Fantasi Di Sebuah Pulau

Intan, si penggagas ide untuk mendapatkan liburan yang berbeda dibandingkan liburan-liburan sebelumnya masih kebingungan untuk memilih pekerjaan yang cocok.

Setelah berpikir cukup lama, Intan mengamati lauk yang sedang dimakannya. Ikan, pekerjaan kasar yang dipilihnya harus berhubungan dengan lauk yang paling ia sukai itu, pikir Intan.
Jika berpikir tentang ikan, pastilah langsung kepikiran nelayan. Intan pun sudah memutuskan. Intan mengepak beberapa helai pakaiannya dan yang paling penting adalah uang dan kartu atm. Intan pergi ke daerah pantai yang pernah ia datangi. Waktu itu ia melihat beberapa nelayan di pantai tersebut.

Tapi, Intan harus mencari nelayan dulu yang mau menerimanya untuk tinggal bersama. Intan pergi ke daerah tersebut. Tak lama kemudian, Intan telah sampai.

“permisi, Pak..”.

“iya, neng ?”.

“rumah Pak RT di mana yaa ?”.

“oh di sana, neng…neng lurus aja..abis itu belok kanan..”.

“oh..makasih yaa, Pak..”.

“iya, neng..”. Intan turun dari mobilnya saat sudah sampai di depan rumah yang di tunjukkan bapak tadi.

“tok tok !!”.

“permisi !!”. Pintu pun terbuka, seorang ibu-ibu yang membukanya.

“permisi, Bu..saya mau ketemu Pak RT..”.

“adek ini siapa ya ?”.

“nama saya Intan, Bu..”.

“saya Endang, istrinya Solihin, Pak RT di sini, dek Intan ada keperluan apa ya ?”. Keduanya pun bersalaman.

“begini, Bu…saya lagi neliti kehidupan nelayan buat jadi bahan skripsi saya…saya mau minta izin ke Pak RT..”.

“oh begitu, dek Intan udah ada tempat nginap di rumah warga di sekitar sini ?”.

“itu dia, Bu..saya belum ada..makanya saya mau izin ke Pak RT sekalian minta tolong di cariin warga di sekitar sini..boleh, Bu ?”.

“oh boleh boleh, dek..ayo dek Intan masuk dulu..langsung ngomong sama bapak..”.

“iya, Bu..terima kasih..”.

“ayo dek, silakan duduk dulu..Ibu panggil Bapak dulu..”.

“iya, Bu..”. Tak lama kemudian, Endang keluar dengan seorang bapak-bapak.

“ini dek Intan ya ?”.

“iya, Pak..saya Intan..”.

“ada perlu apa ke sini ?”. Intan pun menjelaskan seperti apa yang dijelaskan ke Endang.

Meskipun Intan berbohong, tapi kata-kata yang keluar dari mulutnya mengalir dengan lancar.

“hmm…begitu ya, Dek..adek tunggu di sini sebentar..saya mau tanya warga yang mau dulu..”.

“maaf, Pak…saya jadi gak enak ngerepotin…”.

“gak apa-apa, Dek Intan…kalo gitu, saya pergi dulu yaa..”. Sambil menunggu, Intan mengobrol dengan Endang di ruang tamu rumah Endang. Tak lama kemudian, Solihin sudah kembali.

“Dek Intan, ayo ikut Bapak..”.

“iya, Pak..Bu Endang, saya pergi dulu..”. Intan mengikuti Solihin yang berjalan melewati rumah-rumah warga yang sederhana. Hampir semua warganya berprofesi sebagai nelayan sehingga rumah-rumah yang ada hampir sama.

“nah, Dek Intan..ini namanya bapak Supri..”.

“Intan..”, ujar Intan sambil menyalami Supri dan tersenyum.

“Supri..”

“nah ini istrinya Pak Supri..namanya Ibu Juju..”.

“Intan..”.

“Aminah..”.

“nah, Pak Supri..ini Intan yang tadi saya bicarakan..gimana ? boleh Dek Intan tinggal disini, Pak ?”.

“boleh..”.

“kalau ibu Juju?”.

“berapa lama Nak Intan mau tinggal?”.

“hmm..mungkin sekitar 1 minggu..paling lama mungkin 2 minggu..boleh ya, Bu, Pak ? saya janji deh bakal bantu-bantu n’ gak nyusahin..”, rayu Intan.

“iya, boleh, Nak Intan..”.

“makasih banget Bu Juju..”, ujar Intan, memeluk Juju.

“kalo Bapak ?”.

“iyaa, boleh, neng..”.

“makasih, Pak Supri..”. Intan hanya menyalami Supri.

“kalo begitu..besok saya mulai tinggal di sini..makasih ya Pak Solihin udah bantu saya..”.

“iya, Dek Intan…saya seneng bisa bantu…”.
Intan pun mengobrol dengan Solihin, Juju, dan Supri. Layaknya orang yang benar-benar sedang meneliti, Intan kadang melayangkan pertanyaan ke Juju dan Supri. Setelah rasanya cukup mengakrabkan diri kepada keluarga nelayan itu, Intan pun pamit untuk pulang karena baru besok dia akan pindah. Rumah Supri benar-benar sederhana layaknya rumah-rumah nelayan seperti umumnya, namun bukan Intan namanya jika hanya gara-gara itu dia jadi mengurungkan niatnya. Gadis manis itu malah bersemangat dan jadi tak sabar, ingin tinggal bersama keluarga yang sederhana. Keesokan harinya pun, Intan kembali dengan sudah membawa kopernya.

“tok tok”.

“eh Nak Intan..ayo masuk..”, suruh Juju.

“Pak Supri kemana, Bu ?”.

“lagi jemput Didit sama Indah di sekolah..”.

“oh, anak-anak Ibu biasa pulang jam segini ya ?”.

“iya, nak…ayo, Nak diminum dulu..”.

“aduh si Ibu..pake repot-repot..makasih ya, Bu..”.

“Nak Intan..sini ikut Ibu..”.

“iya, Bu..”. Intan mengikuti Juju masuk ke kamar yang hanya tertutup dengan kain saja, tak ada pintu.


“nah, Nak Intan nanti tidur di sini bareng Ibu sama Indah..”.

“lho ? Bapak Supri nanti tidur dimana ?”.

“nanti biar Bapak tidur sama Didit..”.

“tapi Bapak gak apa-apa, Bu ?”.

“gak apa-apa…Ibu udah ngomong sama Bapak..”.

“oh..makasih yaa, Bu..”.

“baju-bajunya Nak Intan taruh di lemari ini aja..”.

“iyaa, Bu..”.
Intan memasukkan baju-bajunya yang ada di koper ke dalam lemari. Juju mengajak Intan keliling rumah, menunjukkan dimana dapur dan kamar mandinya. Intan benar-benar prihatin, lantai dapurnya dari pasir. Kamar mandinya juga memprihatinkan, hanya seperti sebuah bilik. Tak lama kemudian, Supri, Indah, dan Didit pulang dari sekolah.

“kakak ini siapa, Bu ?”, tanya Indah.

“mm..ini..”, Juju kebingungan bagaimana menjelaskan ke anaknya yang masih kecil itu.

“kakak ini temen adiknya Ibu..”.

“terus kakak di sini mau apa ?”.

“ya kakak bantu-bantu aja di sini…”.

“oh…”.

“udah sana..ganti seragamnya…ayo kamu juga, Dit..”.

“iyaa, Bu..”. Indah dan Didit pun masuk ke dalam kamar dan langsung keluar lagi dengan pakaian yang agak lusuh. Didit pun langsung keluar untuk bermain. Sementara Indah penasaran dengan orang asing yang ada di rumahnya.

“kakak, kakak..”.

“iyaa ?”.

“nama kakak siapa ?”.

“nama kakak, Intan…nama kamu Indah kan ?”.

“iya, kak…kakak tinggal di mana ?”.

“di daerah Jakarta…”.

“oh…terus kakak kelas berapa ?”.

“kakak udah gak sekolah, sayang…kakak kuliah..”.

“apa, kak ? kul..kuliah yaa, kak ? kuliah itu apa, kak ?”.

“iyaa..kuliah itu…hmm..kamu sekarang kelas berapa ?”.

“kelas 5 sd, kak..”.

“nah kamu tau kan ada SMP abis itu SMA ?”.

“iyaa..”.

“nah kuliah itu habis SMA..”.

“oooh…wah berarti kakak pinter banget dong ? ajarin Indah ngerjain pr dong ?”.

“ayoo..mana sini prnya..tapi Indah yang ngerjain yaa..kakak cuma ngajarin doank lho..”.

“iyaa dong, kak..”.

Supri dan Juju tersenyum, belum ada sehari tapi Intan sudah membantu anak mereka mengerjakan pr. Intan kagum dengan Indah, cuma sekali di ajari, dia langsung bisa. Pasti gedenya pinter nih anak, pikir Intan. Secara diam-diam, Supri memperhatikan Intan. Sebagai lelaki normal, Supri tertarik dengan Intan. Dibandingkan istrinya, Intan jauh lebih cantik dan manis dan tentu tubuh Intan lebih menggiurkan daripada Juju. Tubuh gadis muda itu terlihat begitu padat dan montok, pantatnya sekal, dan kedua kemasan susunya juga sangat menggiurkan, tak heran kalau Supri sering salah tingkah jika berhadap-hadapan dengan Intan sebab pikiran-pikiran jorok tentang Intan selalu mampir ke otak Supri. Tapi, Supri tidak tahu sifat asli Intan, si gadis manis yang terlihat kalem itu. Dalam waktu sehari saja, Intan bisa mengakrabkan diri dengan keluarga barunya. Didit juga sudah lumayan akrab dengan Intan. Di antara 3 temannya yang lain, memang Intan yang paling jago bersosialisasi dengan orang lain. Bisa dibilang, Intan adalah cewek yang easy going dan asik.

“Pak Supri..”.

“iya, neng ?”.

“Pak Supri kalau pergi ke laut, jam berapa berangkatnya, Pak ?”.

“ngelaut ? jam 5 pagi, neng…kenapa, neng ?”.

“saya mau ikut dong, Pak ?”.

“ikut ? kok neng mau ikut ? buat apa, neng ?”.

“ya buat jadi bahan skripsi saya, Pak…saya mau tahu caranya nelayan pas lagi nangkep ikan, Pak…”.

“oh begitu..tapi neng Intan bisa gak bangun pagi ?”.

“bisa, Pak..tenang aja..boleh ya, Pak ?”.

“iyaa boleh, neng…”. 
  
Bagaimana Supri bisa menolak, pergi ke laut untuk menangkap ikan ditemani gadis manis, tentu tidak akan bosan. Intan terbangun karena ingin buang air kecil. Kebiasaan buruknya sejak kecil memang belum bisa hilang. Dengan sangat hati-hati, Intan turun dari tempat tidur agar tidak membangunkan Juju dan Indah yang tidur di sampingnya. Intan berjalan ke kamar mandi dengan menyalakan fitur senter di hpnya untuk menerangi jalannya karena lampu petromax yang menyala tidak terlalu terang. Supri keluar dari kamar Didit karena sudah jam 4.30 pagi. Supri menyiapkan jalanya, melipatnya dengan rapi agar tidak kusut nanti saat dilempar. Dia dengar ada suara dari arah kamar mandi. Dia pun berjalan ke arah kamar mandi untuk mencari tahu ada apa. Dia tahu ada orang di dalam kamar mandi, Supri sengaja tak bersuara karena siapa tahu yang sedang di kamar mandi adalah Intan. Supri mengintip dari celah-celah bilik kamar mandi yang terbuat dari bambu itu. Supri sumringah, dewi fortuna sedang berpihak padanya. Orang yang ada di dalam kamar mandi memang benar Intan yang sedang jongkok.

“ccrrr…”, bunyi air yang jatuh ke dalam wc. Mata Supri pun tak berkedip, menikmati pemandangan yang ada di depan matanya.

“hhh !!”, nafas Supri menjadi cepat ketika melihat Intan mengobel-ngobel vaginanya sendiri.

“ah !! akhirnya lega juga..”, ujar Intan setelah selesai mengeluarkan sisa-sisa air seninya dari liang kewanitaannya. Pandangan Supri tertuju ke daerah intim Intan yang terlihat jelas ketika Intan berdiri. Tak ada rambut yang menutupi daerah segitiga Intan. Jelas sekali bagi Supri untuk bisa melihat bentuk vagina Intan. Supri menelan ludahnya sendiri, nafsu sekali melihat lembah kewanitaan milik Intan. Bibir vagina Intan terlihat begitu rapat, pastilah sempit dan hangat di dalamnya, begitu yang dipikirkan Supri. Supri langsung ngibrit begitu Intan akan keluar kamar mandi.

“eh Pak Supri udah bangun ?”.

“i..iya, neng..”.

“udah biasa bangun jam segini ya, Pak ?”.

“i iya, neng..”.

“Bapak mau berangkat sekarang ?”.

“i..iya, neng…”.

“kalo gitu saya siap-siap bentar ya, Pak…”. Intan mencuci mukanya agar lebih segar dan merapikan rambutnya.

“ayo, Pak…”. Intan dan Supri berjalan menuju pinggir laut. Supri masih terbayang-bayang dengan selangkangan Intan tadi.

Ada sebuah perahu yang tidak bagus namun cukup besar. Ada 2 orang pria yang berada di dekat pria itu.

“eh, Pri…siapa tuh cewek cakep ?”.

“kenalin…ini namanya Intan, mahasiswi dari Jakarta..”.

“Jaka..”.

“Untung..”.

“Intan..”, balas si gadis manis sambil tersenyum dan bergantian menyalami tangan kedua pria berkulit hitam itu.

“neng Intan ngapain ke sini ?”.

“saya dapet tugas dari kampus disuruh cari tahu tentang kehidupan nelayan..makanya saya ikut Pak Supri ke laut…”.

“jadi neng Intan mau ngelaut bareng kita nih ?”.

“iyaa, Pak Jaka, Pak Untung..boleh kan saya ikut ?”.

“ya boleh dong, neng…”, dua pria itu tersenyum. Jaka, Untung, dan Supri menaruh jalanya di dalam perahu.

“ayo, neng Intan naik…”.

“iya, Pak…”. Belum terbiasa naik ke kapal yang sudah mengambang di air, Intan pun limbung dan akan jatuh ke belakang. Dengan refleks cepat, Supri langsung menahan tubuh Intan dengan menggunakan tangan kanannya untuk menahan punggung Intan sementara tangan kirinya menahan pantat Intan.

“ma..ma..af, neng…”, ujar Supri langsung takut Intan marah karena telah memegang pantatnya.

“gak apa-apa, Pak…tadi kan Bapak nolongin saya..”, jawab Intan ditambah dengan senyumannya yang manis. Supri jadi agak tenang.

“hati-hati neng, naiknya..”.

Dengan berpegangan pada Supri, Intan bisa naik ke atas perahu dengan mudah. Setelah itu, Supri, Jaka, dan Untung mendorong kapal lebih ke laut sebelum naik ke atas kapal.

Mesin perahu pun dinyalakan. Jaka yang mengendalikan mesin sementara Untung dan Supri menyiapkan jala. Jaka pun memandangi lekuk-lekuk tubuh Intan dari belakang.

“ckck…”, decak Jaka sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Andai saja punya istri seperti ini, pasti malas untuk mencari ikan, inginnya di ranjang terus, pikir Jaka. Perahu pun berhenti, Jaka, Untung, dan Supri mengambil jala mereka masing-masing. Setelah di urai agar tidak kusut. Jaka melemparkan jalanya ke bagian samping kanan perahu sementara Untung ke bagian kiri dan Supri ke bagian depan.

“oh iya, Pak…ini perahu punya siapa ?”.

“oh ini perahu punya kita betiga, neng..”.

“oh punya bertiga…patungan gitu ceritanya ?”.

“iyalah, neng…kalo buat perahu sendirian mahal…”.

“oh iyaa juga yaa…”. Intan pun menyaksikan 3 nelayan itu melempar jala, menariknya, dan menuang ikan ke dalam perahu lalu melempar jalanya lagi. Intan pun merekam semua kegiatan 3 nelayan tersebut dengan handycam mahalnya. Handycam yang tahan air. Selesai sudah melaut hari itu, matahari sudah lumayan tinggi bersinar.

“wah ikannya banyak juga yaa, Pak…”.

“segini malah sedikit, neng..biasanya lebih banyak…”.

“oh..saya kira segini udah banyak..”.

“belum, neng…kalo cuma segini..biasanya nanti siang ngelaut lagi..”, jelas Jaka.

“oh..nanti siang saya boleh ikut lagi kan, Pak ?”.

“pasti boleh lah, neng…kan lumayan bisa nambah semangat..hehe..”, canda Untung mulai menggoda Intan.

“ah, Pak Untung bisaa aja niih…”. Mereka pun kembali ke pinggir laut. Supri beserta 2 kawannya melabuhkan perahu mereka.

“neng Intan pulang aja duluan…kita bertiga mau bawa ikan ke pasar dulu..”.

“oh ya dah, Pak…Pak Jaka, Pak Untung…Intan pulang duluan yaa..”.

“oh iyaa neng…”. Intan pun berjalan ke rumah Supri.

“dari laut yaa, Nak ?”, tanya Juju yang melihat Intan berjalan.

“iyaa, Bu…rasanya capek juga yaa, Bu…padahal saya tadi gak ngapa-ngapain…”.

“yaa namanya juga Nak Intan belum biasa…”.

“mungkin juga kali yaa, Bu…”.

“yaudah, Nak Intan istirahat dulu abis itu Nak Intan mandi…”.

“iyaa, Bu…”. Setelah mandi dan berganti pakaian, Intan pun keluar dari rumah.

“sini, Bu…saya bantuin jemur pakaiannya…”.

“makasih, Nak…”. Intan pun mengobrol dengan Juju sehabis menjemur, tak lama kemudian Supri pulang. Pagi pun berganti menjadi siang hari yang terik. Kedua anak Supri telah pulang dari sekolah dan telah berganti pakaian.

“ayo semua, kita makan…”.

“maaf nih, Nak Intan…hari ini cuma ada ikan asin, tumis kangkung sama tempe goreng doang..”.

“gak apa-apa, Bu…saya malah seneng banget…”.

Intan pun membuktikan perkataannya. Dengan lahap, Intan memakan nasi dengan lauk yang tersedia. Juju tersenyum senang, tak disangka olehnya, mahasiswi kaya itu kelihatan lahap sekali makan hanya dengan ikan asin dan tumis kangkung yang dibuatnya. Kirain semua orang kaya sombong, gak mau makan beginian, pikir Juju. Setelah makan, Intan membantu Juju membersihkan piring-piring. Sementara, seperti biasa Didit pergi ke luar untuk bermain bersama teman-temannya.

“Bapak…mau ke laut lagi kan ?”.

“kayaknya gak jadi, neng..”.

“lho ? kenapa, Pak ? bukannya tadi ikannya kurang banyak ?”.

“tadi pas lagi di jalan ketemu orang dari restoran…beli semua ikan…lebih mahal daripada di jual di pasar…”.

“waah…beruntung dong, Pak hari ini…”.

“iyaa, neng…”.

“kalo gitu…gimana kalo saya ngajak Indah naik perahu Bapak…”.

“iya boleh, tapi neng..”.

“bahan bakarnya ? tenang aja, Pak…saya beliin deh…”.

“iya, neng…”. Intan memberi uang ke Supri yang langsung keluar rumah.

“Indah, mau nggak jalan-jalan sama kakak naik perahunya Bapak ?”.

“wah, mau ! mau ! mau, Kak…”.

“yaudah..kamu siap-siap gih sana…”.

“iya, Kak…”.

Mereka berdua pun menuju ke perahu dimana Supri sudah selesai mengisi bahan bakar perahunya. Mereka bertiga menikmati pemandangan laut. Indah dan Intan begitu akrab bagai kakak-adik malah seperti ibu-anak. Supri masih terngiang-ngiang dengan memori tadi pagi. Andai aja neng Intan jadi bini gue, pikir Supri. Memang, Intan tidak terlalu cantik seperti 3 temannya, tapi wajahnya lumayan manis, tubuhnya pun cukup padat berisi, belum lagi Intan mempunyai inner beauty karena keramah-tamahannya dan easy-going, enak diajak ngobrol membuat daya tarik tersendiri bagi Intan. Puas menikmati keindahan laut, mereka bertiga pulang ke rumah. Intan benar-benar senang sekali, keinginannya terpenuhi, menikmati keindahan laut, meskipun ada satu lagi keinginannya yang belum atau kemungkinan besar tidak akan terpenuhi. Indah dan Intan sama-sama tidur setelah sampai di rumah. Juju sedang keluar rumah sehingga tinggal Supri yang sedang ngaso di depan rumah. Terngiang-ngiang akan pemandangan selangkangan Intan, pikiran nakal singgah di otak Supri. Supri mengintip ke kamar istrinya, Intan masih tidur pulas bersama Indah. Supri berjalan ke luar rumah menghampiri jemuran istrinya. Supri mencari pakaian Intan yang ada di jemuran. Supri ingin mencari celana dalam atau setidaknya bra yang digunakan Intan. Supri keheranan dan kebingungan, dia tak menemukan cd ataupun bh Intan. Yang ada cuma baju atau celana 3/4 milik Intan. Jika ada celana dalam, paling itu punya Juju. Terbesit 2 jawaban di otak Supri. Intan tidak ganti celana dalam atau bh selama 2 hari atau 2 hari ini Intan tidak pernah memakai bh dan celana dalam. Membayangkan jawaban kedua, timbul tonjolan di celana Supri. Supri membayangkan lebih jauh, dirinya membayangkan Intan tak mengenakan apapun saat melaut. Pastilah begitu indah melihat keindahan tubuh telanjang dari gadis muda nan cantik seperti Intan di atas perahu.

“heh…Bapak ngapain ngeliatin jemuran ?”, tanya Juju.

“nggak, Bu…Bapak ngecek udah kering apa belum ?”.

“oh..neng Intan udah bangun, Pak ?”.

“belum, masih tidur sama Indah…”.

“oh..”. Hari itu pun berlalu seperti biasa.

Keesokan paginya, seperti pagi kemarin, Intan dan Supri sudah siap untuk melaut. Supri agak terkejut melihat Intan yang memakai kaos putih. Kaos putih membuat payudara Intan lebih ‘jelas’. Apalagi, Supri melihat ada tonjolan kecil tepat di bagian dada Intan.

“kenapa, Pak ?”.

“nggak, neng…”, Supri langsung memalingkan wajahnya karena tertangkap basah oleh Intan melirik ke bagian dadanya.

“ayo, Pak..kita berangkat yuk..”.

“eh bapak-bapak…udah pada di sini yaa…”, sapa Intan yang baru datang bersama Supri. Mereka pun langsung melaut.

“Pak…saya mau nyoba dong…”.

“neng bisa ?”.

“saya mau nyoba aja, Pak..”.

“yaudah..nih, neng..”. Intan melempar jala, mendiamkannya.

“nah neng..sekarang tarik jalanya…”.

“mmmpphh !!!”, Intan menarik jala yang sekarang jadi berat.

“aduh beraat, Pak !!”.

“sini, Bapak bantuin…”. Untung meraih ke bawah untuk menggenggam jala dan membantu Intan menarik jala.

“wah ikannya banyak, Pak…”, ujar Intan kegirangan.

“iya neng..mentang-mentang cewek cakep yang ngelempar jala..ikannya pada banyak yang masuk jala…”.

“ah Pak Untung bisa aja…”. Untung pun mengeluarkan ikan dari jala.

“lagi ah, Pak…”. Intan melempar jala lagi. Kali ini, jalanya lebih berat dari sebelumnya. Intan pun menarik dengan sekuat tenaga. Kaki Intan mencari pijakan yang kuat, tapi salah menapak.

“byurr !!!”. Intan pun tercebur ke dalam air. Dengan sigap, Supri meloncat ke dalam air. Untung dan Jaka membantu Intan naik lagi ke atas perahu.

“neng Intan gak apa-apa ?”.

“nggak apa-apa, Pak..tadi cuma kepleset aja kok…”.

“gleek…”. Jaka dan Untung meneguk ludahnya sendiri. Kaos putih polos yang dikenakan Intan kini menjadi transparan karena basah terkena air sehingga terlihatlah daging kembar milik Intan oleh Jaka dan Untung.

Bukannya tidak sadar, Intan justru sadar sekali Jaka dan Untung sedang memandangi payudaranya, tapi Intan malah menengok ke belakang dan menaruh tangannya di pantatnya sendiri.

“yah basah deh celana tinggal satu-satunya…”. Karena Intan melihat ke arah pantatnya, otomatis dadanya jadi semakin membusung ke depan, tepat ke hadapan Jaka dan Untung.

“Pak Supri, sini saya bantu…”. Intan merunduk, pantatnya mengarah ke Jaka dan Untung. Benar dugaan Supri, Intan tak memakai bra. Supri bisa melihat dengan jelas ‘kemasan susu’ Intan melalui lubang leher kaosnya. Intan merasa begitu liar, begitu nakal. Kedua buah payudaranya sedang diintip Supri dari depan sedangkan pantatnya sedang diamati dengan teliti oleh Jaka dan Untung. Tiba-tiba dua tangan menyelinap dari belakang Intan, menampung 2 daging empuk Intan yang menggantung itu dan langsung meremasinya. Spontan, Intan langsung berdiri tegak dan melihat ke belakang, ternyata Untung.

“Pak Untung ! STOP !!!”, nada Intan kencang sambil berusaha keras menjauhkan kedua tangan Untung dari payudaranya.

Tapi, tangan Untung tetap kokoh menggenggam dada Intan. Meremasinya dengan sangat bertenaga sehingga Intan agak kesakitan. Untung sengaja melakukan itu agar Intan tahu siapa yang berkuasa dan menegaskan bahwa payudaranya sudah dikuasai. Tiba-tiba, Jaka sudah berdiri di samping Intan. Tangannya langsung menangkup daerah selangkangan Intan. Bergerak perlahan mengelus-elus vagina Intan bagai mengelus kucing (pussy) untuk dimanja.

“Tenang aja, neng Intan…kalo neng Intan pasrah..neng Intan juga bakalan enak, kok..hehe”. Sebenarnya, Intan hanya berakting saja. Batinnya malah berteriak minta vaginanya disodok secepatnya. Inilah fantasi liar Intan yang tak pernah terpenuhi. Berhubungan intim di atas perahu adalah hal yang sangat liar bagi Intan yang ternyata memang eksibisionis sejati. Kaos Intan yang basah bisa dirobek Untung dengan mudahnya dan langsung kembali meremas-remas payudara Intan yang empuk dan sesekali memilin, menarik, dan memencet-mencet kedua puting Intan.

Melihat temannya yang sudah beraksi, Jaka tak mau kalah. Dibukanya kancing dan resleting celana 3/4 yang dikenakan Intan lalu langsung memelorotinya ke bawah. Supri dan Untung terkejut sama seperti Jaka saat melihat vagina Intan. Ternyata, Intan juga tak memakai celana dalam.

“wah neng Intan juga gak pake kancut…kayaknya neng Intan emang udah tau bakal kita pake nih..gakgakgak !!!”, ejek Jaka. Jaka pun langsung meremas-remas lembah kewanitaan Intan dengan penuh nafsu. Jari-jarinya menari di sekitar bibir vagina mahasiswi manis itu.

“jaangaannhh, Pakkhhh !!!”, lirih Intan yang sudah tak kuasa merasakan hawa nafsunya yang semakin terpancing karena tiga titik vitalnya sedang dirangsang oleh 2 nelayan itu. Jaka pun jongkok di depan Intan yang masih dipeluk dan diremasi payudaranya oleh Untung dari belakang karena Jaka ingin sekali melihat vagina Intan dengan jelas.

“ckck…”, decak Jaka.

“memek cewek cakep emang beda…hehe…bikin ngiler..wehehehe !!”, pujian sekaligus ledekan keluar dari mulut Jaka yang sedang asik mengusap-usap vagina Intan.

“aaahhhh….”, lirih Intan, tubuhnya bergetar-getar saat Jaka mulai memainkan klitorisnya sekaligus mengaduk-aduk liang vaginanya. Jaka dan Untung semakin gemas dengan Intan sehingga aktivitas mereka pun semakin menggila. Intan tak kuasa lagi, dia hanya bisa mendesah dan melirih nikmat sambil menggeliat-geliat. Intan pasrah kedua payudaranya diremasi Untung dengan nafsunya, dan vaginanya habis dikobel-kobel oleh Jaka. Untung menjilati kuping kanan Intan karena saking ‘gemas’nya dengan tubuh montok Intan. Supri yang berada di depan Intan hanya bisa terdiam melihat dua buah payudara Intan berada di genggaman tangan Untung sedangkan vagina Intan tak terlihat karena tertutup kepala Jaka yang sedang asik menjilati kemaluan Intan.

“Paaakhh…Suuppriihhh…”, lirih Intan sambil memandang ke Supri dengan pandangan mata yang sayu dan ekspresi wajah yang terlihat sedang di mabuk birahi. Burung Supri pun sebenarnya sudah ingin keluar dari sarang, tapi Supri masih bingung harus berbuat apa.

Mendengar desahan Intan, Untung pun berkomentar.

“tuh Pri…udah dipanggil…”. Tengah terjadi perang batin di dalam hati Supri antar nafsu dan nurani. Tapi, panggilan Intan tadi memang bukan panggilan minta tolong. Justru Intan ingin Supri agar ikut menggerayangi tubuhnya. Intan sudah sangat bergairah, tak menyangka fantasi liarnya sedang proses terwujud.

“terusss….ooohhhh…”, desis Intan menekan kepala Jaka ke selangkangannya. Lidah Jaka dengan lihainya menyapu setiap jengkal dari daerah kewanitaan Intan dan melata-lata di dalam rongga vaginanya. “aaaahh…aaahhh…AAAKKHHH !!!”.

Mulut Jaka bagai vacuum cleaner yang menyedot habis cairan vagina Intan. Dengan sapuan terakhir, lidah Jaka membelai dari bawah bibir vagina Intan sampai ke klitorisnya.

“gimana, Jak rasa memek mahasiswi caem ?”.

“uenak tenan, rek…gurih kayak santen…”.

“kalo gitu..neng Intan, Pak Untung juga minta santennya yaa ? hehehe”.

Untung membalikkan Intan sehingga berhadap-hadapan dengannya.

“mmpphhhh….”. Untung langsung menyambar bibir halus Intan tanpa basa-basi. Dengan nafsunya, Untung memagut, mengemut bibir Intan dan menjilati wajahnya sehingga sekarang yang tercium di hidung Intan hanya bau jigong Untung saja. Lidah Untung pun mendesak masuk ke dalam rongga mulut Intan yang terbuka karena Intan mencari udara. Betapa kagetnya Untung saat merasakan perlawanan dalam rongga mulut Intan. Rupanya Intan pun memainkan lidahnya. Untung memandang wajah Intan, namun Intan memejamkan matanya, terlihat begitu menikmati ciuman. Dalam hati, Untung merasa senang. Rupanya, mahasiswi manis ini memang ingin diperkosa dan disetubuhi. Bosan dengan bibir atas Intan, Untung langsung pindah ke ‘bibir’ Intan yang lainnya.

“nyymm…heemmhh…wuuueenaaakk !!!!”, celoteh Untung menikmati ‘rasa’ dari celah sempit pada tengah-tengah selangkangan Intan.

“eeemmmhhh teerruusshh Paaakkhhh !!”, ungkap Intan yang semakin memajukan pinggulnya seolah ingin menyajikan vaginanya kepada Untung.

Untung pun menarik pinggang Intan ke arahnya sehingga wajah nelayan jelek itu semakin menempel dan semakin terbenam di selangkangan mahasiswi manis itu. Orgasme didapatkan Intan lagi, Untung pun sibuk menyeruput ‘sari’ vagina Intan yang sedari tadi memang sudah ditunggu-tunggunya.

“rasanya gurih tenan !! hahaha !!!”. Untung mencolek bibir bagian dalam vagina Intan lalu memasukkan jarinya yang basah dengan cairan vagina itu ke dalam mulut Intan.

“gimana, neng Intan ? enak kan rasa memeknya ? gehehe !!!”.

Intan memang tak menjawab, tapi dia mengulum jari Untung.

“neng Intan..kenapa kemaren gak bilang sih kalo memeknya rasanya enak banget. ya nggak, Tung ?”, bisik Jaka dari belakang Intan.

“iye..bener tuh..wahahaha !!”. Tangan Jaka beralih untuk ‘mengusik’ selangkangan Intan.

“eh Supri…mao nyobain memek neng Intan juga kagak ?”. Jaka mengajak Intan berputar sehingga sekarang Supri bisa melihat tubuh Intan lagi yang tadi tertutup badan Jaka.

“jangan malu-malu, Pri…kapan lagi lo bisa ngerasain memek kayak gini ?”, Jaka membuka dan melebarkan bibir vagina Intan. Intan benar-benar merasa begitu bergairah melihat kedua mata Supri yang sangat terfokus pada vaginanya. Intan memang suka sekali jika ada yang memandangi tubuhnya, membuat Intan merasa cantik dan semakin bersemangat memperlihatkan lekuk tubuhnya. Apalagi saat ini dia telanjang bulat di depan 3 pria dengan tatapan mata yang sangat lapar. Benar-benar begitu liar yang dirasakan Intan. Sejak dulu, Intan memang suka sekali kalau ada yang memperhatikannya. Saat Intan masih kelas 2 SMP, Intan pernah jatuh terjerembab ke belakang karena terkena bola basket. Posisi Intan jatuh dengan kaki yang mengangkang, roknya pun tersingkap ke atas. Alhasil, teman-temannya yang sedang bermain basket melihat celana dalam Intan dengan jelas. Intan langsung berdiri dan lari dengan wajah yang merah karena sangat malu. Bagaimana tidak malu, mungkin ada sekitar 10 anak laki-laki yang melihat celana dalamnya. Tapi, kejadian itu adalah awal mula munculnya sifat eksibisionis di dalam diri Intan. Semenjak itu, Intan sangat menyukai rasa dag dig dug dan rasa malu yang dirasakannya saat tahu kalau ada pria yang memandangi tubuhnya. Dan pada kelas 3 SMP, Intan sudah mulai meninggalkan yang namanya bra dan cd sampai sekarang. Intan hafal betul dengan jadwal mensnya agar tahu kapan harus memakai celana dalam.

“neng Intan…boleh kan si Supri ngerasain memek neng juga ?”.

“iyaa…”, jawab Intan sambil mengangguk pelan.

“tuh, Pri…udah di ijinin…”. Tak ragu-ragu lagi, Supri langsung jongkok dan menyantap vagina Intan dengan rakus seperti orang kesetanan, kerasukan setan nafsu.

“ooohhh oouuuhhh aaahhhh”, desah Intan menggeliat-geliat hebat dan menekan kepala Supri ke selangkangannya sendiri kuat-kuat.

Intan terengah-engah, tubuhnya bermandikan keringat, desahannya menandakan kalau dia sedang larut dalam kenikmatan yang teramat sangat. Sambil terus meresapi kenikmatan yang sedang dirasakannya, Intan melihat ke bagian bawah tubuhnya yang disantap habis-habisan oleh Supri. Intan tak menduga sama sekali, serangan lidah Supri akan begitu dahsyat seolah-olah Supri sudah tahu bagian mana yang harus disentuh, dijilat, dan disentil dengan lidahnya itu. Lidah Supri begitu lincah membelai daerah kewanitaan Intan sehingga membuat pemiliknya begitu keenakan sampai terengah-engah dan mengerang lepas.

“Tung..bawa kite ke pulo yang waktu ntu…gak enak kalo ngentot di kapal..”, ujar Jaka kepada Untung sementara kedua tangannya tetap saja asik meremasi kedua payudara Intan.

“seph daah..”. Tak lama, perahu pun melabuh di pinggir pantai. Hanya terlihat hutan dan pohon-pohon tinggi. Kedua kaki Intan terasa lemas, tak dapat menopang tubuhnya sendiri karena Supri membuatnya orgasme sebanyak 2x. Jaka turun dari perahu duluan, Supri menggendong tubuh telanjang Intan dan memberikan Intan ke Jaka. Jaka mendudukkan Intan di atas pasir dan berdiri di depannya, dan melepas celana. Dengan kasarnya, Jaka membenamkan wajah Intan ke selangkangannya yang bau apek itu.

“ayo neng Intan !! sepongin kontol gue !!!”. Intan menggenggam penis Jaka dan mendekatkan tongkat itu ke mulutnya. Lidah Intan menjulur keluar untuk menyambut kepala penis Jaka.

“jilat neng kayak permen !”. Lidah Intan pun menjalari sekujur batang kejantanan Jaka yang membuat sang pemilik gemetar keenakan.

“ooohhh !!”, Jaka merinding keenakan. Batang, pangkal batang, dan buah pelirnya terkena sapuan lidah Intan berkali-kali. Pangkal paha Jaka pun juga dijilati Intan. Selangkangan Jaka basah kuyup oleh air liur Intan yang semakin asik mengulum batang Jaka. Intan mengulum, menghisap, dan menyedot ‘perkakas’ Jaka bersama ‘kantung’nya juga.

“neng Intan..masa si Jaka doank yang di sepong ? kita juga mau…hehehe”, ejek Untung sambil menuntun tangan kanan Intan ke penisnya yang sudah ‘bebas’.

Intan pun mulai menggerakkan tangan kanannya. Intan melirik ke arah kiri dan melihat Supri juga sudah tak memakai celana. Tanpa perlu dituntun, tangan kiri Intan langsung menggenggam penis Supri dan mengocoknya. Intan bagai ikan yang sedang sibuk dengan 3 kail pancing saja.

Di antara 3 batang yang ada, punya Supri yang paling lama dioral Intan. Bahkan hanya batang Supri yang diciumi mesra oleh Intan sebelum dikulum. Lama menunggu, Jaka dan Untung langsung menjejalkan penisnya ke mulut Intan sehingga 3 ‘pentungan’ itu saling beradu dan berjejalan di depan mulut Intan. Intan menjulurkan lidahnya keluar dan menggerakkan lidahnya untuk mengenai 3 ujung penis yang tersodor di hadapannya.

“ayo, neng…sekarang tiduran…”. Intan tidur terlentang dan menekuk kedua kakinya dan melebarkan kakinya seolah sudah bersiap diri akan ‘dipakai’ oleh 3 nelayan itu. 3 pria itu pun memandangi vagina Intan yang tertutup pasir karena selangkangan Intan basah oleh air liur Supri, Jaka, Untung tadi sehingga pasir pun menempel. Untung dan Jaka langsung berebutan dan saling dorong, dan Untung lah yang keluar sebagai pemenang.

“neng…numpang nyelipin kontol donk..hehehe…”. Ujung ‘tombak’ Untung pun sudah bersentuhan dengan bibir vagina Intan.

“eemmmmm….”, gumam Intan merasakan benda tumpul masuk ke dalam rahimnya. Batang kejantanan Untung terus masuk dan masuk membuat sela-sela bibir vagina Intan melebar untuk menyesuaikan dengan diameternya. Pria tua dan gadis muda itu ‘tersambung’ oleh alat kelamin mereka yang saling mengunci.

“sempit banget !! mantaabbhh !!!”, teriak Untung merasakan betapa sempit dan hangatnya liang kewanitaan Intan. Si pria tua itu begitu keenakan, penisnya bagai dijepit kuat dan diurut-urut oleh dinding vagina si gadis muda. Untung mulai menggenjot vagina Intan.

“uummhh…aahhh…oouuuhhh !!!”, berbagai macam bunyi suara keluar dari mulut Intan. Jaka mengangkang di perut Intan, meletakkan penisnya di belahan payudara Intan. Jaka pun merapatkan kedua buah payudara Intan untuk menjepit penisnya.

“enaak jugaa !!! angeetthh !!”. Jaka mulai memompa payudara Intan. Pucuk penis Jaka pun kadang menyentuh dagu Intan.

“oohhh oohhh mmmhhh yeeessshhh !!!! ooooohhhhh !!!!”, erang Intan tenggelam dengan kenikmatan. Untung terus menumbuk vagina Intan dengan penuh nafsu, beda sekali dengan punya istrinya. Vagina Intan terasa begitu sempit, hangat, dan peret, nikmat sekali rasanya.

“giilaa !! maanteebb !!!”, teriak Untung lepas.

“eenngghhh hhemmhhh !!!”. Intan mengejang, kedua kakinya melingkar erat di pinggang Untung. Untung pun diam menikmati penisnya seperti disiram air hangat, nyaman sekali rasanya.

“dikiid lagii !!”. Gerakan Untung semakin cepat. Hujaman-hujaman penisnya semakin cepat, semakin kuat, dan semakin bertenaga. Nafas 2 manusia itu saling memburu, desahan semakin lepas seperti pelari yang sebentar lagi akan finish. Untung buru-buru mengeluarkan batang kejantanannya itu dan mengarahkannya ke wajah Intan.

“OOOKKHHH !!!”.

“crrrt crrtt !!”. Semburan sperma menerpa wajah Intan beberapa kali. Mata Intan refleks menutup ketika semprotan sperma akan mengenai matanya lalu memukul-mukulkan penisnya ke wajah Intan.

“neng Intan tolong dibersihin dong…belepotan nih…”. Tanpa ragu-ragu, Intan memiringkan tubuhnya dan menggenggam penis Untung. Dijilatinya batang kejantanan Untung dengan penuh ketelitian, sesekali diurut dari pangkal hingga ke kepalanya untuk mengeluarkan tetes terakhir dari sperma Untung yang mungkin masih tersisa di lubang kencing milik Untung.

“makasih yaa, neng..hehe”, Untung mengelus-elus kepala Intan. Begitu puas rasanya melihat wajah gadis semanis Intan belepotan sperma, dalam otak Untung.

“nah neng..sekarang gantian…wehehe…”. Jaka sudah mengarahkan ‘rudal’nya ke satu-satunya ‘sasaran’ yang ada, sasarannya tak lain dan tak bukan adalah selangkangan Intan yang sudah terbuka begitu lebar seolah sudah siap menerima ‘pengunjung’ berikutnya. Senti demi senti penis Jaka menyeruak masuk ke dalam liang kewanitaan Intan. Sama seperti Untung, Jaka juga keenakan merasakan penisnya seperti ‘digigit’ dengan kuat.

“ini baru memeek !!!”, teriak Jaka.

“manteb kan memeknya neng Intan, Jak ?”.

“mantaab, kontol gue kayak disedot masuk…OOOHH !!!”.

Begitu Jaka mulai menggerakkan ‘tongkat sodok’nya keluar masuk rahim Intan, Intan langsung melingkarkan kedua kakinya di pinggang Jaka seperti sebelumnya saat dia dipompa Untung. Sambil asik menggenjot vagina Intan, Jaka pun meremas-remas payudara Intan.

Intan sempat menutup matanya untuk meresapi kenikmatan kelaminnya yang sedang diaduk-aduk Jaka, tapi ketika Intan membuka matanya lagi, pandangan matanya terhalang oleh kantung zakar dan batang penis, dan juga bau apek tercium di hidung Intan.

“neng Intan…”. Intan melihat ke atas, ternyata punya Supri. Tanpa ragu-ragu, Intan langsung mengoral kelamin Supri.

“emmm…uummmm…”, Intan terlihat begitu menikmati ‘sanca’ Supri. Tak ubahnya bagai anak kecil yang sedang mengulum lolipop, Intan asik sekali menjilati batang kejantanan Supri. Sodokan-sodokan Jaka membuat Intan semakin menggila. Supri pun sampai merem melek keenakan menerima sapuan lidah Intan. Sementara itu, Untung sudah memakai celana kembali, tersenyum melihat 2 temannya menggarap wanita cantik yang sudah disetubuhinya duluan. Jaka asik mengait vagina Intan dengan penisnya sambil terus memainkan klitoris Intan.

“oopp ooppp neng…”, Supri tak mau ‘keluar’ sekarang. Supri pun menarik penisnya dari mulut Intan, tapi kesusahan karena mulut Intan mengatup batangnya dengan rapat seperti penisnya tersangkut di mulut Intan.

“aampuun neng…uu..udaah neng…”, Supri sampai minta ampun karena Intan terus ‘mengerjai’ penisnya. Intan membuka mulutnya dan Supri langsung menarik tongkat pancingnya.

“neng Intan suka ama kontolnya Supri ya ? hahahaha !!”, ledek Untung. Mendengar ejekan Untung, Intan tak bereaksi apa-apa karena terlalu terbuai dengan sentakan-sentakan penis Jaka yang menyundul-nyundul pangkal rahimnya. Tubuh Intan semakin berpeluh keringat, semakin banyak pasir yang menempel di sana-sini pada tubuh Intan.

“uuummmhhh !!! mmnnnhhh !!! ooohhh oohhh aaahh !!!!”.

Desahan, rintihan, lirihan, dan erangan Intan semakin menjadi-jadi ketika tusukan-tusukan Jaka semakin cepat dan bertenaga.

“UUUUNNGGHHH !!! NEENG INTAAANNN !!!!”, erang Jaka buru-buru mengeluarkan burungnya dan mengarahkannya ke payudara Intan. Tak perlu waktu lama, gumpalan daging kembar milik Intan pun sudah berhiaskan cairan berwarna putih yang kental dan lengket.

“neng…masih ada sisanya nih..hehehe…”.

Intan pun dengan teliti ‘membersihkan’ penis Jaka lalu meratakan sperma ke seluruh payudaranya, sama seperti sebelumnya, sperma Untung sudah diratakan Intan ke seluruh pelosok wajahnya. Intan masih mengangkang dengan lebar, vaginanya seperti meminta untuk ‘diterjang’ benda tumpul lagi. Intan merasa gairah dan hawa nafsu terus mengalir di dalam darahnya. Bagi Intan yang memang seorang eksibisionis sejati, berada di luar ruangan seperti pantai, hutan, dan lainnya memang membangkitkan gairah apalagi saat ini dia telanjang bulat dengan 3 lelaki yang menggilir vaginanya dengan semangat. Supri sudah berada di depan selangkangan Intan yang terbuka lebar. Supri menaruh kedua betis Intan di bahunya dan memulai proses injeksi terhadap alat kelamin Intan.

“hhheemmhhh…”. Dengan sigap, bibir kemaluan Intan melebar untuk memberikan ruang bagi ‘tongkat’ Supri agar bisa masuk semakin dalam. Vagina Intan terus melahap benda asing yang menginvasinya senti demi senti sampai seluruhnya telah tertelan ke dalam ruang hangat dan sempit yang ada di dalam vagina Intan. Sambil memandang batang kejantanannya telah tertanam dengan sangat kokoh di dalam rahim Intan, Supri mengusap-usap bibir bagian atas dari vagina Intan dan sesekali memencet-mencet klitoris Intan. Supri menarik penisnya dengan sangat perlahan sampai tinggal kepalanya saja yang masih ada di dalam liang kewanitaan Intan. Tarikan perlahan memberikan sensasi tersendiri. Supri mendorong penisnya masuk ke dalam lagi juga dengan sangat perlahan.

“hhh uuummmhhh…”, desahan lembut keluar dari mulut Intan dengan suara yang lemah.

Gerakan penis Supri yang begitu lembut dan perlahan memberikan sensasi tersendiri bagi Intan. Supri membungkuk sehingga kaki Intan pun longsor ke bawah lagi dan langsung melingkar di pinggang Supri untuk menjepitnya agar tidak kemana-mana.

“mmffhhh heemmm ccpphhh cccpphhh…”. Keduanya bercumbu dengan begitu dahsyat dan begitu bernafsu. Tak ada yang mau mengalah, Intan dan Supri sama-sama saling pagut, saling lumat, saling hisap bibir satu sama lain. Mereka berdua tak henti-hentinya saling mengadu lidah. Keduanya begitu meresapi percumbuan yang sedang terjadi, pelukan mereka juga semakin erat, tak ada yang mau menyudahi ciuman mereka. Intan membuka matanya dan beradu tatapan dengan Supri.

Tidak hanya tatapan nafsu yang terpancar dari sinar mata Supri, tapi juga tatapan lembut dan kasih sayang yang ditangkap oleh mata Intan. Andai aja udah kenal dari dulu, pasti gue udah jadiin bini, pikir Supri. Pak Supri, I LOVE YOU, kata Intan dalam hati. Terjadi pertukaran emosional antara dua insan itu. Pertukaran emosional yang biasanya hanya terjadi antara 2 manusia yang saling mencintai, saling menyayangi, dan saling mengasihi, kini sedang dialami Intan dan Supri yang baru kenal. Jalinan emosional antara keduanya tercipta bukan hanya dari tatapan mata keduanya, tapi juga dari ciuman panas mereka yang begitu bergairah dan yang semakin memperkuat jalinan itu adalah alat kelamin mereka berdua yang menyatu, penis Supri mengait kencang rahim Intan sementara vagina Intan pun menggigit erat penis Supri. Supri mengangkat tubuh Intan sehingga Intan seperti sedang menduduki penis Supri.

“neng Intan…”.

“Pak Supri…”. Keduanya saling mendesahkan nama satu sama lain lalu sama-sama tersenyum penuh arti. Intan mengalungkan kedua tangannya ke leher Supri. Intan menutup mata dan memajukan bibirnya seperti mengajak atau lebih tepatnya mengundang Supri untuk mencumbunya lagi. Kesempatan itu tak disia-siakan Supri yang langsung menyambar bibir Intan yang lembut. Supri asik sekali menyantap bibir Intan seperti bibir istrinya sendiri.

“gile..si Supri jago banget..ampe neng Intan pasrah banget gitu..”, komentar Untung.

“iye..enak banget tuh si Supri…”. Ada sedikit rasa iri dan cemburu melihat Supri yang dilayani Intan dengan sepenuh hati. Keduanya terlihat sangat mesra dan serasi. Intan melepas ciuman dan mulai bergerak untuk mengocok batang Supri yang sedang mendiami liang vaginanya. Nafas Intan semakin memburu, sesekali Intan diam agar Supri bisa ‘menyusu’ kepadanya. Kedua tangan Supri menampung dan meremas-remas bongkahan pantat Intan. Supri memperhatikan Intan mulai kecape’an sehingga dia kembali menelentangkan Intan seperti sebelumnya dan mulai mencekoki vagina Intan lagi.

“teruussshh Paakhh…ooohhhh…uuummmhhh…”. Keduanya terbuai dalam kenikmatan yang tak berujung seiring alat kelamin mereka yang terus bertubrukkan. Supri mulai memacu dengan kecepatan maksimal, nafasnya memburu bagai orang berlari.

“hhh…neenngghhh !!! ooohhhh uuuhhhh eeerrrnnhhh”. Matahari semakin meninggi, menyinari Supri dan Intan yang sudah ‘panas’ dari tadi.

“cllkk cllkk cllkk cllkk”, semakin cepat bunyi kecipak air.

“OOOGGGHHHH !!!!”, erang Supri menyemburkan ‘lahar’nya yang putih dan panas itu ke perut Intan. Supri tidak memegang penisnya karena Intan sendirilah yang memegangi penis Supri. Supri memandangi wajah Intan yang kelihatan begitu kelelahan namun terpuaskan, Intan menampakkan senyum di wajahnya. Supri merasa puas sekali karena telah menuntaskan hajatnya dari kemarin, merasakan nikmatnya ‘surga kecil’ milik Intan. Dengan bertumpu pada lutut, Supri mendekati wajah Intan. Intan pun langsung menyambar penis Supri bagai ikan yang menemukan kail favoritnya.

“nnmmm…mmm…”. Intan begitu meresapi mengulum penis Supri.

Lidahnya menggelitiki lubang kencing Supri, mengais sisa-sisa sperma yang ada di dalamnya. Intan mengemuti ujung ‘tombak’ Supri yang berwarna merah muda itu terus menerus. Tubuh Supri gemetar, rasa enak mulai berubah jadi rasa ngilu, tapi Supri enggan menghentikan Intan yang kelihatan asik sekali. Intan pun menyadari kalau Supri sudah merasa tidak nyaman. Intan pun menciumi batang Supri beberapa kali dan melayangkan ciuman yang sangat mesra ke zakar Supri seolah berterima kasih karena telah membantunya mencapai puncak kenikmatan. Intan meratakan sperma yang ada di perutnya dan meluruskan kedua kakinya setelah lama terbuka lebar dan menatap ke langit, mengistirahatkan tubuh dan jiwanya sambil merasa begitu bebas, tak ada beban.

“neng Intan ?”.

“eh iya, Pak Jaka ?”. Intan membuka matanya dan melihat Jaka, Untung, dan Supri berdiri mengelilinginya. Intan pun duduk ditemani 3 pria itu.

“neng Intan gak marah kan tadi kita entotin ?”.

“nggak apa-apa kok…”, jawab Intan tersenyum. Intan jadi merasa aneh, tadi 3 pria itu begitu kasar dan beringas memperkosanya, tapi sekarang mereka jadi sopan. Jaka mengumpulkan sedikit kayu dan membakarnya dengan korek api yang dibawa Untung. Supri mengambil 4 ikan. Mereka pun makan bersama-sama sambil mengobrol.

3 nelayan itu kembali melaut karena ikan yang ditangkap kurang banyak sementara Intan tetap di pulau itu. Merasa bosan sendirian, Intan pun memutuskan untuk melakukan kegiatan favoritnya yaitu berenang tanpa busana. Intan memang suka berenang tanpa mengenakan apa pun di kolam renang rumahnya, tapi tak pernah dia berenang tanpa busana di laut lepas sehingga dia berenang dengan semangat.

“berenang nih neng ?”.

“iya nih…kok udah balik lagi, Pak ? gak ada ikan ?”.

“ada..malah dapet lebih banyak nih neng…”.

“wah..bagus donk…kalo gitu sekarang pulang kan ?”.

“iyaa..ayo neng naek…”. Dengan bantuan Supri, Intan pun naik ke atas perahu. Spontan, 3 pria itu menelan ludah, tak ada yang mengedipkan mata mendapat pemandangan yang begitu menakjubkan. Tubuh Intan terlihat berkemilauan, bulir-bulir air yang membasahi tubuhnya dan juga menuruni setiap lekuk tubuhnya ditambah sinar matahari membuat keindahan tubuh Intan menjadi semakin erotis dan sensual.

“neng Intan..”.

“iya, Pak ?”, jawab Intan sambil membetulkan rambutnya yang basah.

“ngeliat neng basah-basahan..Bapak jadi pengen lagi..hehe..”.

“iya, neng…sekali lagi sebelom pulang donk..hehe…”.

“mm…”. Intan mengangguk sambil tersenyum. Jaka, Untung, dan Supri pun menggumuli Intan di pinggir pantai lagi, tapi kali ini mereka bertiga ‘menyerang’ Intan sekaligus. Supri menumpahkan maninya ke wajah Intan, sedangkan Jaka ‘mentato’ payudara kiri Intan dengan spermanya, dan payudara kanan Intan dihias oleh Untung. Tanpa mengelap sperma 3 orang itu, Intan pun naik perahu. Intan tetap bertelanjang ria selama berlayar pulang sehingga tak heran payudara dan pantatnya menjadi ‘sasaran empuk’ bagi tangan-tangan jail Supri, Jaka, dan Untung. Vagina dan pantat Intan pun sesekali dikobel dan dikorek oleh 3 nelayan itu. Perahu beberapa kali berhenti karena Jaka, Untung, dan Supri ingin melepaskan dahaga akan rasa vagina Intan. Intan pun dengan senang hati menyediakan vaginanya untuk digerogoti 3 nelayan yang sudah tua dan jelek itu.

“celana saya mana, Pak ?”, tanya Intan ketika sudah agak dekat dengan pinggir pantai.

“ini neng…”.

“baju saya robek ya, Pak ?”.

“iya neng..mending neng pake baju Bapak dulu…”, ujar Jaka melepas bajunya.

“tapi ntar ketahuan ama istrinya Pak Supri…”.

“ntar biar Bapak pulang duluan, ambil baju neng Intan…neng Intan pake baju aja dulu sambil ntar nunggu di perahu..”.

“oh iya yaa, yaudah, Pak Jaka…saya minjem bajunya yaa..”.

“iya, neng..silahkan…”. Perahu itu berlabuh di tepi pantai.

“Pak..ambilin bajunya yang warna putih juga…”, pesan Intan.

“iya, neng…”. Supri pun kembali dengan sehelai baju Intan.

“nih neng bajunya…”.

“makasih, Pak…tolong ditutupin dong, Pak…”.

“tenang neng…”. Jaka dan Untung merapat untuk menutupi Intan yang berganti pakaian.

“Pak Jaka..Pak Untung..saya pulang dulu yaa…”.

“neng Intan besok ikut lagi kan ?”.

“iyaa, Pak…”.

“hehe…asiik..”. Intan pun tersenyum.

“mari, Pak…”. Intan dan Supri pun kembali ke rumah dan berhasil mengelabui Juju, Indah, dan Didit dengan sikap biasa seperti tak terjadi apa-apa.
loading...

Keesokan paginya, Intan agak terkejut saat keluar kamar mandi karena Supri sudah menunggu di depan pintu wc.

“ayok neng Intan…”.

“bentar ya, Pak…saya ambil handycam dulu…”.

“ayu, Pak…”, ajak Intan. Intan dan tiga nelayan itu pun kembali melaut. Intan pun diam saja sambil tersenyum saat Jaka dan Untung bekerja sama melucuti pakaiannya saat sudah agak menjauh dari pantai. Dengan petunjuk Intan, Jaka bisa menggunakan handycam untuk merekam Intan dan Untung. Latar belakang laut lepas dan dua karakter yang begitu kontras dimana sang lelaki alias

Untung yang masih berpakaian lengkap memeluk Intan yang telanjang bulat dari belakang membuat pemandangan yang direkam Jaka seperti film erotis sensual. Bertambah erotis saat Intan memejamkan matanya dan mendesah lembut, kelihatan begitu menikmati dan meresapi sentuhan-sentuhan dan rangsangan-rangsangan dari Untung. Intan dan Untung terlihat seperti sepasang suami istri yang baru menikah. Intan kelihatan seperti istri yang sangat mencintai suaminya sampai mau bugil di alam terbuka. Untung pun kelihatan seperti suami yang sedang nafsu-nafsunya menikmati setiap jengkal dari tubuh istrinya. Jaka, Untung, dan Supri pun bergantian menggerayangi tubuh Intan dan bergantian merekam dengan handycam. Begitulah kegiatan Intan setiap hari, menjadi putri duyung di atas perahu yang harus telanjang bulat dan menjadi ‘sasaran’ 3 nelayan itu. Tapi, Intan melakukannya dengan senang hati karena bersama Jaka, Supri, dan Untung, semua fantasi liarnya terwujud.

Bertelanjang ria di laut lepas, disetubuhi di atas perahu, di pantai, dan di hutan yang ada di pulau favorit mereka berempat adalah fantasi liar Intan yang baru kali ini terwujud dan semuanya terekam di dalam handycam Intan.

Semua pengalaman liar yang akan ditunjukkan Intan ke Lina, Moniq, dan Riri.
☆☆☆☆☆
Baca Cerita Menarik Lainnya:

  1. Aku Dipisahkan Dengannya Dan Anakku 
  2. Beberapa Menit Itu
  3. Berawal Dari Karaoke 
  4. Diawal September Itu
  5. Fantasi Di Sebuah Pulau 
  6. Hanya Aku Tidak Mau Mengambil Resiko Yang Lebih Tinggi
  7. Jaraknya Hanya Dua Tangan
  8. Karena Merasa Bersalah Atau Takut
  9. Kecemburuan Adalah Rasa Memiliki 
  10. Ketika Harus Berbagi Kebutuhan Dengan Empat Gadis
  11. Ketika Hujan Semakin Lebat 
  12. Kisah Gadis Indo Yang Kos Di Kota Bandung 
  13. Malam Itu Udara Sangat Panas
  14. Nikmat Yang Lain
  15. Obsesiku Yang Menggebu-Gebu
  16. Pengakuan Yang Menyakitkan
  17. Pengalaman Pribadi Diwaktu Kuliah
  18. Perselingkuhan Yang Dimulai Dari Chat
  19. Semakin Kupikir Semakin Berkecamuk 
  20. Skenario Perjalanan Pulang 

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT