidak nyaman dan tidak tenang.

Melakukan politik devide et impera, secara gerilya dalam suatu lingkungan kerja. Bagi yang melawan tanpa kompromi langsung dipindahkan atas nama kekuasaan. 

Sungguh tidak nyaman mendapatkan pimpinan yang adigang, adigung, adiguna, artinya mengandalkan kekuatan, kekuasaan, dan kepandaian yang dimiliki. 

Model pimpinan begini biasanya tidak bersikap adil dan bijaksanan dalam menghadapi bawahan, pilih kasih, dan tidak ramah, tega membinasakan, menyakiti hati dan medolimi bawahan. 

Tidak ingat kalau doa orang yang didolimi langsung dikabulkan oleh Alloh SWT. 

Menebar kebencian dan permusuhan dalam berbagai rapat koordinasi yang tidak ada relevansinya.

Kalau ada bawahan yang sudah mempunyai catatan disiplin tidak baik menurut ukurannya, sampai pensiun pun di cap jelek, dan dipindahkan sesukanya karena berkuasa. 

Sebaliknya bawahan yang suka menjilat memberi laporan palsu, tidak jujur, tidak amanah justru dicap baik menurutnya, diberi kepercayaan dan dipromosikan. 

Inilah yang tidak pernah disadari bahwa perbuatannya itu tidak adgil, tidak obyektif, tetapi sangat subyektif tidak mengikuti ketentuan yang berlaku, karena ditafsirkan sesuai dengan kepentingannya. 

Tidak ada orang yang berani melawan karena kuasa dan pengaruhnya ditakuti bawahan. 

Bila ada bawahan yang berani melawan di cap berani melawan institusi.

Model pimpinan yang gila kekuasaan, tidak senang ada bawahan berprestasi, senang disanjung orang lain, suka mengatur, gila jabatan, menuntut keputusannya dituruti, suka dilayani, butuh pengakuan dengan jabatannya, bila pensiun gelisah, khawatir, takut, dan rentan dengan Post Power Syndrome

Intinya pimpinan model ini sejatinya tidak legowo untuk melepaskan jabatannya, tidak melihat realita usia yang terus bertambah dan sampai pada titik untuk berhenti dengan hormat alias pensiun.

Masa purna tugas atau pensiun sebenarnya bukan hal yang perlu ditakuti, apalagi sampai stres karena nilai dari struk gaji terjun bebas sebesar 75 persen dari gaji pokok, semua tunjangan dan fasilitas hilang. 

Kalau tidak mensyukuri dan menikmati keindahan pensiun, justru menjadi bencana, berbagai penyakit muncul, akhirnya stroke. 

Menderita sindrom pasca kekuasaan sering diderita oleh PNS karena secara mental tidak siap pensiun, walaupun ada hak untuk mengambil Masa Persiapan Pensiun (MPP) satu (1) tahun sebelum Terhitung Mulai Tanggal (TMT) pensiun.

MPP sebenarnya sebagai masa untuk mempersiapkan diri setelah benar-benar pensiun, kegiatan positif seperti apa yang dapat dilakukan. 

Ketika menjadi pimpinan piawi mengatur bawahan dengan perencanaan, program, sasaran, target, anehnya ketika pensiun tidak bisa mengatur dirinya sendiri. 

Akibatnya menderita Post Power Syndrome, sangat menderita dan merepotkan keluarganya, hidupnya dibayang-bayangi masa kejayaan, kehebatan saat berkuasa. 

Tidak mempunyai bawahan, hilang fasilitas, tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikan, dan yang menyakitkan mantan anak buah sudah melupakan karena ketika berkuasa bersikap sewenang-wenang. 

Jadi pensiunnya pimpinan model ini menjadi anugerah bagi para bawahannya, terbebas dari rasa tidak nyaman. 

Sementara mantan pimpinan yang sudah kehilangan gigi taring dan tanduk, dalam kesunyian berkepanjangan. 

Padahal pensiun adalah masa terindah yang perlu disyukuri dan dinikmati.

TANDA TANDA ORANG GILA HORMAT
Artikel ini dikutib dari IDN TIME dengan judul:


Gila hormat adalah salah satu sifat yang bisa menjadi penyakit. 

Sifat ini sering dianggap sepele padahal sebenarnya dapat menyebabkan orang di sekitar jengah. 

Selain itu, sifat ini juga bisa menghambat kemajuan seseorang.

Ingin tahu apakah orang sekitar Sahabat Bitter ada yang gila hormat? 
Coba Sahabat Bitter temukan tandanya di artikel ini!

1. Melihat seseorang dari pangkat atau kedudukannya
Photo Credit: Glen Wilson
Orang gila hormat biasanya melihat seseorang itu dari pangkat dan kedudukannya. Dia menganggap orang yang memiliki jabatan tinggi itu adalah orang penting yang harus diutamakan. Sedangkan orang yang tak punya jabatan apapun bisa diperlakukan seenaknya sendiri.

2. Berambisi mendapatkan pangkat karena ingin dianggap penting
Photo credit: Mary Cybulski
Orang yang gila hormat itu sangat berambisi untuk mendapatkan jabatan. Dia ingin dianggap penting sehingga dia berusaha sekuat tenaga menunjukkan bahwa dirinya itu harus dihargai.

3. Merasa bahwa semua junior itu harus memberi hormat kepada senior
imdb.com
Dia merasa bahwa semua junior atau orang baru di lingkungannya itu harus memberi hormat pada senior. Tidak jarang orang gila hormat itu menunjukkan bahwa dirinya punya kekuasaan dan bersifat angkuh. Padahal sebenarnya dia itu bukan siapa-siapa.

4. Semua hal harus lewat dia supaya dianggap memiliki peranan penting
Photo by Francois Duhamel
Sifatnya yang gila hormat membuat orang ini mewajibkan dirinya sebagai perantara dalam berbagai hal. Selain ingin dianggap penting, dia juga ingin keberadaan dan kemampuannya diakui.

5. Semua omongannya harus didengerin kalau gak nanti bakal baper
Photo by Francois Duhamel
Semua omongannya dia itu harus didengarkan, kalau tidak dia bakal tersinggung atau marah. Dia merasa bahwa apa yang dikatakannya itu hal penting dan semua orang wajib berterimakasih padanya.

6. Ingin dihormati tapi belum tentu mau menghormati orang lain
Photo credit: Mary Cybulski
Orang gila hormat itu selalu ingin dihormati, dia ingin semua orang terutama yang lebih muda darinya wajib respek padanya. Padahal dia sendiri juga belum tentu akan menghormati orang lain.

Apakah ada tanda yang Sahabat Bitter temukan di teman Sahabat Bitter?







No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT