Mutu Perencanaan Pelayanan Rumah Sakit

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Mutu Perencanaan Pelayanan Rumah Sakit
Perencanaan merupakan proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat  untuk mewujudkan target dan tujuan suatu organisasi.

Ada dua alasan mengapa perencanaan diperlukan yaitu untuk mencapai Protective bennefits yaitu merupakan hasil dari pengurangan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pembuatan keputusan dan Positive benefit yaitu untuk peningkatan pencapaian tujuan organisasi.

Fungsi perencanaan di bidang kesehatan adalah proses untuk merumuskan masalah-masalah kesehatan di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perencanaan merupakan fungsi yang penting karena akan menentukan fungsi-fungsi manajemen yang lainnya dan merupakan landasan dasar dari fungsi manajemen secara keseluruhan. 

Perencanaan manajerial akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. 

Perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

MANFAAT PERENCANAAN RUMAH SAKIT
Melalui perencanaan program di rumah sakit akan dapat diketahui:

  1. Tujuan program di rumah sakit dan bagaimana cara mencapainya.
  2. Jenis dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.
  3. Struktur organisasi rumah sakit yang dibutuhkan.
  4. Jumlah dan jenis kualifikasi staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya.
  5. Sejauh mana efektivitas kepemimpinan di rumah sakit.
  6. Komunikasi serta bentuk dan standar pengawasan yang perlu dikembangkan oleh manajer dan perlu dilaksanakan.

Keuntungan perencanaan rumah sakit yang baik:

  1. Aktivitas di rumah sakit lebih terarah untuk mencapai tujuan.
  2. Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif.
  3. Alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai.
  4. Memberikan landasan pokok fungsi manajemen lainnya yaitu fungsi pengawasan.

Kerugian perencanaan rumah sakit:

  1. Keterbatasan dalam ketepatan informasi dan fakta-fakta tentang masa yang akan datang.
  2. Memerlukan biaya yang cukup besar.
  3. Hambatan psikologis.
  4. Menghambat timbulnya inisiatif.
  5. Terhambatnya tindakan yang perlu diambil.

LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN RUMAH SAKIT
1. Analisa Situasi
Tujuannya adalah untuk mengumpulkan data atau fakta. Analisis situasi ini melibatkan beberapa aspek ilmu yaitu:

  1. Epidemiologi (distribusi penyakit dan determinannya) yakni kelompok penduduk sasaran (who) yang menderita kejadian tersebut, dimana, kapan masalah tersebut terjadi. Misalnya: data jenis penyakit yang dapat dicegah dari imunisasi.
  2. Antropologi (aspek budaya dan perilaku sehat, sakit masyarakat)
  3. Demografi (angka-angka vital statistik). Misalnya: berdasarkan kelompok umur, jumlah kelahiran dan kematian,  jumlah AKI dan sebagainya.
  4. Statistik (mengolah dan mempresentasikan data).
  5. Ekonomi (pembiayaan kesehatan) meliputi pendapatan, tingkat pendidikan, norma sosial, dan sistem kepercayaan masyarakat.
  6. Geografis yaitu meliputi semua informasi karakteristik wilayah yang dapat mempengaruhi masalah tersebut.
  7. Organisasi pelayanan meliputi motivasi kerja staf dan kader, keterampilan, persediaan vaksin dan sebagainya.

Jenis informasi yang diperlukan untuk perencanaan adalah:

  1. Penyakit dan kejadian sakit di wilayah kerja.
  2. Data kependudukan.
  3. Jenis dan organisasi pelayanan kesehatan yang tersedia.
  4. Keadaan lingkungan dan aspek geografisnya.
  5. Sarana dan sumber daya penunjang.

Pengumpulan data dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung, yaitu:

  1. Mendengarkan keluhan masyarakat di lapangan.
  2. Membahas masalah-masalah kesehatan dengan tokoh-tokoh formal dan informal masyarakat.
  3. Membahas masalah-masalah bersama petugas lapangan kesehatan.
  4. Membaca laporan kegiatan program kesehatan.
  5. Mempelajari peta wilayah, sensus penduduk, laporan khusus, hasil suatu survei, juklak program, laporan tahunan.

Masalah kesehatan tersebut meliputi:

  1. Masalah penyakit (medis), intervensi medis yaitu diagnosa penyakit, pengobatan dan tindak lanjut.
  2. Masalah kesehatan masyarakat (Public health), surveilen, analisis epidemiologi, intervensi yaitu promosi kesehatan, perlindungan spesifik atau imunisasi dan deteksi dini.

2. Mengidentifikasi Masalah Dan Prioritasnya
Masalah dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu masalah tentang penyakit, masalah manajemen pelayanan kesehatan (masalah program), dan masalah perilaku, sikap dan pengetahuan masyarakat. 

Prioritas masalah secara praktis dapat ditetapkan berdasarkan pengalaman staf, dana, dan mudah tidaknya maslah dipecahkan. Prioritas masalah dijadikan dasar untuk menentukan tujuan.

Masalah proses, terkait dengan fungsi manajemen (POAC) yaitu kurang jelas tujuan program, kurang jelas rumusan masalah program (Planning), pembagian tugas tidak jelas (Organizing), kepemimpinan kurang (Actuating), pengawasan atau supervisi lemah (Controlling).

3. Penentuan Tujuan Program
Kriteria penentuan tujuan program:
  1. Tujuan adalah hasil yang diinginkan (tolok ukur keberhasilan kegiatan).
  2. Tujuan harus sesuai dengan masalah, bisa dicapai, bisa diukur, bisa dilihat hasilnya.
  3. Tujuan penting untuk membuat perencanaan dan mengevaluasi hasilnya.
  4. Target operasional berhubungan dengan waktu.
  5. Tetapkan kegiatan program untuk mencapai tujuan.
  6. Tetapkan masalah dan faktor-faktor penghambat sebelum tujuan dan target operasional ditetapkan.
4. Mengkaji Hambatan Dan Kelemahan Program
Sebelum menentukan tolak ukur, perlu dipelajari hambatan-hambatan program kesehatan yang pernah dialami atau diperkirakan baik yang bersumber dari masyarakat, lingkungan, Puskesmas maupun dari sektor lainnya.

Hambatan program dalam manajemen rumah sakit antara lain:
  1. Hambatan pada sumber daya yaitu meliputi motivasi yang rendah pada staf pelaksana, partisipasi masyarakat yang rendah, peralatan tidak lengkap, informasi tidak valid, dana yang kurang dan yang waktu kurang.
  2. Hambatan pada lingkungan yaitu meliputi geografis (jalan rusak), iklim, tingkat pendidikan rendah, sikap dan budaya masyarakat (mitos, tabu, salah persepsi) serta perilaku masyarakat yang kurang partisipasi.
  3. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah membuat daftar hambatan dan kendala program kemudian mengeliminasi, memodifikasi, serta mengurangi yang tidak bisa dilakukan dan menyesuaikannya dengan tujuan operasional kegiatan program.
5. Membuat Rencana Kerja Operasional
Dengan Rencana Kerja Operasional (RKO) akan memudahkan pimpinan mengetahui sumber daya yang dibutuhkan dan sebagai alat pemantau. Pembahasan rencana kerja operasional meliputi:
  1. Mengapa kegiatan ini penting dilaksanakan?
  2. Apa yang akan dicapai?
  3. Bagaimana cara mengerjakannya?
  4. Siapa yang akan mengerjakan dan siapa sasaran kegiatannya?
  5. Sumber daya pendukung?
  6. Dimana kegiatan akan dilaksanakan?
  7. Kapan kegiatan ini akan dikerjakan?
FUNGSI PENGGERAKAN DAN PELAKSANAAN
(ACCTUATING) DI RUMAH SAKIT
RS adalah sebuah organisasi yang sangat kompleks yang manajemennya hampir sama dengan manajemen sebuah hotel. Yang membedakan hanya pengunjungnya. Pengunjung RS adalah orang yang sedang sakit dan keluarganya. 

Mereka pada umumnya mempunyai beban sosial-psikologi akibat penyakit yang diderita oleh salah seorang dari anggota keluarganya.

Kompleksitas fungsi actuating di sebuah RS dipengaruhi oleh dua aspek yaitu:
  1. Sifat pelayanan kesehatan yang rentasi kepada konsumen penerima jasa pelayanan (customer service). Hasil perawatan pasien sebagai customer RS ada tiga kemungkinan yaitu sembug sempurna, cacat (squalae), atau mati. Apapun kemungkinan hasilnya, kualitas pelayanan harus diarahkan untuk kepuasan pasien (customer satisfaction) dan keluarganya.
  2. Pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena tenaga yang bekerja di RS terdiri dari berbagai jenis profesi.Kompleksitas ketenagaan dan jenis profesi yang dimiliki oleh RS, menuntut dikembangkannya kepemimpinan partisipatif. Model kepemimpinan manajerial seperti ini akan menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan mutu pelayanan RS (quality of services) karena pelayanan kesehatan di RS hampir semuanya saling terkait satu sama lain. Atas dasar ini, pelayanan di RS harus mengembangkan sistem jaringan kerja internal (networking) yang solid dan menunjang satu sama lain.
  3. Semua staf RS harus memahami visi dan misi pengembangan RS serta kebijakan operasional pimpinan. Untuk menjaga otonomi profesi dari masing-masing SMF, kualitas pelayanan di RS harus disesuaikan dengan standar profesi yang harus ditetapkan oleh setiap perkumpulan dokter ahli (ikatan profesi). Standar profesi dikenal dengan medical of conduct dan medical ethic juga harus selalu diperhatikan oleh semua staf SMF dalam rangka menjaga mutu pelayanan RS (quality of care).
Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus diemban oleh RS, penerapan fungsi actuating di RS akan sangat tergantung dari empat faktor. 
  1. Kepemimpinan direktur RS, 
  2. Koordinasi yang dikembangkan oleh masing-masing Wakil Direktur dengan kepala SMF dan kepala instalasinya; ketiga adalah 
  3. Komitmen dan profesionalisme tenaga medis dan non medis di RS (dokter, perawat, dan tenaga penunjang lainnya), dan 
  4. Pemahaman pengguna jasa pelayanan RS (pasien dan keluarganya) akan jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di RS.
Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan fungsi actuating ini. 

Sifat otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diatur agar tidak menjadi penghambat penerapan fungsi actuating di RS. 

Untuk itu, mereka harus memahami benar visi dan misi RS yang ingin dikembangkan oleh pihak manajemen (direktur) RS. 

Oleh karena itu, fungsi RS harus dilihat dalam konteks kesatuan kerja dari sebuah tatanan sistem yang terpadu. Pelayanan kesehatan di masing-masing SMF adalah sub sistemnya.

Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi abtara pihak pimpinan RS dan semua staf profesional harus berlangsung dinamis. 

Kepemimpinan, komunikasi, koordinasi merupakan faktor penting didalam pengembangan fungsi actuating. Ketiganya akan memudahkan penjabaran visi dan misi serta strategi pimpinan RS menembangkan mutu pelayanan kesehatan di masing-masing SMF.

Di sisi lain, dibutuhkan juga peningkatan keterampilan manajerial di pihak pimpinan RS sehingga lebih mampu mengintegrasikan masing-masing tugas SMF ke dalam satu kesatuan gerak (networking) yang harmonis dan saling menunjang peningkatan mutu pelayanan RS demi kepuasan pelanggannya. Jika pendekatan ini kurang dipahami oleh pihak manajemen RS dan pimpinan SMF, budaya kerja yang berorientasi kepada peningkatan mutu pelayanan RS tidak akan berkembang. 

Mereka cenderung akan bertindak sendiri, arogansi profesi dan dukungan sarana dan prasarana (input) pelayanan RS (teknologi dan peralatan kedokteran, logistik, keuangan, dan sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu pengembangan budaya kerja staf di SMF harus diarahkan untuk mendukung tercapainya visi dan misi RS.

Mereka harus menyadari akan peranannya sebagai staf RS yang diberikan tugas istimewa memberikan asuhan pelayanan medik dan kesehatan kepada masyarakat (customer) yang menggunakan jasa pelayanan RS.
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT