Hanya Aku Tidak Mau Mengambil Resiko Yang Lebih Tinggi

Ini pengalamanku sekitar 5 tahun yang lalu. Saat ini aku sudah berusia 38 tahun dan bekerja di salah satu instansi pemerintahan. 

Dan aku menikah sejak 9 tahun yang lalu dgn 2 anak. 

Aku berasal dari salah satu kota di Kalimantan dan kuliah di salah satu kota di Jawa.

Selepas kuliah aku sempat kerja di perusahaan swasta setahun dan akhirnya diterima di instansi pemerintahan tempat aku bekerja.

Tuntutan pekerjaan membuat aku harus beberapa kali pindah kota dan pada 5 tahun yang lalu aku sempat ditempatkan di salah satu kota di propinsi asalku di Kalimantan yang berjarak sekitar 1- 1,5 jam dari kota asalku.

Pada saat itu istri dan anakku tidak ikut serta karena istriku harus bekerja dan terikat kontrak kerja yang tidak memperkenankannya mengundurkan diri atau bermohon pindah sebelum 5 tahun masa kerjanya.

Sehingga jadilah aku sendiri di sana dan tinggal di salah satu rumah orang tuaku yang mereka beli untuk investasi. Karena kebutulan aku pindah ke sana maka aku tinggal sendiri.

Rumah tersebut berada di kompleks perumahan yang cukup luas namun cenderung sepi karena kebanyakan hanya menjadi tempat investasi alternatif saja, dan kalau ada yang tinggal adalah para pendatang yang mengontrak rumah di sana.

Jadi lingkungan relatif apatis di sana. Pada beberapa kesempatan aku kadang-kadang berkunjung ke tempat nenekku yang tinggal di suatu kabupaten (sekitar 4 jam dari kota tempat aku tinggal sekarang) untuk sekedar silaturahmi dengan famili di sana.

Pada salah satu kunjungan saya ke sana, saya sempat bertemu dengan salah seorang yang dalam hubungan kekerabatan bisa disebut nenekku juga di rumah salah satu famili, sebetulnya bukan nenek langsung. Persisnya ia adalah adik bungsu dari istri adik kakekku (susah ya ngurutnya). Usianya lebih tua sekitar 8-9 tahunan dariku.

Profil mukanya seperti Yati Octavia (tentu Yati Octavia betulan lebih cantik), dengan kulit cenderung agak gelap, dan badannya sekarang sedikit agak gemuk. Walaupun terhitung nenekku, ia biasanya saya panggil bibi saja krn usianya ia risih dipanggil nenek.

Pertemuan tersebut sebetulnya biasa saja, tapi sebetulnya ada beberapa hal yang sedikit spesial terkait pertemuan tersebut. Pertama, saya baru tau kalau suaminya baru meninggal sekitar 1 tahunan yang lalu. Ia yang berstatus honorer di sebuah instansi pemerintah sedikit mengeluhkan kondisi kehidupannya (untung ia hidup di kota kabupaten yang kecil) dengan 2 anak perempuannya yang berusia 12 dan 8 tahun.

Saat itu aku bilang akan mencoba untuk membantu memperbaiki status honorernya dengan mencoba menghubungi beberapa relasi/ kolegaku. Hal spesial yang lain adalah sedikit pengalamanku di masa lalu dengan dia yang sebetulnya agak memalukan bila diingat (saat itu saya berharap ia lupa).

Waktu saya masih di bangku SMA, ia dan kadang bersama famili yang lain sering berkunjung ke rumahku karena ia pernah kuliah di kota kelahiranku namun kost di tempat lain. Ia kadang-kadang menginap di rumahku. Pada waktu ia nginap dengan beberapa famili yang lain, aku sering ngintip mereka mandi dan tidur.

Sialnya sekali waktu, saat malam-malam aku menyelinap ke kamarnya (di rumahku kamar tidur jarang di kunci), dan menyingkap kelambunya (dulu kelambu masih sering digunakan). Saya menikmati pemandangan di mana ia tidur telentang dan dasternya tersingkap sampai keliatan celana dalam dan sedikit perutnya.

Saat itu saya mencoba mengusap tumpukan vaginanya yang terbungkus celana dalam dan pahanya. Setelah beberapa kali usapan ia tiba-tiba terbangun dan saya pun cepat-cepat menyingkir keluar kamar. Sepertinya ia sempat melihat saya, hanya saja ia tidak berteriak. Hari-hari berikutnya saya selalu merasa risih bertemu dia, namun iapun bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Sejak saat itu saya tidak pernah coba-coba lagi ngintip ia mandi dan tidur. Hal itu akhirnya seperti terlupakan setelah saya kuliah ke Jawa, ia menikah dan sayapun akhirnya menikah juga. Inilah pertemuan saya yang pertama sejak saya kuliah meninggalkan kota kelahiran saya.

Beberapa waktu kemudian pada beberapa instansi ada program perekrutan pegawai termasuk yang eks honorer termasuk pada instansi nenek mudaku tersebut. Pada suatu pembicaraan seperti yang pernah saya singgung sebelumnya, nenek mudaku tersebut sempat minta tolong agar ia bisa diangkat sebagai pegawai tetap dan akupun kasak-kusuk menemui kenalanku agar nenek mudaku tersebut dapat dialihkan status honorernya menjadi pegawai.

Aku beberapa kali menelpon nenek mudaku tersebut untuk meminta beberapa data dan dokumen yang diperlukan. Entah karena bantuan kenalanku atau bukan, akhirnya ia dinyatakan diterima sebagai pegawai. Nenek mudaku itu beberapa kali menelponku untuk mengucapkan terima kasih, dan aku yang saat itu memang tulus membantunya juga ikut merasa senang.

Beberapa bulan kemudian aku mendapat telpon lagi dari nenek mudaku tersebut yang mengabarkan bahwa ia akan ke kota tempatku bertugas karena ia harus mengikuti pelatihan terkait dengan pengangkatannya sebagai pegawai di salah satu balai pelatihan yang tempatnya relatif dekat dengan rumahku.

Waktu itu ia menginformasikan akan menginap di balai pelatihan tersebut namun akan berkunjung ke rumahku juga. Pada suatu hari Sabtu sore ia tiba di rumahku dengan membawa koper dan oleh-oleh berupa penganan khas daerahnya tinggal dan buah-buahan.

Ia mengatakan hari pelatihannya dimulai hari Senin namun ia takut terlambat dan akan segera ke balai pelatihan tersebut malamnya. Aku tawarkan untuk istirahat dulu dan menginap satu malam.

Namun karena kekahwatiran tersebut ia menolak untuk menginap dan hanya beristirahat saja. Maka ia kutunjukkan kamar tidur yang ada di samping kamar tidurku untuk istirahat sejenak. Tidak ada kejadian apa-apa sampai saat itu, dan pada malam harinya ia kuantar ke balai latihan.

Namun di balai latihan tersebut suasananya masih sepi dan baru 3 orang yang melapor itupun masih keluar jalan-jalan. Melihat keraguan untuk masuk ke balai latihan tersebut kembali aku tawarkan untuk menginap di rumah dulu dan nanti Senin pagi baru kembali.

Ia langsung menerima tawaranku sambil menambahkan komentar bahwa ia dengar balai pelatihan tersebut agak angker. Malam minggu ia menginap dan tidak ada kejadian yang spesial kecuali kami mengobrol sampai malam dan ia menyiapkan makanan/ minumanku. Sampai saat itu belum terlintas apa-apa dalam pikiranku.

Namun ketika ia selesai mencuci piring dan melintas di depanku yaitu antara aku dan televisi yang sedang aku tonton ia berhenti untuk melihat acara televisi sejenak. Saat itu aku melihat silhuote tubuhnya di balik daster katunnya yang agak tipis diterobos cahaya monitor televisi. Saat itulah pikiranku mulai mengkhayalkan yang tidak-tidak.

Maklum aku jauh dari istri dan kalau ngesespun dengan orang lain juga kadang-kadang (aku pernah ngeses dengan PSK yang agak elit dan beberapa mahasiswi tapi frekuensinya jarang karena biaya tinggi). Saat itu ia saya suruh duduk dekat saya untuk nonton TV bersama-sama.

Kami pun ngobrol ngalor ngidul sampai malam dan ia pun pamit untuk tidur. Malam Seninnya juga tidak terjadi apa-apa kecuali saat ngobrol sudah mulai bersifat pribadi tentang masalah-masalahnya seperti anaknya yang perlu uang sekolah dan lainnya.

Aku katakan bahwa aku akan bantu sedikit keuangannya dan iapun berterima kasih berkali-kali dan mengatakan sangat berhutang budi padaku. Senin paginya ia kuantar ke balai pelatihan tersebut dan dengan membawakan kopernya saya ikut masuk ke kamarnya yang mestinya bisa untuk 6 orang.

Dengan menginapnya ia di sana, maka buyarlah angan2 erotisku pd dirinya dan akupun terus ke kantorku utk kerja seperti biasa. Namun pada sore hari aku menerima telpon yang ternyata dari nenek mudaku tersebut.

Ia mengatakan bahwa agak ragu-ragu menginap di balai pelatihan tersebut krn ternyata semua teman-teman perempuannya tidak menginap di situ, tapi di rumah familinya masing-masing yang ada di kota ini sehingga di kamar yang cukup untyk 6 orang itu ia tinggal sendiri kecuali jam istirahat siang baru beberapa rekan perempuannya ikut istirahat di situ.

Dengan bersemangat aku menawarkan ia menginap di rumah lagi sambil melontarkan kekhawatiranku kalau ia sendiri di situ (sekedar akting). Ia terima tawaranku dan aku berjanji akan menjemput dia sepulang kantor.

Akhirnya iapun menginap di rumahku dan rencananya akan sampai sebulan sampai pelatihan selesai. Angan-anganku kembali melambung namun aku masih tidak berani apa-apa mengingat penampilannya yang sudah sangat keibuan, kedudukannya dalam kekerabatan kami yang terhitung nenek saya, dan sehari-harinya kalau keluar rumah pakai kerudung (tapi bukan jilbab).

Aku betul-betul memeras otak namun tdk pernah ketemu bagaimana cara bisa menyetubuhinya tanpa ada resiko penolakan. Aku sedikit melakukan pendekatan yang halus. Sekedar utk memberi perhatian dan sedikit akal bulus sempat aku belikan ia baju dan daster. Untuk daster aku pilihkan ia yang cenderung tipis dan model you can see.

Hampir setiap malam ia aku ajak keluar makan malam atau belanja (walupun pernah ia sekali menolak dengan alasan capek).

Kalau ada kesempatan aku kadang-kadang mendempetkan badanku ke badannya bila lagi jalan kaki bersama atau duduk makan berdua di rumah makan.

Aku juga sering keluar kamar mandi (kamar mandi di rumahku ada di luar kamar tidur) dgn hanya melilitkan handuk di badan. Selain itu aku juga kadang menyapa dan memujinyaa sambil memegang salah satu atau kedua pundaknya bila ia memasak sarapan pagi di dapur.

Dari semua itu saya belum bisa menangkap apakah responnya positif terhadap aku. Dan setelah hampir 1 minggu, yaitu pada hari Sabtu pagi iapun pamit pulang ke kotanya untuk menengok anaknya yang agak sakit dan akan kembali minggu malamnya.

Iapun pulang dan aku yang sendirian di rumah akhirnya juga keluar kota ke kota kelahiranku yang jaraknya cuma 1 jam dr kota tinggalku untuk main-main dengan teman-teman masa SMAku serta silaturahmi ke rumah orang tuaku. Saat bertemu teman-temen lamaku aku agak banyak minum bir dan waktu tidurku agak kurang.

Sore menjelang Maghirib akupun pulang ke kota di mana aku tinggal, terlintas sebuah rencana utk menggauli nenek mudaku yang saya perkirakan akan lebih duluan sampai di rumahku (ia kukasihkan kunci duplikat rumah utk antisipasi seandainya aku tdk ada dirumah bila ia datang).

Sayapun sampai di rumah dan memang benar ia sudah ada di rumah. Ia bertanya kepadaku kenapa aku pucat dan keringatan dan saat ia pegang dahi dan tanganku ia bilang agak hangat (mugkin karena pengaruh begadang).

Aku hanya berkomentar bahwa aku mau cerita tapi tdk enak dan minta agar malam ini makan malam di rumah saja kareba aku tidak enak badan. Ia tdk keberatan dan tanya aku mau makan apa, aku bilang aku cuma mau makan indomie telur dan iapun setuju. Seperti kebiasaannya ia selalu buatkan aku kopi dan teh untuk dirinya, tak terkecuali malam itu.

Melihat aku masih pucat ia menawarkan obat flu tapi aku bilang aku tidak flu dan tidak bisa cerita sambil pergi dengan pura-pura sempoyongan ke kamarku dan bilang aku mau istirahat. Aku masuk kamar dan membuka baju dan berbaring di tempat tidur dengan hanya pakai celana pendek. Iapun menyusulku ke kamarku dan dgn iba bertanya kenapa dan apa yang bisa ia bantu.

Dalam hatiku aku mulai tersenyum dan mulai melihat suatu peluang. Ia bahkan menawarkan untuk memijat atau mengerik punggungku, tapi aku mau langsung ke sasaran saja dengan mempersiapkan sebuah cerita rekayasa.

Akhirnya aku menatap ia dan menanyakan apakah ia mau tau kenapa aku begini dan mau menolong saya. Ia segera menjawab bahwa ia akan senang sekali bisa menolong saya karena saya sudah banyak membantunya.

Iapun kusuruh duduk di tempat tidur dan dengan memasang mimik serius dan memelas sambil memegang salah satu tangannya akupun bercerita. Aku karang cerita bahwa aku baru saja kumpul-kumpul sama teman-temenku waktu ke luar kota tadi sore.

Terus ada salah satu temanku yang bawa obat perangsang yang aku kira adalah obat suplemen penyegar badan. Karena tdk tau, obat itu aku minum dan sekarang efeknya jadi begini di mana aku kepingin ML dgn perempuan. Aku karang cerita bahwa bila tidak tersalur itu akan membahayakan kesehatanku sementara istriku tdk ada di sini.

Aku juga mengarang cerita bahwa aku sudah mengupayakan onani tapi tidak berhasil dan tidak mungkin aku mencari PSK karena tdk biasa. Aku katakan bahwa dengan terpaksa dan berat hati aku mengajak ia bersedia untuk ML denganku untuk kepentingan kesehatanku.

Mendengar ceritaku ia terdiam dan menundukkan wajahnya, tapi salah satu tangannya tetap kupegang sambil kubelai dengan lembut. Melihat itu, aku lanjutkan dengan berkata bhw kalau ia tdk bersedia agar tdk usah memaksakan diri dan aku mohon maaf dgn sikapku karena ini pengaruh obat perangsang yang terminum olehku.

Selain itu kusampaikan bahwa biarlah kutanggung akibat kesalahan minum obat tersebut dan aku katakan lagi bahwa aku sadar kalau permintaanku itu tidak pantas tapi aku tidak bisa melihat jalan keluar lain sambil minta ia memikirkan solusi selain yang kutawarkan.

Ia tetap diam, namun kurasakan bahwa nafasnya mulai memburu dan dengan lirih ia berkata apa aku benar-benat mau ML sama dia padahal ia merasa ia sudah agak tua, tidak terlalu cantik, agak sedikit gemuk dan berasal dari kampung.

Aku jawab bahwa ia masih menarik, namun yang penting aku harus menyalurkan hasratku. Ia diam lagi dan aku duduk dikasur sambil tanganku merangkul dan membelai pundaknya yang terbuka karena dasternya model you can see. Kulitnya terasa masih halus dan sedikit kuremas pundaknya yang agak lunak dagingnya.

Mukanya pucat dan bersemu merah berganti-ganti, ia juga terlihat gelisah. Sedikit lama situasi seperti itu terjadi tapi aku tidak tahu entah berapa lama, sampai aku mengulang pertanyaanku kembali (walaupun aku sudah yakin ia tidak akan menolak) dan akhirnya ada suara pelan dan lirih dari mulutnya.

Aku tidak tahu apa yang ia katakan tapi instingku mengatakan itu tanda persetujuan dan dengan pelan aku dekatkan mukaku ke wajahnya. Mula-mau aku cium dahinya, setelah itu mulutku menuju pipinya. Ia hanya memejamkan mata, namun gerakan wajahnya yanh sedikit maju sudah menjadi isyarat bahwa ia tidak keberatan.

Sedikit lama aku mencium kedua pipinya dan aku sejenak mencium hidungnya (di situ kurasakan desah nafasnya agak memburu) lalu akhirnya aku mencium bibirnya yang sudah agak terbuka sejak tadi.

Sambil melakukan itu kedua tanganku juga beraksi dengan halus. Tangan kananku merangkulnya melewati belakang kepalanya kadang di bahu kanannya dan kadang di tengkuknya di belakang rambutnya yang terurai. Sedang tangan kiriku merangkul punggungnya dan mengusap paha kanannya secara bergantian.

Ciuman bibir mulai kuintensifkan dengan memasukan lidahku ke mulutnya. Ia gelagapan namun tangan kananku memegang tengkuknya untuk meredam gerakan kepalanya. Ternyata ia tidak biasa dicium dengan memasukan lidah ke mulut yang kelak baru saya ketahui belakangan

Tangan kiriku terus bergerilya, aku menarik bagian bawah dasternya yang ia duduki agar tangan kiriku bisa masuk ke sela-sela antara daster dan punggungnya. Berhasil, tanganku mengusap punggungnya yang halus namun masih kurasakan tali BH nya di situ.

Dengan pelan-pelan kubuka tali BH nya. Terasa ada sedikit perlawanan dari dia dengan menggerak-gerakan punggungnya sedikit. Iapun hampir melepaskan mulutnya dari mulutku.

Namun bibirku terus mengunci bibirnnya dan tugas tangan kiriku membuka pengait BH nya dibelakan sudah terlaksana. Tangan kananku langsung berpindah dengan menyelinap di balik daster bagian depan dan menuju BH nya yang sudah terbuka.

Aku biarkan BH tsb dan tangan kananku menyelinap di antara BH dan payudaranya. Aku elus-elua dan cubit-cubit pelan payudara di sekitar putingnya beberapa saat sebelum akhirnya menuju puting sampai akhirnya payudara yang memang sudah tidak terlalu kencang tapi cukup besar itu kuremas-remas bergantian kiri dan kanan.

Saat itu mulutnya menggigit bibirku, aku terkaget-kaget, dan dengan cepat kutanggalkan daster dan BHnya dan ia kutelentangkan dikasurku. Ia rebah di kasurku dengan hanya mengenakan celana dalam yang sudah tua dan sedikit lubangnya di bagian selangkangannya.

Aku langsung menggumulinya dengan mulutku langsung menuju mulutnya.

Ia sempat melenguhkan suara yang sepertinya menyebut namaku. Aku tidak peduli. Mulutku bergeser ke lehernya dan kudengar ia berkata dengan tidak jelas.
Aduh kenapa kita jadi begini??
Aku tdk peduli dan mulutkupun bergeser ke payudaranya secara bergantion. Akhirnya suaranya yang awalnya seperti keberatan menjadi berganti dengan lenguhan dan desahan yang lirih. Aku bangkit dari badannya sejenak untuk melepaskan celanaku sampai akupun telanjang bulat

Kulihat ia sedikit kaget dan matanya terbuka melihatku seolah-olah tidak rela aku melepaskan tubuhnya.

Namun secepat kilat setelah aku telanjang bulat aku kembali menggumulinya dan melumat bibirnya habis-habisan. Kedua tanganku merangkulnya dengan memegang erat bahu dan belakang kepalanya.

Kupeluk ia erat-erat dan iapun membalas ciuman bibirku dengan hangat bahkan liar. Matanya terpejam dan kedua tangannyapun memeluk diriku dan kadang megusap punggungku. Mulutku beralih ke payudaranya. Sekarang aku baru bisa melihat jelas bentuk payudara dan tubuhnya yang lain. Memang bukan bentuk yang ideal sebagaimana umumnya diceritakan di cerita-cerita saru lainnya.

Payudaranya memang besar (aku tidak tau ukurannya) tapi sedikit turun dan tdk kencang. Tubuhnya masih proporsional walaupun cenderung gemuk dengan adanya lipatan-lipatan lemak di pinggangnya dan perut yang kendur karena bekas melahirkan (mungkin), namun kulitnya begitu halus. Mulutku lalu melumat puting payudaranya yang kiri dan tangan kiriku meremas payudara yang kanan.

Sedang tangan kananku bergerilya ke selangkangannya dan mengusap-usap bagian yang masih terbungkus celana dalam tersebut. Jari-jari tanganku menemukan lubang pada robekan celana dalamnya yang sudah tua sehingga jari-jariku tersebut bisa mengakses ke bagian selangkangannya yang mulai lembab pada rambutnya yang kurasakan cukup lebat.

Jari-jari kananku memainkan klitorisnya dan kadang-kadang kumasukkan ke dalam lubangnya sambil menggesek-gesekannya. Kurasakan desahan dan lenguhannya sedikit lebih keras menceracau. Sekilas kulihat kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan dengan pelan tapi mulai liar.

Tangan kirinya dia angkat sehingga jarinya ada didekat telinga kirinya sambil meremas-remas seprai dan ujung bantal tidak karuan. Tangan kanannya mengusap kepala dan menarik2 rambutku. Akupun mulai tidak bisa menahan diri lagi karena penisku sudah berdiri tegak sejak tadi.

Ukuran penisku biasa-biasa saja (sebetulnya aku agak heran dengan ceritaa erotis yang bilang sampai 20 cm, aku tidak pernah mengukur sendiri). Kutarik celana dalamnya sampai lepas. Kemudian aku melepaskan tubuhnya dan mengambil posisi di antara dua pahanya. Waktu kulepas tubuhnya sejenak tadi ia sempat tersetak dan matanya terbuka seolah-olah bertanya kenapa.

Tapi begitu melihat aku sudah dalam posisi siap mengeksekusi dirinya iapun mulai memejamkan matanya lagi. Sambil kuremas-remas payudaranya sebelum memasukan rudalku ke liangnya aku sedikit berbasa basi dan menanyakan apa ia ikhlas aku setubuhi malam ini.

Dengan lirih ia mempersilakan dan bibirnya sedikit tersenyum. Kedua tangannya menarik badanku dan akupun mulai memasukkan penisku ke lubangnya. Walaupun sudah lembab dan ia pernah melahirkan, ternayata aku tdk bisa langsunga memasukkan penisku. Sampai-samapi tangan wanita yang telah lama menjanda dan kehidupan sehari-harinya begitu kolot ini ikut membantu mengarahkan rudalku ke lubangnya.

Rupanya nafsunya sudah membuat ia terlupa. Di luar terdengar hujan mulai turun dengan lebat menambah liarnya suasana di kamarku dan pintu kamarku masih terbuka karena aku yakin tidak ada siapa-siapa lagi di rumah tipe 60 milik orang tuaku ini. Ujung rudalku mencoba merangsek kelubangnya secara pelan-pelan dengan gerakan maju mundur dan kadang-kadang berputar di area mulut lubangnya.

Tidak terlalu lama rudalku mulai menembus liang senggamanya. Kepalanya bergerak ke kiri dan kanan. Matanya merem dan kadang setengah terbuka. Tangannya ke sana kemari kadang meremas seprai dan ujung bantal, kadang meremas rambutku dan kadang mengusap punggung dan bahkan mencakar punggung atau dadaku.

Pinggulnya kadang menyentak maju menuju rudalku seolah-olah sangat ingin agar rudalku segera masuk. Akhirnya rudalku yang sudah masuk sepertiganya ke liang senggamanya kucabut tiba-tiba. Terlihat ia kaget dan membuka matanya. Ia memanggil namaku dengan suara yang sudah dikuasai birahi dan bertanya ada apa.

Namun sebelum selesai pertanyaannya aku langsung dengan cepat dan sedikit tekanan menghujamkan rudalku ke liangnya yang walaupun sedikit seret tapi akhirnya bisa masuk seluruhnya ke dalam lubangnya dan aku memeluknya dengan mukaku begitu dekat dengan mukanya sambil menatap wajahnya yang penuh kepasrahan namun juga dikuasai birahi yang kuat. Ia tersentak dan melenguh keras ………….. aaaaaaaahh …. sejenak aku mendiamkannya dengan posisi seperti itu.

Ia mencoba menggerakkan pinggulnya maju dan mundur dengan ruang gerak yang terbatas. Aku pun mulai menggerakkan pinggulku ke belakang dan ke depan dengan gerakan pelan tapi pasti.

Tanganku mulai mempermainkan kedua payudaranya dengan liar. Ia menceracau dan terus mendesah dan pinggulnya mencoba untuk membawa diriku menggoyangnya lebih cepat lagi. Entah beberapa kali namaku ia sebut. Ia juga menceracau ia sayang dan mencintaiku.

Dan aku yang sudah terbawa gelombang birahipun tidak memanggil ia? bibi? lagi (ia sebetulnya terhitung nenekku, namun krn usianya tidak terlalu tua maka ia sering dipanggil bibi). Ya … dalam keadaan birahi tersebut aku juga kadang menceracau memanggil namanya saja. Seperti tidak ada perbedaan usia dan kedudukan di antara kami.

Entah berapa lama aku menggoyangnya dengan gerakan yang sedang-sedang saja, tiba-tuba kedua tangannya merangkul tubuhku untuk lebih merapat dengan dia. Aku pun melepaskan payudaranya dan juga akan merangkul tubuhnya. Kurasakan betapa lunak dan empuk tubuhnya yang agak gemuk dan memang sudah tidak terlalu itu ketika kudekap.

Semua bagian tubuhnya tidak ada yang kencang lagi. Namun kelunakan tubuhnya dan kehalusan kulitnya ditambah pertemuan dan gesekan antara kulit dadaku dengan kedua payudaranya membawa sensasi yang luar biasa bagi diriku.

Irama gerakan pinggulku dan pinggulnya tetap stabil. Tiba-tiba ia mendesah dengan suara yang agak berbeda dan kedua matanya memejam rapat-rapat. Ia mempererat dekapannya dan mengangkat pinggulnya agar selangkangannya lebih rapat dengan selangkanganku.

Setelah itu kedua kakinya mencoba mengkait kedua kakiku. Gerakan bibir dan raut mukanya menunjukan kelelahan tercampur dengan kenikmatan yang amat sangat. Rupanya ia sudah orgasme. Ia membuka matanya dan wajahnya ia dekatkan ke wajahku sambil bibirnya terbuka dan memperlihatkan isyarat utk minta aku cium.

Bibirkupun menyambar bibirnya dan saling melumat. Ketika lidahku masuk kemulutnya, ternyata ia sudah bisa mengimbangi walaupun dengan terengah-engah. Terbayang reaksinya waktu orgasme tadi maka gairahku menjadi meningkat.

Walaupun tau ia sudah orgasme beberapa saat setelah itu aku mulai meningkatkan kecepatan irama gerakan pinggulku untuk membawa rudalku menghujam-hujam liang senggamanya. Walaupun sambil berciuman aku tetap mempercepat gerakan pinggulku.

Awalnya pinggulnya mencoba mengikuti gerakan pinggulku. Namun tiba-tiba ia melepaskan mulutku dan kepalanya bergerak kekiri dan diam dengan posisi miring ke kiri sehingga aku hanya bisa mencium pipi kanannya.

Matanya merem melek. Dekapan tangannya ketubuhkupun ia lepaskan dan ia angkat ke atas sehingga jari-jari kedua tangannya hanya meremas-remas seprai di atas kepalanya. Kedua kakinya berubah gerakan menjadi mengangkang dengan seluas-luasnya.

Aku jadi mempecepat gerakan pinggulku. Bahkan gerakan rudalku menjadi lebih ganas yaitu saat aku memundurkan pinggulku maka rudal keluar seluruhnya sampai di depan mulut liang senggamanya namun secepat kilat masuk lagi ke dalam lubangnya dan begitu seterusnya namun tdk pernah meleset.

Tangan kiriku kembali meraba payu daranya dan kadang-kadang ke klitorisnya. Ia menceracau dan kali ini tidak menyebut namaku namun berkali bilang:
Aduh …. ampun … sayang …? atau ? Kasian aku sayang? 
dan bahkan ia bilang sudah tidak tahan lagi.

Namun aku tau ia terbawa kenikmatan yang luar biasa yang sekian tahun tidak pernah ia rasakan. Malam dingin dan AC di kamarku tdk bisa menahan keluarnya keringat di tubuh kami. Tiba-tiba kembali ia melenguh, kali ini lebih keras dan mulutnya maju mencari bibirku. Ya, ia kembali orgasme.

Aku tidak menghiraukan mulutnya namun lebih berkosentrasi untuk mempercepat gerakan pantatku sambil aku putar. Putus asa ia mencoba mencium bibirku ia rebah kembali, namun pada saat itu akupun mencapai puncaknya dan rudalku menyemburkan sperma yang banyak ke liang senggamanya.

Sementara liang senggamanya berdenyut menerima sperma hangatku. Aku terkulai di atas tubuhnya dengan rudalku masih di dalam liang senggamanya. Kami berpelukan dengan sangat erat seolah-olah tubuh kami ingin menjadi satu. Kami berciuman dan saling membelai.

Berkali-kali kami saling mengucapkan sayang. Iapun mengungkapkan betapa bahagianya ia krn selain bisa menolongku menyalurkan libidoku, juga ia merasa terpuaskan kebutuhan yang tidak pernah ia rasakan sekian tahu.

Apalagi ketika setelah itu ia semapat bercerita betapa almarhum suaminya begitu kolot dalam bercinta dan sekedar mengeluarkan sperma saja. Ia baru tau bahwa bercinta dengan laki-laki dapat lebih nikmat dibanding yang pernah ia rasakan.

Kami tertidur sambil berpelukan. Paginya ketika terbangun jam 8 pagi kami bercinta lagi dengan sebelumnya menelpon ke tempat diklatnya untuk memberitahukan bahwa ia tidak enak badan. Ia adalah tipe wanita yang juga agak kolot.

Beberapa variasi ia lakukan dgn kikuk. Ia sering tidak bersedia bila vaginanya aku oral dengan alasan tidak sampai hati melihat aku yang banyak menolongnya mengoral vaginanya. Tapi ia mau mengoral penisku kadang-kadang. Biasanya ia mau kalau ia sudah tidak bisa mengimbangi permainanku sedang aku masih mau bercinta.

Selama sebulan ia tinggal di rumahku dan kami sudah seperti suami istri, bahkan percintaan kami sering lebih panas. 2 hari setelah percintaan kami yang pertama aku malah sempat mengantar ia ke dokter untuk pasang spiral agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Hal yang kusuka darinya adalah ia ternyata pandai menyembunyikan hubungan kami. Jadi bila ada tamu atau famili datang ke rumahku, sikap kami biasa-biasa saja.

Memang aku sempat mendoktrin dia bahwa hubungan kami ini adalah hubungan terlarang, namun karena awalnya menolongku maka tidak apa-apa dilanjutkan krn ia harus mengerti dengan kebutuhanku sebaga laki-laki dari pada aku kena penyakit bercinta di luaran maka ia tidak perlu tanggung-tanggung menolongku.

Selain itu hal yang kusukai dr dia adalah sikapnya yang berbakti kepadaku bila kami berdua saja. Hampir semua permintaanku mau ia terima selama ia anggap permainan normal. Ia bilang itu ia lakukan karena aku banyak menolongnya.

Kadang aku memutarkan kaset video BF untuk memperlihatkan beberapa variasi padanya. Aku bahkan sempat melakukan penetrasi di anusnya. Sebetulnya kesediaannya utk itu dilakukan dengan terpaksa karena pada saat kami melakukan foreplay ternyata ia menstruasi.

Melihat aku sudah di puncak birahi ia mencoba melakukannya dengan tangan dan mulut tapi tdk berhasil krn ia mmg tdk terlalu lihay. Akhirnya dengan dibantu hand body cream maka anusnya lah yang jadi sasaranku. Sebetulnya aku kasian juga melihat ia menitikan airmata waktu aku mulai menusukan rudalku ke anusnya.

Tapi karena aku sudah berada di ujung kenikmatan maka aku tetap melakukannya. Karena di rumah hanya kami berdua maka kami melakukannya di mana saja, bisa di kamar mandi, bisa di depan TV, dan lainnya.

Hal yang paling mengesankan adalah suatu hari pada saat saya pulang jam istirahat siang, ternyata iapun baru pulang juga untuk istirahat di rumah karena ada informasi instrukturnya akan datang terlambat sekitar setengah atau satu jam.

Mendengar penyampaiannya itu aku langsung mutup pintu rumah dan menyergapnya. Aku baringkan ia di atas hambal di ruang tengah depan TV. Ia gelagapan dan berteriak-teriak senang sambil berpura-pura protes.

Aku hanya menurunkan celana tidak sampai lepas dan iapun cuma kusingkapkan rok panjangnya dan melepaskan celana dalamnya.

Baju PNS nya hanya kubuka kancingnya dan menarik BHnya ke atas. Kerudungnya aku biarkan terpasang. Sehingga kamu bercinta dgn tdk sepenuhnya telanjang. Mungkin karena agak tegang permainan kami menjadi lebih lama daribpermainan biasanya.


Akhirnya kami istirahat di rumah dengan hanya makan nasi dan telur dadar karena waktu istirahat tersita utk bercinta. Pada saat ia kembali ke kotanya kami masih berhubungan sebulan 3-4 kali dalam sebulan.

Namun setelah aku pindah ke kota lain hubungan kami jadi sangat jarang. Terakhir ia menikah lagi dengan seorang duda yang usianya 7 tahun lebih tua dari dia. Itupun ia terima setelah aku yang mendorong untuk menerimanya wakty ia menceritakan bhw ada orang yang mau melamarnya.

Demikianlah ceritaku. Sebetulnya sampai saat ia bersuamipun aku tau kalau aku datang kepada dirinya dan ia punya waktu maka ia akan bersedia melayaniku. Hanya aku tidak mau mengambil resiko yang lebih tinggi.

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT