Mengapa Manusia Dapat Mengalami Déjà-Vu?

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang: 
Mengapa Manusia Dapat Mengalami Déjà-Vu?
Sebenarnya déjà vu ini adalah sebuah fenomena yang cukup menarik. 

Jika kita lihat secara definisi, déjà vu sebenarnya merupakan sebuah istilah dari bahasa perancis yang digunakan untuk menjelaskan sebuah perasaan ketika seseorang seolah olah pernah mengalami sebuah peristiwa atau pernah pergi ke sebuah tempat, namun sebenarnya belum.

Bitter Coffee Park rasa mungkin beberapa dari kita pernah merasakannya dan tentu saja munculnya perasaan ini membuat kita merasa terkejut. 

Ketika perasaan ini muncul, kita akan mencoba untuk memanggil ingatan kita di masa lalu dan mengecek:
  1. Apakah ada yang salah dengan ingatan kita?
  2. Apakah kita juga merasa demikian?
Nah, Bitter Coffee Park sempat berdiskusi dengan beberapa Sahabat Bitter terkait fenomena déjà vu. 

Karena Bitter Coffee Park sebenarnya juga agak penasaran, Bitter Coffee Park mencoba untuk mencari jawaban ini pula melalui riset-riset dalam kajian psikologi kognitif, terutama dalam kaitannya dengan kajian seputar memori atau ingatan.

Setidaknya, sebuah kajian yang dilakukan di Jepang untuk mengungkap fenomena déjà vu ini menunjukkan bahwa munculnya perasaan déjà vu sebenarnya memiliki keterkaitan dengan fungsi kognitif yang sehat.

Artinya apa? 
Artinya, adanya perasaan déjà vu ini sebenarnya bukan diakibatkan karena adanya gangguan psikis, mental, ataupun hal yang sejenisnya. 

Besar kemungkinan bahwa fenomena déjà vu ini memiliki keterkaitan erat dengan kemampuan ingatan seseorang. 

Argumen ini sebenarnya diperkuat oleh temuan pada sebuah studi lain.

Dalam studi ini, subjek ini nantinya akan mengikuti dua blok eksperimen. 

Di kondisi blok pertama, mereka akan menggunakan teknologi realitas virtual untuk melihat sebuah ruangan yang dibuat secara digital, dan mereka pun bisa melihat kondisi sekelilingnya secara 360 derajat.
(Gambar. Kondisi desain spasial ruangan yang ditampilan pada blok pertama vs blok kedua).

Di kondisi blok kedua, mereka akan diperlihatkan beberapa ruangan digital juga melalui teknologi realitas virtual, akan tetapi akan ada beberapa kondisi ruangan digital yang akan di rancang supaya mirip dengan kondisi ruangan pada eksperimen pertama akan tetapi memiliki layout yang agak berbeda, dan ada juga yang kondisi ruangan yang benar benar berbeda (ditampilkan secara acak). Subjek kemudian akan diminta untuk memberikan penilaian akan ruangan yang mereka lihat terkait seberapa mirip dengan kondisi ruangan yang ia lihat di kondisi pertama dan seberapa kuat kondisi déjà vu yang mereka rasakan.

Lalu, bagaimana hasilnya?
Probabilitas munculnya perasaan déjà vu lebih banyak muncul ketika di blok kedua, subjek dipaparkan dengan kondisi ruangan digital yang sama tapi memiliki layout yang berbeda dengan yang ditampilakan pada blok pertama.

Jadi, apa yang dapat kita pelajari melalui hasil studi ini?
Besar kemungkinan bahwa perasaan déjà vu yang kita alami merupakan hasil dari kesalahan kognitif kita dalam memanggil sebuah ingatan spasial yang sudah tersimpan dalam otak kita. 

Perasaan déjà vu yang muncul ketika kita sedang menuju ke sebuah tempat baru itu bisa jadi muncul karena tempat baru yang kita kunjungi tersebut memiliki pola atau pattern spasial yang mirip dengan sebuah tempat yang pernah kita kunjungi sebelumnya, yang sudah terekam dalam otak kita. 

Nah, ketika kita sedang mencoba untuk memanggil ingatan tersebut, terjadilah sebuah kegagalan.

Hasil temuan tersebut pun sebenarnya juga diperkuat lagi dengan studi lain yang dilakukan menggunakan MRI menunjukkan bahwa bagian frontal di otak kita yang aktif ketika sedang mengalami déjà vu.

Padahal, bagian frontal otak kita ini sebenarnya bukanlah bagian yang bertanggungjawab terhadap kemampuan spasial ataupun ingatan, melainkan bagian yang berperan dalam proses pengambilan keputusan.

Besar kemungkinan karena adanya kegagalan dalam memanggil ingatan seperti yang Bitter Coffee Park jelaskan tadi mengakibatkan munculnya semacam konflik dalam otak kita. 

Maka dari itu, terjadilah semacam resolusi konflik yang berlangsung dalam bagian frontal cortex yang mengakibatkan munculnya perasaan déjà vu.

Singkatnya, déjà vu ini muncul sebagai bentuk resolusi konflik pada memori ketika kita melihat sebuah tempat baru yang memiliki pola atau pattern spasial dengan sebuah tempat yang sudah pernah terekam dalam otak kita.

Catatan Kaki

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT