Diatas Tanah Berbatu

Program KKN yang kami ikuti kebetulan pas bulan Agustus-September 98 memang menyisakan musim hujan yang lebat.

Lebih-lebih, lokasi desa Tahunan, Kecamatan Sale, Kab. Rembang berada di kaki pegunungan dan hutan jati yang luas.

Praktis daerah ini sering kebagian hujan yang tidak pernah melihat pagi, siang, atau malam.

Karena dalam kelompok kami di desa Tahunan berjumlah lima belas mahasiswa, diantaranya terdapat dua cewek dari jurusan tari dan musik, maka untuk setiap program atau tugas keluar posko, kami sepakat membagikan rata dua cewek itu buat penyegaran.

Yang tinggal di posko ya, katakanlah untuk pemanis suasana posko biar tidak berkesan kering mahasiswa seniman wanita. Begitupun untuk yang tugas keluar, selalu ada satu cewek menyertai. 
Sialnya, ada dua desa yang keluar jauh dari pusat pemerintahan desa Tahunan.

Pancuran dan Sumber Wungu adalah dua desa yang menyendiri.

Pancuran menempati di atas bukit Botak yang kira-kira 4 km dari pusat desa, sedang Sumberwungu hanya 3 km dari pusat desa, tapi berada di tengah hutan jati dan hutan lindung!

Tentu saja, untuk wilayah desa Pancuran yang memiliki jalur jalan belum beraspal itu, Petinggi menyediakan truk angkutan pasir buat kami pergunakan naik turun ke desa.

Tapi untuk Sumberwungu, mau nggak mau, jalan kaki menerobos hutan adalah alternatifnya.

Memang inilah satu-satunya jalan tikus yang selalu dilalui warga desa.

Lewat jalan setapak di tengah hutan yang banyak gua-guanya itulah, waktu tempuh ke desa Sumberwungu bisa dipotong jadi hanya 1,5 km saja.

Walaupun hanya satu setengah kilometer, tetap saja bagi Dira, anak tari 94 itu menjadi masalah besar. 

Anak Madiun yang bertubuh bongsor dengan ukuran buah dadanya yang 34B itu memang super manja. Gampang lelah dan sering jatuh pingsan.

Mau nggak mau, aku satu-satunya mahasiswa yang sedikit mengerti tentang seni pijat bugar mesti mendampingi kepergian Dira dalam setiap kali tugas.

Kedekatan kami kian akrab dan intim saja. Padahal kami semua tahu, aku sudah punya pacar di Jakarta, Dira punya pacar di Jogja. Entah setan apa yang mempertemukan hati kami di lokasi KKN ini.
"Kayaknya mau hujan, Ang !"
ujar Wismo sambil mendongak ke atas.

Kami berdelapan melihat ke atas. Benar, langit sudah mulai diliputi awan mendung yang tebal.

Sedangkan kami berdelapan masih separuh perjalanan di tengah hutan yang lebat ini.
"Bagaimana ini, Mas ?"
tanya Dira yang menggandeng lengan kiriku cemas.

Kupandangi wajah cantik gadis berkulit kuning langsat dengan potongan rambut yang lebat sebatas bahunya itu dikuncir dengan karet.

Aku hanya menghelakan nafas panjangku sejenak. Kemanapun kami bertugas, kaos KKN yang putih bersablon hitam adalah semacam uniform resmi, selain topi hitam dengan badge logo kampus yang kuning terang ini.
"Kita jalan terus saja, kalau turun hujan, kita semua cari gua terdekat... Berteduh. Ayoh...!"
aku memberi komando. 

Memang dalam kelompok KKN ini, aku sebenarnya hanya menjabat wakil ketua saja.

Justru jabatan ini yang paling berat. Ketua sering Kali menghadiri rapat-rapat di kantor kecamatan, kelurahan atau ke kabupaten dan pertemuan-pertemuan intern lainnya.

Praktis saja, aku yang menjadi komandonya di posko.

Baru kira-kira sepuluh langkah, hujan sudah turun mengguyur kami semua.

Karuan saja kami lari pontang-panting menyusuri jalan setapak ini dengan hati-hati terhadap licinnya jalan. 
"Gila, deras sekali!"
seru Aris yang bagian dokumentasi itu memeluk tas kameranya berlari paling depan. 
"Dimana gua terdekatnya nih...aku nggak bisa lihat dengan jelas !"
teriak Yudho menebarkan pandangannya mencari lokasi gua. 
"Jalan saja terus...cepat !"
kata Doni mendorong-dorong punggung Bowo dan Insan yang lamban itu. 
"Hati-hati ini licin tahu !"
sahut Insan kesal. 

Aku sendiri berjalan paling belakang menggandeng lengan Dira.
Cewek satu inipun seketika kian erat saja dalam menggandeng lenganku sambil menyilangkan lengan kirinya didepan dadanya.

Ya, karena hujan yang membasahi kami semua, kulit Dira jadi tembus pandang.

Cewek cantik ini memang hanya memakai BH putih saja dibalik kaos oblong KKN kami.

Kaosnya sendiri yang cukup tipis itu dan kini basah jadi mempertontonkan bentuk tubuh atas Dira yang aduhai indah dan cantik.

Gua yang kami cari akhirnya ketemu juga. Berlomba-lomba kami berlari menuju lokasi gua yang sebenarnya lebih tepat disebut kaki bukit yang bagian bawahnya mencekung ke dalam karena proses alam, sehingga membentuknya jadi mirip gua yang hanya sedalam tiga meter saja itu dengan lebar sepuluh meteran. 
"Gila, basah semua nih !"
umpat Doni kesal sambil mengibaskan rambut gondrongnya.

Bisa dikatakan, semua penampilan kami layaknya preman.

Berambut gondrong dengan tatto yang menghiasi hampir di sekujur tubuh, Kecuali aku.

Aku lebih memilih berambut gondrong saja.

Tanpa tatto dan anting di dimanapun saja tempatnya. Memang sejak SMA aku demen dengan gondrongkan rambut.

Itu pula yang bikin aku sering disetrap guru karena berani melawan peraturan sekolahku saat itu. 

Satu-persatu kami melepaskan kaos basah, memerasnya, lalu menaruhnya diatas batu kali yang banyak terdapat di muka gua.

Tampak tatto-tatto mereka yang mulai seram-seram dan indah-indah itu menghiasi kulit mereka yang berbadan bagai morfinis karena kurus dan keringnya. 
“Dingin Mas...aku kedinginan nih,.....,"
gumam Dira menggigil kedinginan itu mengaggetkan kami semua yang segera saja memandangi tubuhnya. 

Dira memang kulihat menggigil kedinginan sembari menyilangkan kedua lengan tangannya didadanya. 
"Don, bikin api unggun. Cepat semuanya saja, ayo !"
seruku sambil mencari ranting-ranting di sekitar gua. 

Sekalipun ranting-ranting kayu ini basah, kami tak peduli.

Ada sebagian ranting yang kami dapati masih kering didalam gua ini.

Bahkan kami juga menemukan bekas api unggun yang telah lama di dalam sana. 
“Bagaimana kita menyalakannya, Ang ?"
tanya Bowo memandangiku. 
“Lho, bukannya tadi kamu beli oli di bengkel Sumberwungu?" 
"Apa? Kita pakai oliku? Ini buat motor posko. Bukan buat api unggun !" 
"Sudahlah Wo, demi Dira. Kasihan dia...!"
sahut Insan mendekat. 

Bowo terdiam sejenak, lalu mengambil kaleng oli. 
"Nih, silakan dipakai...!"
ujar Bowo kesal. 

Doni segera menuangkan oli itu ketumpukan kayu kering.

Dengan kertas buku, Wismo dan Aris membakar dan menyalakan api unggun tersebut.

Api segera menyala besar.

Kayu-kayu basah kami tumpuk di atasnya begitu saja. 
"Sini Dira...,"
ucapku memeluk tubuh cewek cantik itu dari belakang di depan api unggun yang kami kelilingi bersama. 

Di luar, hujan kami lihat masih turun dengan deras sekali.

Mulut gua yang tak begitu tinggi itu jadi memiliki seperti tirai yang berupa air terjun dadakan.

Berulang kali aku perhatikan mata teman-teman menatap kami berdua dengan aneh sembari mendekatkan telapak tangan mereka masing-masing di dekat api.
“Lihat, teman-teman mencoba mengusir kedinginannya dengan lepas kaos dan mendekatkan tapak tanagn di bibir api. Bagaimana kalau Dira juga lepas saja kaosnya ? Kan tambah dingin kalao pakai kaos basah seperti ini...hmm ?"
tanyaku mencoba merayunya. 

Kuakui, aku dan teman-teman sudah seminggu ini membicarakan kesintalan tubuh Dira yang merangsnag kelelakian kami semua.

Desas-desus bahwa di kampus Dira bisa dipakai oleh dosen bahkan rektor memang sempat kami dengar.

Tapi itu dulu saat semester awal saja. Gossippun reda.

Tapi sempat juga muncul lagi Dira bisa diboking dengan bebas, atau hanya menukar putauw sepuluh gram, tubuhnya bisa dipakai bancakan beramai-ramai. 
"Apa ? Mas Angga, apa maksudmu ? Kalian ingin menonton tubuh telanjangku ya...? Kalian tak sadar ya, aku cewek. Bukan cowok seperti kalian, tahu ! Apa-apaan ini Mas ?!"
sahut Dira marah-marah mendorong tubuhku yang memeluk dia dari belakang sambil jongkok itu sehingga membuat aku terjengkang ke belakang.

Aku segera bangkit dengan senyum kecut. 
"Memang benar, kami sudah lama membicarakan dirimu....,"
ujar Yudho angkat bicara mendekati Dira. 
"Dan kupikir, ini waktu yang tepat. Kami ingin tahu persis tentang gosip itu...,
"tambah Doni. 
"Ayo Dira, biar kulepaskan kaos dan BH-nya...,"
imbuhku menarik kaos Dira. 
“Tidak. Jangan...apa-apaan kalian semua ini...jangan...ouh..tidaaak..jangan...!!!"
teriak-teriak Dira memberontak.

Tapi Insan segera menampar-nampar muka Dira.
"Diam kamu ! Ikuti perintah kami, ikuti mau kami. Dan tak ada apa-apa lagi setelahnya. Ngerti ?!"
seru Insan membentak yang hanya diangguki Dira dengan penuh kecewa dan penyesalannya. 

Kini Dira hanya menangis sejadi-jadinya. Air matanya jatuh dengan deras sekali. 
"Ayo Dira,copot saja kaos dan BH-nya...Kamu mesti telanjang bulat di depan kami semua. Lekas Dira...lakukan !!"
perintahku berapi-api. 

Dira hanya manggut-manggut sambil menangis tersedu-sedu.

Tapi sampai sejauh ini Dira hanya diam dan takut sekali. Ia kian menangis keras dan histeris. Kami tak sabar.

Aku mengajak Wismo, Yudho dan Doni untuk menelanjangi Dira. Bergegas aku menarik kaos basahnya Dira lewat atas kepalanya.

Sementara Doni menanggalkan celana panjang jeans Dira, yang diikuti Yudho menarik lepas celana dalamnya cewek cantik itu.

Bersamaan dengan itu, aku merengut BH-nya Dira.

Selama itu, Dira hanya memberontak kecil sambil menangis sejadi-jadinya.

Tapi justru kami kian beringas dan liar serta senang sekali. 
“Tidaaaak...jangan perkosa aku...jangan, ampuuuun...ouhhh...ooohhk , tidaaaak...!!!"
teriak-teriak mulut Dira sambil menjatuhkan diri di atas lantai gua yang berbatu cadas dan basah ini sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. 

Kami semua untuk sesaat lamanya tertegun menyaksikan betapa besar dan indahnya sepasang buah dadanya Dira yang berukuran 34B itu.

Aku juga lihat bahwa Dira membiarkan rambut kemaluannya tumbuh lebat dan tebal sekali. 
“Berdiri !"
perintah Aris mencambuk tubuh bugil Dira dengan ikat pinggangnya Dira sendiri yang terbuat dari kulit itu. 
"Aduuuh, sakit Ris,...sakit...ouhk...!!"
menjerit Dira memegangi pahanya dengan kedua tangannya yang membalur merah oleh sabetan cambuk Aris, sehingga kini dapat melihat puting-puting susunya Dira yang ranum coklat kehitaman itu masih lembut kecil. 
"Berdiri, bedebah cantik !"
hardik Aris mencambuk pantat Dira tiga kali. 
"Ahk, aduh...aaakkh..iya..iyaaa...!!"
sahut Dira di sela-sela tangisnya beranjak berdiri perlahan. 
"Ingat, kamu mesti menikmati permainan kami. Untuk pertama, Angga akan memperkosamu. Lalu, kamu tahu sendiri selanjutnya....hmmm ?"
ujar Aris garang menampar wajah Dira, lalu menyilakan aku maju.

Kulit Dira yang mulus basah itu tampak mengkilat-kilat oleh timpaan cahaya api unggun.

Begitu indah dan mengasyikkan.

Sejenak aku menanggalkan celanaku.

Kini aku telanjang bulat.

Aku segera jongkok, dan dengan laparnya, aku langsung memagut daging vaginanya Dira yang menggunduk tebal sekali dan empuk dengan celahnya yang dalam dan sempit itu berambut tebal sekali.

Lidahku tak henti-hentinya merajai bibir dalam vagina Dira dan kelentitnya yang ketat kecil.
Karuan saja Dira mengerang-erang nikmat sambil terus meneteskan air matanya itu memegangi kepalaku.
"Ouh...ooohhk,... aaahhk... ouhh hk... jangan Mas,...ouhk...aaahhhk...aaaouh k...aaahhhk...!!!"
teriak-teriak Dira yang kukira kini dia mulai terangsang. 

Tubuhnya mulai pula menggelinjang-gelinjang kegelian seperti menari-nari.

Teman-teman kudengar berceloteh ramai tak sabaran untuk mencicipi tubuh Dira.

Vagina Dira yang tebal itu segera kurasakan mengembang keras dengan mengeluarkan semacam minyak pelumasnya dari dalam. Kurasakan betul itu dari lidahku yang menjilati seluruh bagian dalam vaginanya Dira dan kelentitnya yang turut mengeras ketat.

Untuk sesaat lamanya aku memagut dan melumat-lumat daging vagina Dira dengan buas.

Erangan-erangan kecil cewek itu kian sering terdengar dan mengasyikkan birahi kami. 

Kini aku duduk di atas sebuah batu besar dan Dira kupangku diatas pahaku dengan buah dadanya yang menghadap ke wajahku, setelah terlebih dahulu batang zakarku yang setengah ereksi itu aku tancapkan di liang vaginanya. 
"Ouhhh Mas,...Mas...ouhhh....aaahkk.. ..!!"
gumam lembut mulut Dira saat mulutku mulai mengulum dan menghisap puting-puting susunya secara bergantian. 

Tak ketinggalan pula, jemari kedua tanganku ikut meremas-remas dan melintir-lintir gemas puting-puting buah dadanya yang sangat besar itu.

Tubuh bugil Dira kian menggerinjal-gerinjal indah dan geli. Nafasnya kian tersengal-sengal.

Keringat kami mulai mengembun di pori-pori tubuh kami. Buah dada Dira kurasakan kian mengembang besar dan kenyal ketat.

Begitupun puting-puting susunya yang sudah mengeras sekali itu tetap saja kumelintir-lintir dengan ganas.

Bergegas aku melepaskan diri. Kami berdiri berhadapan. Untuk sesaat lamanya kami saling berciuman dan berpagutan dengan mesranya. 
"Jongkok....!"
gumamku memerintah kalem. 

Dira paham. Dia segera berjongkok dan memasukkan batang zakarku ke dalam mulutnya sendiri dan mulai menghisap-hisap dengan keras dan binal. Bahkan jemari tangannya turut serta mengocok-ngocok zakarku.

Aku sungguh merasakan nikmat yang tiada tara indahnya. 
“Lebih keras, lebih kencang dan kuat Dira. Lakukanlah...ayoooh, yeaaah....ouhh...terussskan... !!"
perintahku menikmati permainan oralan Dira. 

Jelas sekali bahwa cewek ini sangat lihai. Jadi tentang gosip itu, kami berkeyakinan membenarkan.

Kulirik selintas, teman-teman mulai menanggalkan celananya dan mengocok-ngocok kalem batang zakar mereka sendiri-sendiri.

Aku merasakan bahwa tak kuasa lagi untuk menahan gejolak spermaku. Buruan saja aku mencabut zakarku dari mulut Dira.

Aku segera memerintahkan Dira untuk setengah menungging dengan menopang tubuhnya lewat kedua tangannya yang menumpu pada sebuah batu cadas. Dari posisi ini, aku dapat melihat jelas bibir vagina dan anus Dira yang merekah itu. 
"Ahhhhhhkk,....ouhhhk....aaahh hkkk...!!"
menjerit mulut Dira mengerang-erang keras terus menerus saat aku langsung menancapkan batang zakarku ke bibir vaginanya dan dengan keras langsung pula memperkosanya sembari berpegangan pada pinggulnya. 

Akibat gerakan maju mundur tubuhku yang menusuk-nusuk vagina Dira dengan batang zakarku, tubuh bugil Dirapun bergerak-gerak maju mundur.
loading...

Sehingga hal itu membuat sepasang buah dadanya yang sangat besar itu bergoyang-goyang dengan indahnya. Aku bergantian setiap dua puluh kali tusukan, batang zakarku kutancapkan di anus Dira yang sempit dan kering itu. 
"Addduh, aduh, aaaouh, sakit, ooouh.....aaaahhk...!!"
teriak-teriak mulut Dira merem-melek kedua bijih matanya itu kesakitan. 

Tapi aku segera menampar-nampar pantatnya. Dira tetap saja mengerang-erang sakit dan menangis keras. Zakarku yang gede menikam-nikam anus Dira yang kecil itu sungguh menimbulkan sensasi indah.

Ternyata Dira juga enak disodomi. Berulang kali aku bergantian menikamkan zakarku ke bibir vagina dan anus Dira. 
"Aku tak tahan, Ang, yuk bergabung semua !"
teriak Yudho maju didepan muka Dira. 
"Apa-apaan ini Mas, aku ...aku tak.. mbbbh,,, phhmm... oummmmp.. !!"
protes Dira yang tak mau dipakai beramai-ramai itu. 

Tapi saat itu juga Yudho langsung membungkam mulut Dira dengan memasukkan batang zakarnya di dalam mulut cewek bertubuh sintal itu.
"Hisap yang keras dan kuat. Ayo Dira, lakukan...!!"
seru Yudho menjambak rambut Dira sembari menggerak-gerakan pinggulnya menusuk-nusukkan zakarnya di mulut Dira.

Karuan saja Dira jadi memerah wajahnya.

Terpaksa saja, Dira mengikuti kemauan Yudho.

Cewek itu menghisap-hisap dan menyedot keras zakar Yudho yang kian mengeras saja.

Tangan kiri Dira berpegangan di paha kanan Yudho, sedangkan jemari tangan kanannya turut mengocok-ngocok batang zakarnya.

Kadang kala jemari Dira meremas-remas buah pelir Yudho, sehingga membuat cowok gondrong itu mengerang sakit nikmat.

Aris dan Wismo tak mau ketinggalan. Aris segera meremas-remas buah dada kanan Dira, sedangkan Wismo di buah dada kiri Dira.

Mereka seperti pemerah susu sapi yang sedang memerah susu Dira.

Sedangkan Doni mencambuki punggung Dira dengan ikat pinggang kulitnya.

Dira karuan saja menjerit sakit. Insan dan Bowo hanya berdiri mengapit Yudho. 
"Gantian Yud !"
seru Bowo. 
"Tunggu, ouh...hampir nih !!"
sahut Yudho yang sedetik kemudian memuncratkan air maninya di dalam mulut Dira. "Creeet....croooot......sreeet ...!!" 
"Telan semuanya Dira, telan dan bersihkan zakarku dari sperma !"
perintah Yudha yang dituruti Dira.

Sperma ditelan, dan cewek itu menjilati belepotan air maninya Yudho di seputar zakarnya sembari mengurut-urut batang zakarnya agar keluar semua sisa spermanya. Yudho kuperhatikan nampak puas. 

Aku masih menikam-nikam vagina Dira tanpa ampun lagi.

Beberapa detik kemudian aku mengikuti jejak Yudho.
"Creeeeeth...crroooot...sreeet ...crot...!!"
menyembur spermaku di dalam vagina Dira. 
"Ahhhhkk...ouhhh..oooup..mhhmm ..!!"
menjerit Dira yang segera mulutnya dimasuki zakar Bowo. 
"Lakukan Dira, lakukan...ayoooh...!!"
perintah Bowo menusuk-nusukkan zakarnya di mulut Dira. 

Aku segera mengusap-usapkan zakarku di anus dan bibir vagina Dira.

Aku dengan terengah-engah duduk disamping Yudho diatas batu sambil menyaksikan teman-teman beramai-ramai memperkosa Dira. 

Posisiku kini diambil alih oleh Doni.

Tapi Doni meminta Dira berbaring telentang diatas tubuh Doni sembari cowok itu menancapkan zakarnya di anus Dira. Nampaknya Doni ingin menyodomi. 

Melihat vagina Dira menganggur, Insan segera mengangkangi di atas dan menusukkan di vagina Dira yang telah licin oleh spermaku tadi.

Di atas, Bowo meneruskan aksinya. Ia menusuk-nusukkan zakarnya di mulut Dira.

Aris nampaknya tak tahan lagi. Cowok itu mengangkangi perut Dira sambil merapatkan buah dadanya Dira. Dan dengan lihai, Aris menjepitkan zakarnya diantara dua buah dadanya Dira.

Aris segera menusuk-nusukkan diantara jepitan buah dada Dira sembari melintir-lintir puting susunya. Karuan saja, Dira kian menggerinjal-gerinjal hebat.

Di atas, Bowo menusukkan zakarnya pada mulut Dira, di buah dadanya Aris mengocok-ngocok zakarnya di jepitannya, di bawahnya lagi, Insan menikam-nikam kan zakarnya di vaginanya. Sedangkan Doni melakukan sodomi atas anus Dira. Sungguh indah menyaksikan adegan itu.

Jeritan-jeritan mulut mereka saling berbaur jadi satu. Keringat membasahi tubuh mereka dengan deras.

Selang dua puluh menit, Insan memuncratkan air maninya di dalam vagina Dira dan sebagian sperma itu jatuh berlepotan di luar bibir vaginanya dan perut Dira.
"Creeet...crooot..."
muncrat terakhir sperma zakar Insan yang kemudian duduk di atas batu dengan lemas. Wismo yang sejak tadi mengocok zakarnya sendiri langsung mengambil alih posisi Insan. 
"Wah,sudah terlampau licin. Sudah penuh sperma kalian !!"
ujar Doni tetap saja memperkosa Dira lewat vaginanya. 

Tak berapa lama Bowo menyemburkan air maninya di zakarnya dan masuk ke mulut Dira.
"Crreet,...croooot....sreeet.. .!!"
muncrat sperma itu yang segera diurut-urut sendiri oleh Bowo dan sisa spermanya masuk dan ditelan mulut Dira. 

Aris segera mengambil posisi Bowo.

Tapi karena sejak tadi Aris sudah mengocok zakarnya sendiri, lalu mengocok disela jepitan buah dada Dira, jadi saat baru lima menit di oralan Dira, zakar Aris langsung memuncratkan air maninya di mulut Dira.
"Creeet...croooot...srrret...!" 
"Aooh...yyeah !!"
seru Aris puas melakukan hal yang seperti Bowo dan Dira kini benar-benar kenyang sperma. 

Tiga zakar telah menuangkan spermanya di mulut Dira dan semua ditelannya dengan lahap.

Sementara itu Doni yang tengah menyodomi anus Dira menjerit. 
"Ahhhk...!!" "Crreeeet...sreeet...crooot... !!"
muncrat sperma Doni di anus Dira.
"Auuuhkk...ouh..!!"
menjerit Dira terengah-engah lemes, Doni melepaskan diri dari pergulatan. 

Kini tinggal Wismo meminta Dira menungging. Bergantian zakar Wismo menusuk-nusuk anus Dira yang sudah licin oleh sperma Doni, lalu vagina Dira yang berlepotan air mani itu. Diar menjerit-jerit kecil saja. Tak berapa lama Wismo juga mencapai ejakulasi.
"Cret...croooot...sret...creee t....!!"
muncrat air mani zakar Wismo dibagikan di anus dan vagina Dira. 
"Ahhhk...ouhh...aduh...huuuk.. huuuuk..ouhh....!!"
tersedu-sedu menangis Dira disela-sela terengah-engahnya nafasnya setelah Wismo selesai menyetubuhinya. 

Wismo segera turut duduk berjejer dibebatuan bersama kami.

Kami hanya menonton tubuh bugil Dira yang lemes itu terbaring telentang dan diam tak berkutik.

Dadanya yang besar itu nampak naik turun mengatur jalannya bernafas. 

Di luar, hujan kami lihat masih turun deras.

Api unggun masih mengobarkan panasnya.
"Kalian jahat...jahat,ouh...huuuk...!!"
gumam Dira menangis sedu,
"Aku benci kalian...benci !!"
sambungnya duduk timpuh diatas tanah berbatu cadas. 
"Ya, kami jahat padamu Dira. Tapi, aku tetap menyayangimu. Aku sungguh-sungguh Dira, maafkan mereka. Dan, sudilah kamu jadian denganku ?"
tawarku bertanya dengan nada kalem. 

Tentu saja hal itu bikin teman-teman terbelalak. Lebih-lebih Dira.

Mereka semua seakan tak percaya dengan kata-kataku. 
"Apa Mas ?"
tanya Dira penasaran. 
"Aku serius, Dira. Kalau kamu sudi, hari ini, detik ini, kamu milikku. Aku putus pacarku semalam lewat HP. Dia selingkuh. Kuminta pula, kamu juga memutuskan pacarmu atau, teman-teman membuka aib ini kepada pacarmu itu. Bagaimana Dira ?" 
Sesaat lamanya teman-temanku saling pandang heran. 

Dira hanya gelisah. Aku beranjak mendekatinya dan kubimbing Dira untuk beranjak berdiri. 
"Bagaimana Dira ?" 
"Ouh Mas Angga, tapi kenapa Mas perkosa aku beramai-ramai seperti ini? Aku, aku sejak semula sangat mencintaimu. Aku telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Oouh, tanpa begini pun, aku serahkan jiwa ragaku padamu. Lakukan sesukamu. Oouh..."
gumam Dira yang lalu kupeluk erat dalam-dalam. Aku sejenak menghela nafasku. 
"Jadi kau maafkan kami, dan kau terima lamaranku?" 
Dira tidak menjawab. 

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT