Legenda Wirasaba

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang: 
Legenda Wirasaba
Kerajaan Majapahit berdiri pada tahun 1293 – 1500 M, dan mencapai masa kejayaan pada masa kekuasaan Hayam Wuruk yaitu pada tahun 1350 hingga 1389. 

Pada masa itu kekuasaan Majapahit adalah:
  1. Jawa, Sumatra, 
  2. Semenanjung Malaya, 
  3. Kalimantan, 
  4. Sulawesi dan 
  5. Indonesia Bagian Timur (masih di perdebatkan). 
Sehingga kota-kota yang berada di selatan gunung Slamet seperti Wirasaba, Kedjawar dan Pasirluhur merupakan termasuk kota-kota di wilayah kekuasaan Majapahit.

Pada masa berdirinya Majapahit, pedagang-pedagang Islam dari Kasultanan Malaka sudah mulai masuk ke perairan Nusantara bagian barat dan menyebarkan Islam di daratan Sumatra. 

Sehingga menyebabkan pengaruh kekuasaan Majapahit mulai berkurang dan satu-persatu mulai melepaskan diri.

Pada tahun 1468 Pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikrama-wardhana (Brawijaya IV) dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit dengan gelar Brawijaya V. 

Sehingga sejumlah pembesar Majapahit yang tersisihkan dari istana termasuk saudara beda ibu Kerthabhumi yaitu Raden Harya Baribin Pandhita Putra melarikan diri ke arah barat, meminta suaka kepada penguasa Sunda-Galuh yaitu Prabu Niskala Wastu Kancana (1371-1475 ) di Ciamis.

Menurut saya melarikan diri bukan karena diserang oleh Kesultanan Demak/ Keling, karena Kesultanan Demak menyerang Kerajaan Majapahit pada tahun 1527 M, dimana raja Majapahit adalah Ranawijaya dengan gelar Girindrawardhana (Brawijaya VI). 

Dimana Ranawijaya mengaku telah mengalahkan Kertabhumi dan telah memindahkan ibukota kerajaan Majapahit ke Daha (Kediri), ini menyebabkan kemarahan Sultan Demak Pati Unus yang merupakan keturunan Kertabhumi dan Pendukung Ranawijaya mengungsi ke Pulau Bali

Dalam pelariannya, sampailah Raden Baribin di kerajaan Pajajaran yang kala itu diperintah oleh Prabu Siliwangi (Prabu Lingga Wastu). 

Mendengar berita kedatangan adik raja Majapahit tersebut, Prabu Siliwangi memberikan suaka kepada Raden Haryo Baribin. 

Hingga pada akhirnya Raden Haryo Baribin menetap dan dinikahkan dengan Dewi Retna Pamekas, putri dari Prabu Siliwangi.

Adapun keturunan Raden Baribin dan Dyah Ayu Ratu Pamekas adalah:
  1. Raden Ketuhu, 
  2. Raden Banyaksasra, Raden Banyakkusuma yang kelak tinggal di Kaleng (Kebumen), dan 
  3. R. Rr Ngaisah.

R Jaka Katuhu meninggalkan Kraton Pakuan Parahyangan untuk berkelanan ke tanah Jawa dan akhirnya sampai di desa Buwara.

Disana dijadikan anak angkat Ki Lurah Buwara yang tidak memiliki keturunan Raden Jaka Ketuhu yang semula menyamar sebagai seorang peminta-minta. 

Karena merasa iba, maka pemuda itu lalu disuruh tinggal dirumah Kiai Gede Buara dipedukuhan itu.

Raden Jaka Ketuhu adalah Putera sulung Raden Beribin memerintahkan kepada Jaka Ketuhu agar pergi mengembara pergi ke timur serta mengabdi kepada siapa saja yang mau menerimanya. 

Sesampainya wilayah Kadipaten Wirasaba ia dapat diterima mengabdikan diri kepada Kiai Gede Buara.

Setiap hari ia bekerja di tegalan membantu Kiai Gede Buara menanam berbagai macam tanaman yang bisa menghasilkan termasuk karang kitri.

Tetapi aneh, tiap pulang kerumah, Jaka Ketuhu tidak mau berjalan bersama-sama Kiai Gede Buara dan dia selalu pulang belakangan. 

Hal ini tentu saja menimbulkan kecurigaan dibatin Kiai Gede Buara, sehingga ia ingin mengetahui apa sebab musababnya.

Pada suatu sore Kiai Gede Buara terpaksa mencoba menyelidikinya. Sementara itu tampaklah ditelaganya api yang berkobar. 

Dan apa yang dilihatnya? 
Raden Jaka Ketuhu tiba-tiba meloncat masuk kedalam kobaran api tersebut.

Tentu saja perbuatan itu membuat hati Kiai Gede Buara menjadi cemas Namu kecemasan itu tiba-tiba keheranan, karena beberapa saat kemudian Raden Jaka Ketuhu keluar dari kobaran api, dan tubuhnya tampak lebih bercahaya bagaikan emas dua pulu karat.

Bekas tegalan yang digarap Kiai Gede Buara itu hingga sekarang terkenal dengan sebutan “Cibuek”. 

Luasnya kurang lebih satu setengah hektar. Diatasnya tumbuh 25 dapuran bamboo dari berbagai macam jenis. 

Sementara orang masih menganggap, dukuh Cibuek itu sangat keramat. L

okasinya disebelah timur desa Majatengah kecamatan Kemangkon, dan merupakan tanah perdikan (tanah yang tidak dipungut pajak).

R.JaKa Katuhu membantu perluasan ladang pertanian Ki Lurah Buwara, dengan membakar daun/ ranting sehingga tjahaya membumbung memancar keudara terlihat dari kadipaten Wirasaba;

Kanjeng Adipati Wirahudaya pun menyelidiki dan memanggil Ki Lurah Burawa & Jaka Katuhu, dan akhirnya diketahuilah asal usul Jaka Katuhu.
Sehingga Adipati Wirahudaya berkeinginan mengangkat putera R.Jaka Katuhu karena di tidak dikarunia keturunan hingga usia tuanya.

Ketika tiba waktunya Pisowanan Ageng di Kraton Majapahit, Adipati Wirahudaya sedang menderita sakit. 

Maka diutuslah R Jaka Katuhu untuk mewakili menghadap Prabu Brawijaya V, menghaturkan upeti kepada Sri Baginda;

Keberangkatannya ke Majapahit diantar oleh Patih Wirasaba, Raden Bawang, dan adik Sang Adipati.

Pada saat menghadap Sang Prabu Brawijaya V, ditanyakan asal usul R Jaka Katuhu, karena yang bertanya adalah Raja yang sekaligus uwaknya maka ia terus terang bahwa ia adalah putera R Harya Baribin Pandhita Putera, menantu Sri Prabu Linggawastu Ratu Purana dari Kraton Pakuan Parahiyangan di tanah Pasundan.

Mendengar nama R Harya Baribin, Sang Prabu terkejut dan tidak mengira bahwa Jaka Katuhu ternyata putera adik kandungnya sendiri. 

R Baribin melarikan diri pada masa Prabu Brawijaya V menjadi Raja Majapahit, ia difitnah oleh beberapa punggawa kraton yang akan merebut kekuasaaan, sehingga diperintahkan ditangkap.

Fitnah itu dari kelompok Patih Majapahit saat itu. Fitnah tsb. yang akhirnya terbokngkar kedoknya, sehingga Sang Prabu Brawijaya V menyesal asal tindakannya terkena provokasi.

Raden Jaka Katuhu kasengkakaken ing ngaluhur (kembali diangkat derajatnya sebagai bangsawan Kraton) dan dibait'an menjadi Adipati Anom Wirasaba dengan gelar Adipati Anom Wirahutama

Selain dihadiahi seorang isteri bernama Putrisari salah satu puteri Mahapatih Majapahit. 

Dan dijinkan memperluas wilayah Kadipaten Wirasaba sampai ujung timur hingga lereng barat Gunung Sindoro Sumbing di Wilayah Kedu.

Karena perjalanan jauh dari Keraton Majapahit ke Kadipaten Wirasaba, sehari sebelum tiba di Wirasaba rombongan beristirahat agar sampai tujuan pasukan yang mengiringnya tidak kelelahan. Dan ini dijadikan kesempatan oleh Pangeran Bawang untuk menghalangi Adipati Anom kembali ke Wirasaba, karena dialah yang sudah sekian lama mengincar kedudukan Adipati Wirahudaya (Wirautama I). 

Dengan berpura-pura pulang terlebih dahulu untuk memberitahu Adipati Wirahudaya agar tidak terkejut menghadapi kedatangan rombongan Adipati Anom. 

Tapi justru Raden Bawang malah menghasut Adipati Wirahudaya dan mempersiapkan bala tentara Wirasaba dan kembali ketempat dimana Adipati Anom Beristirahat di Kali palet. 

Maka terjadilah pertempuran yang di menangkan oleh pasukan dari Majapahit dan bahkan Raden Bawang beserta keluarga dan pasukan nya pun tewas dan di kebumikan di desa Bawang Banjarnegara.

Setelah Adipati Paguwan mangkat maka digantikan oleh anak angkatnya yaitu Raden Ketuhu (Adipati Anom Wirautama) dengan gelar Adipati Wirautama II. 

 Dan secara turun temurun di gantikan oleh Adipati Urang dengan gelar Wirautama III. Dipati Urang berputra Adipati Sutawinata/ Surawin bergelar Wirautama IV. 

Adipati Sutawinata/ Surawin digantikan Raden Tambangan diangkat menjadi adipati oleh Kesultanan Demak di beri gelar Sura Utama. Raden Tambangan kemudian menjadin hubungan terlarang (misanan/ tunggal buyut) dengan Putri Banyak Geleh Pasirbatang (Pangeran Senapati Mangkubumi II) yaitu Dewi Lungge. 

Hubungan ini melahirkan tiga orang anak, yaitu Raden Warga (Warga Utama I), Jaka Gumingsir dan Ki Toyareka (Demang). 

Setelah Raden Tambangan meninggal lalu Raden Warga mengantikan ayahnya, dengan gelar Adipati Warga Utama I, dan mempunyai 4 keturunan yaitu:
  1. Rara Kartimah, 
  2. Ngabhei Wargawijaya, 
  3. Ngabhei Wirakusuma dan 
  4. Raden Rara Sukartiyah/ Sukesi (istri anak dari Ki Demang Toyareka).
Pada masa pemerintahan Adipati Wirautama II sampai dengan Adipati Warga Utama I terjadi pergantian masa kekuasaan dari Majapahit ke Kesultanan Demak yang di dirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478, Kesultanan Demak sebelumnya adalah kadipaten pada masa kekuasaan Majapahit yang menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa. 

Kesultanan Demak cepat sekali mengalami kemunduran karena adanya perebutan kekuasan diantara kerabat Kesultanan. 

Pewaris tahta terakhir adalah Joko Tingkir yang merupakan menantu Sultan Trenggana dan anak dari Ki Ageng Pengging yang di hukum mati karena di tuduh akan memberontak terhadap Kesultanan Demak. 
Kerajaan Pajang (1568–1586) hanya memiliki tiga Raja yaitu: 
  1. Joko Tingkir bergelar Sultan Adiwijaya (1546 – 1587). 
  2. Sultan Adiwijaya memindahkan ibukota Kesultanan Demak ke Pajang (Solo). 
  3. Pangeran Benawa yang berkuasa sampai tahun 1587 M.
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT