Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Substansi UU ASN (3) tentang Pangkat, Jabatan, Pengembangan Karier, Pola Karier dan Promosi
Salah satu yang paling menarik dalam substansi UU ASN adalah berkenaan dengan:
- Pangkat dan Jabatan,
- Pengembangan Karier,
- Pola Karier dan Promosi.
Pembahasan terhadap keempat materi tersebut disusun secara berurutan yakni pasal 68, 69, 70 dan 71 UU Aparatur Sipil Negara.
PANGKAT DAN JABATAN (Pasal 68)
Jabatan pemerintahan adalah
Salah satu poin penting yang sangat diperhatikan dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.
Permasalahan jabatan yang kerap kali ditemukan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan sebelumnya sepertinya memberikan sudut pandang yang berbeda dari pemerintah dan DPR untuk dapat lebih mengoptimalkan kinerja dan efektifitas para pejabat pemerintah.
Salah satu poin penting yang sangat diperhatikan dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.
Permasalahan jabatan yang kerap kali ditemukan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan sebelumnya sepertinya memberikan sudut pandang yang berbeda dari pemerintah dan DPR untuk dapat lebih mengoptimalkan kinerja dan efektifitas para pejabat pemerintah.
Permasalahan seperti penempatan pegawai ke dalam jabatan yang tidak sesuai dengan kompetensi dan latar belakang pendidikan, sitem merit yang belum sepenuhnya berjalan secara obyektif serta lekatnya kepentingan para pejabat politik dalam penempatan pegawai dalam jabatan terutama jabatan struktural terbukti sangat mempengaruhi materi penyusunan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara ini.
Fakta-fakta seperti jabatan pengelola keuangan yang diisi oleh pegawai dengan latar belakang pendidikan non keuangan, pejabat bidang pemerintahan yang berasal dari seorang sarjana ekonomi, atau bahkan seorang dokter gigi yang ditempatkan untuk mengelola bidang ketentraman dan ketertiban adalah beberapa contoh nyata carut marut mutasi dan promosi jabatan pada instansi pemerintahan.
Hal ini menyebabkan dalam UU terbaru ini ditegaskan keharusan jabatan disesuaikan dengan kompetensi, kualifikasi dan persyaratan yang dimiliki seorang pegawai, Pasal 68 ayat 2 yang berbunyi:
Pengangkatan PNS dalam jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai.
Pengangkatan PNS dalam jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai.
Pasal tersebut mengisyarakat bahwa ketentuan pertama dalam menempatkan pegawai ke dalam jabatan tertentu adalah dengan membandingkan antara:
Kompetensi, kualifikasi dan persyaratan pegawai
dengan
Komptensi, kualifikasi dan persyaratan jabatan.
Jika kompetensi, kualifikasi dan peryaratan saya artikan sebagai mutu pegawai dan kompetensi, kualifikasi dan peryaratan saya artikan sebagai standar jabatan maka tabelnya adalah sebagai berikut :
Perbandingan
|
Hasil
|
Mutu pegawai = standar jabatan
|
Layak
|
Mutu pegawai > standar jabatan
|
Layak
|
Mutu pegawai < standar jabatan
|
Tidak Layak
|
Setiap jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja.
Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa sebelum menentukan pengangkatan pegawai dalam jabatan tertentu maka perlu disusun sebuah pedoman tentang klasifikasi jabatan yang disesuaikan dengan karakteristik, mekanisme dan pola kerja.
Hal ini saya nilai merupakan langkah yang cemerlang, karena dengan melakukan pengklasifikasian jabatan maka pegawai akan memiliki kepastian apakah ia sesuai dengan jabatan tertentu atau sebaliknya.
Dengan kepastian ini maka ia memiliki jaminan terhadap masa depan karirnya yang akan menuntut dia ke dalam proses pelaksanaan tugas yang efektif.
Hanya yang perlu diperhatikan di sini adalah akurasi pengklasifikasian.
Dengan pengklasifikasian yang tepat maka penempatan pegawai dalam jabatan tertentu akan sesuai dengan kompetensinya, akan tetapi jika pengklasifikasian tersebut tidak tepat maka masih akan tetap terjadi penempatan yang orang salah dalam jabatan yang salah “wrong man in the wrong place”.
Selain berkenaan dengan beberapa hal di atas ketentuan tentang pangkat dan jabatan dalam UU ASN ini juga memberikan peluang bagi pegawai untuk dapat berpindah antara instansi daerah, propinsi maupun pusat, juga dimungkinkan adanya pengisian jabatan TNI dan Polri dari aparatur sipil.
Lebih lanjut berkenaan dengan pangkat dan jabatan ini akan kita lihat dalam peraturan pelaksanaannya yang akan disusun kemudian, semoga peraturan pelaksanaannya nanti mampu menjabarkan secara tepat substansi pasal 68 ini, sehingga tercipta mekanisme penempatan pegawai dalam jabatan yang lebih obyektif yang mampu memacu kinerja pegawai sipil negara.
Dengan akurasi yang optimal dalam pengklasifikasian maka saya yakin akan membawa perubahan nyata terhadap kinerja pegawai dan organisasi karena
Lebih dari itu kita juga berharap dengan kehadiran KASN mampu mengawasi pelaksanaan ketentuan ini secara optimal sehingga kedepan tidak lagi kita temukan penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan latar belakang dan kompetensinya.
PENGEMBANGAN KARIER
Pengembangan karier dapat kita artikan sebagai sebuah pergerakan vertikal dari jabatan pegawai negara atau aparatur sipil, yakni naik atau turunnya seorang pegawai dalam pangkat maupun jabatannya.
Berkenaan dengan pengambangan karier ini UU ASN memberikan isyarat untuk diperhatikannya enam hal sebagaimana tercantum dalam Pasal 69 Ayat 1 dan 2 yakni:
1. Kualifikasi.
2. Kompetensi.
3. Kinerja.
4. Kebutuhan organisasi.
5. Mempertimbangkan Integritas.
6. Mempertimbangkan Moralitas.
Kualifikasi yang dimaksud meskipun tidak dijelaskan dalam ketentuan undang-undang ini, saya memandangnya sangat berkaitan erat dengan pengklasifikasian yang diamanatkan dalam Pasal 68.
Setelah dilakukan pengklasifikasi jabatan maka tentunya akan mengerucut pada ketentuan jabatan tertentu yang hanya dapat diisi oleh pegawai dengan kualifikasi tertentu. Pegawai yang tidak sesuai dengan kualifikasi jabatan tersebut otomatis gugur dan tak dapat menempati jabatan tersebut. Kualifikasi ini dapat dilihat dari senioritas dan dafatar urut kepangkatan.
Kompetensi yang dimaksud di atas dijelaskan dalam ayat selanjutnya yakni ayat 3 pasal 69 berupa kompetensi teknis (pendidikan, diklat teknis dan pengalaman), kompetensi manajerial (tingkat pendidikan, diklat struktural dan pengalaman) dan kompetensi sosiokultural tentunya kompetensi terakhir ini sangat berkaitan dengan kemampuan pegawai dalam memahami kondisi masyarakat yang dilayani.
Berkenaan dengan kompetensi memang ada beberapa yang absurd seperti kompetensi sosiokultural yang memang sulit untuk diukur serta indikatornyapun akan dapat kita artikan secara berbeda antara satu pegawai dengan pegawai lainnya. Perbedaan pandangan terhadap komptensi ini akan sangat mungkin terjadi.
Akan tetapi untuk kompetensi teknis dan manajerial sesungguhnya kita dapat menyusun sebuah indikator yang terukur dan disepakati bersama, misal tentang pendidikan teknis ini tentunya dapat dilihat dari latar belakang pendidikan, diklat teknis dan kursus-kursus yang pernah diikuti. Pun dengan kemampuan Manajerial ia dapat diukur dengan melihat pengalaman bekerja atau pengalaman menduduki jabatan tertentu, diklat struktural yang telah diikuti dan lain sebagainya.
Akan tetapi yang perlu diperhatikan di sini tataran pelaksanaan. jika saat ini masih banyak terjadi pegawai yang melaksanakan pendidikan setelah ia duduk dalam jabatan, maka sebaiknya hal tersebut tidak boleh terjadi lagi. Disinilah penting ketentuan pelaksanaan yang secara tepat menjabarkan substansi pasal ini dengan tegas. Jangan ada peluang untuk kemungkinan hal itu terjadi. Misalnya kenaikan pangkat pilihan dan istimewa, ini adalah beberapa peluang yang membuat ketentuan terdahulu tidak tegas. Jikapun harus ada kenaikan pangkat seperti itu maka indikatornya harus jelas dan terukur.
Berkenaan dengan kinerja, saya sangat konsern terhadap hal ini. Organisasi pemerintah tentunya bukanlah organisasi privat yang dapat relatif lebih mudah mengukur kinerja pegawainya. Jika dalam organisasi privat kita dapat mengukur kinerja dengan membandingkan input dengan output, melihat keuntungan perusahaan yang meningkat maka dalam organisasi pemerintah yang nirlaba maka kinerja tidak dapat diukur dari jumlah uang atau materi yang dihasilkan.
Oleh Karena itu perlu disusun sebuah indikator jelas dan terukur berkaitan dengan kinerja pegawai. Kehadiran Tim Penilai Kinerja sebagaimana amanat Pasal 72 Undang-Undang ini adalah merupakan langkah positif. Tentunya denga ketentuan pelaksanaan Tim ini harus obyektif. Tim harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional, jujur dan transfaran melalui indikator pengukuran yang terukur.
Jangan sampai keberadaan tim Penilai ini serupa dengan keberadaan Baperjakat saat ini yang sarat dengan kepentingan politik.
Penempatan pegawai sesuai denga kompetensi tentunya bukan tanpa resiko, permasalahan yang akan muncul dengan penempatan pegawai sesuai dengan kompetensi adalah kemungkinan terjadinya ketidak seimbangan jumlah pegawai.
Kita menyadari bahwa kondisi pegawai pemerintah saat ini berdasarkan kemampuan atau komeptensi sangatlah tidak seimbang. Pegawai dalam beberapa sektor yang bersifat teknis seperti sektor kesehatan, sektor keuangan serta sektor teknis lainya dirasakan masih jauh dari memadai baik kuantitas maupun kualitanyas.
Kebanyakan pegawai negeri saat ini memiliki latar belakang sarjana pemerintahan, manajemen maupun sarjana administrasi negara. sehingga jika kebijakan penempatan pegawai harus disesuaikan denga latar belakang pendidikan dan kompetensi maka kemungkinan Instansi pada bidang pemerintahan umum akan over kapasitas sementara pegawai pada instansi teknis akan kekurangan pegawai.
Akan tetapi hal tersebut saya kira akan mampu kita selesaikan dengan merancang sebuah metode pendidikan khusus untuk meningkatkan kompetensi pegawai dalam bidang tertentu. Pelaksanakan pendidikan pelatihan formal semisal pra jabatan, diklat pim serta kursus-kursus spesialisasi haruslah segera dirancang disesuaikan dengan bidang tugas pegawai masing-masing.
Pembagian jurusan ketika Prajabatan, diklat kepemimpinan maupun kursus-kursus yang dilaksanakan oleh pemerintah kedepan perlu disusun sedemikian rupa. Sehingga tentunya selain kemampuan manajerial yang coba ditanamkan dalam pendidikan tersebut pengetahuan-pengetahuan teknispun tidak luput untuk disampaikan sebagai bagian dari mata pelajaran pendidikan.
Dengan begitu meskipun latar belakang pendidikan tidak sesuai dengan lingkungan pekerjaan akan tetapi akselerasi melalui diklat akan dapat membuat pegawai mengejar ketertinggalannya dari para pegawai yang memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang penugasannya tersebut.
Hal ini adalah tanggung jawab Lembaga Administrasi Negara sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam upaya pengembangan kompetensi pegawai sebagaiman tercantum dalam Pasal 43 dan 44 huruf b yakni:
Membina dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN berbasis kompetensi.
Pelatihan berbasis kompetensi ini saya maknai sebagai sebuah pendidikan yang dirancang untuk mengambangkan kemampuan pegawai disesuaikan dengan komptensi yang dimilikinya.
Sehingga mengadakan jurusan dalam jenjang pendidikan karir serta pendidikan khusus harus senatiasa dilakukan secara terprogram sistematis dan baku.
Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya Lembaga Administasi Negara perlu menyusun sebuah metode baku tentang jenjang pengembangan kompetensi pegawai yang terprogram, sistematis, berbasis kompetensi, serta mendukung pengembangan karir para pegawai.
Jabatan bagaimanapun juga merupakan idaman dan keinginan dari setiap pegawai, oleh karena itu jaminan yang jelas terhadap pengembangan karir seorang pegawai adalah sebuah keniscayaan bagi terciptanya organisasi yang efektif.
Menciptakan organisasi yang efektif haruslah dimulai dari meningkatkan efektifitas pegawai. Tanpa ada jaminan terhadap pengembangan karir seorang pegawai maka peningkatan efektifitas organisasi adalah sebuah kemustahilan.
Hal itulah yang selama ini terjadi, tidak adanya pola pengembangan karir yang jelas menyebabkan pegawai tidak memiliki motivasi untuk berprestasi, hal ini menyebabkan organisasi berjalan di tempat atau paling tidak berjalan lambat.
Oleh karena itu pengembangan karier yang jelas dan terukur sangatlah penting untuk disusun.
Masih berkenaan dengan pengembangan Karir, UU ASN ini juga menciptakan sebuah terubusan baru dalam hal peningkatan Komptensi Pegawai Negeri yakni sebagaimana tercantum dalam Pasal 70 Ayat 2, yang pada intinya adalah tentang perlunya disusun sebuah rencana pengembangan kompetensi pegawai negeri per tahun Anggaran.
Pelaksanaan pengembangan potensi tersebut lebih rinci dijelaskan dalam pasal 70 ayat 3 dan 4 yakni melalui penempatan sementara (magang) di beberapa instansi baik pusat maupun daerah paling lama 1 tahun serta melalui pertukaran dengan instansi swasta dengan jangka waktu paling lama satu Tahun.
Seluruh kegiatan tersebut dilakukan melalui koordinasi dengan Lembaga Administrasi Negara (LAN)
Meskipun ini terobosan yang sangat baik akan tetapi memang menjadi sebuah pertanyaan. Apakah cara lain dapat digunakan? Karena dengan ketentuan pasal 70 ayat 3 dan 4, maka seolah-olah upaya pengembangan kompetensi pegawai dibatasi kepada dua cara tersebut. Padahal sesungguhnya masih banyak upaya lain untuk mengembangkan kompetensi pegawai, seperti melalui kursus dan pelatihan oleh lembaga-lembaga profesional.
POLA KARIER
Pola Karier seyogyanya sangat berhubungan erat dengan pengembangan Karier. Isi Pasal 71 Ayat 1 dan 2 UU ASN yang membahas tentang pola karier menunjukkan tentang pentingnya disusun sebuah pola karier yang terintegrasi dan bersifat nasional (Pasal 1) dan penyusunan tersebut dilaksanakan oleh masing-masing instansi pemerintah (2).
Ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa pola karier meskipun disusun oleh masing-masing instansi baik pemerintah pusat (kementerian, non kementerian dan lembaga negara lainnya) pemerintah provinsi dan Kabupaten/ kota, akan tetapi harus terintegrasi secara nasional.
Jika Pengembangan karier menunjuk pada pegawai, yakni upaya meningkatkan karier pegawai, maka pola karier adalah cetak biru atau pedoman terhadap kemungkinan jenjang karier yang akan dilalui oleh seorang pegawai.
Pola karier ini juga selain berfungsi untuk sebagai pedoman penjenganjang karir pegawai berfungsi juga sebagai alat memotovasi pegawai dalam bekerja. Pola karir yang baik akan memberikan kepastian kepada pegawai tentang pelaksanaan tugasnya yang akan menentukan masa depannya dalam organisasi.
Kepastian seperti promosi dalam jabatan, sanksi terhadap pelanggaran sebagai akibat dari pekerjaanya akan memacu pegawai untuk senantiasa bekerja secara maksimal. Oleh karena itu pola karir yang jelas sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja pegawai yang akan berujung kepada kinerja pemerintah secara keseluruhan.
Pola karier ini meskipun belum dijelaskan dalam Undang-Undang ini, menurut saya di dalamnya harus mencakup pembagian jabatan berdasarkan kompetensi, karakteristik, mekanisme dan pola kerja sebagaimana ketentuan pasal 68, persyaratan untuk mendudukinya berdasarkan kualifikasi, kompetensi, Moralitas dan integritas pegawai serta kebutuhan instansi sebagaimana ketentuan pasal 69, Alur promosi, mutasi dan demosi pegawai yang pasti serta rewards dan punishment yang konsisten bagi pegawai.
Selain berkenaan dengan jabatan pola karier juga harus mencakup tentang kemungkinan peningkatan dan penurunan pangkat baik reguler, pilihan maupun istimewa yang dilaksanakan secara terukur dan dengan indikator yang jelas dan disepakati bersama oleh pegawai.
Pola karier ini harus disusun secara transparan dan diketahui oleh khalayak umum terutama para pegawai. Sehingga setiap pegawai memahami konsekuensi dari setiap pelaksanaan pekerjaan terhadap karier organisasinya di masa yang akan datang.
Lebih lanjut dari itu semua pedoman pola karier yang telah disusun tersebut harus dilaksanakan secara konsisten dan ditegakkan setegak-tegaknya.
Berkenaan dengan Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat (Baperjakat) yang ada berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, tidak sedikitpun pasal yang membahasnya.
Penulis belum bisa menarik kesimpulan karena tidak adanya ketentuan yang secara jelas membubarkan atau menetapkan keberadaan organisasi ini.
Hal tersebut kemungkinan akan lebih jelas dijabarkan dalam peraturan pelaksana karena dalam undang-undang sebelumnya tersebut Baperjakat dibentuk berdasarkan PP Nomor 100 Tahun 2002.
Tapi jika kita mengambil kesimpulan sementara maka Fungsi Baperjakat ini telah diambil alih oleh tim penilai kinerja pegawai yang dibentuk oleh pejabat berwenang.
Penulis belum bisa menarik kesimpulan karena tidak adanya ketentuan yang secara jelas membubarkan atau menetapkan keberadaan organisasi ini.
Hal tersebut kemungkinan akan lebih jelas dijabarkan dalam peraturan pelaksana karena dalam undang-undang sebelumnya tersebut Baperjakat dibentuk berdasarkan PP Nomor 100 Tahun 2002.
Tapi jika kita mengambil kesimpulan sementara maka Fungsi Baperjakat ini telah diambil alih oleh tim penilai kinerja pegawai yang dibentuk oleh pejabat berwenang.
PROMOSI (Pasal 71)
Promosi sesungguhnya sangat terkait erat dengan jabatan, pengembangan karier dan pola karier sehingga pembahasannyapun saya kira telah secara komprehensif tersampaikan pada pembahasan di atas.
Mungkin yang dapat ditambahkan disini adalah berkenaan dengan amanat dibentuknya Tim Penilai Kinerja PNS, yang bertugas memberikan pertimbangan terhadap usulan penempatan pegawai dalam sebuah jabatan promosi.
Tim Penilai ini dibentuk oleh Pejabat Berwenang.
Pejabat berwenang adalah Sekretaris Daerah di lingkungan Pemerintah daerah dan untuk instansi pemerintah lainnya silahkan lihat artikel saya sebelumnya tentang Substansi UU ASN (1).
PERSEPSI DINI TENTANG JABATAN DALAM UU ASN
Sebelum UU ASN ini disetujui bersama oleh DPR dan pemerintah yang kemudian akan disahkan sebagai Undang-Undang, terdapat beberapa persepsi yang berkembang di kalangan pegawai negeri terutama menyangkut jabatan pegawai. Persepsi tersebut diantaranya:
- Hilangnya Jabatan Struktural setingkat Esselon III ke bawah;
- Jabatan Esselon III ke bawah berubah menjadi jabatan fungsional; dan
- Adanya kemungkinan jabatan struktural yang diisi oleh Pegawai dengan Perjanjian Kontrak.
Berdasarkan analisis penulis yang serba terbatas terhadap substansi Pasal 68 samapi 71 Undang-Undang ASN ini maka beberapa persepsi tersebut dapat dikatakan tidak sepenuhnya benar.
Nomor1.
Berkenaan dengan hilangnya jabatan struktural esselon III ke bawah, maka persepsi tersebut dapat dikatakan benar jika yang kita bicarakan adalah nomenklatur esselonering. Akan tetapi hal tersebut tidak berarti hilangnya jabatan struktural itu.
Jabatan esselon III ke bawah akan tetap ada hanya yang berubah adalah nomenklaturnya yakni :
Jabatan struktural Menurut UU 43 Tahun 1999
|
Jabatan Struktural Menurut UU ASN
|
Esselon I dan II
|
Pejabat Pimpinan Tinggi
|
Esselon III
|
Administrator
|
Esselon IV
Esselon V dan Pelaksana |
Pengawas
Pelaksana |
(Pasal 131)
Nomor 2
Berkenaan dengan Persepsi bahwa jabatan esselon III ke bawah berubah menjadi jabatan fungsional hal ini juga terbukti tidak tepat, karena UU ASN tidak mengkelompokkan jabatan administrator, pengawas dan pelaksana ke dalam golongan jabatan fungsional melainkan mengkategorikannya sebagai jabatan administrasi. (Pasal 13)
Nomor 3
Berkenaan dengan persepsi bahwa jabatan ASN dapat diisi oleh PPPK (pegawai kontrak) itu juga relatif tidak benar karena sebagaimana ketentuan Pasal 93, yakni bahwa manajemen PPPK hanya meliputi:
- penetapan kebutuhan;
- pengadaan;
- penilaian kinerja;
- gaji dan tunjangan;
- pengembangan kompetensi;
- pemberian penghargaan;
- disiplin;
- pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan
- perlindungan.
Sehingga di dalamnya tidak meliputi kemungkinan pangkat dan jabatan, pengembangan karier serta promosi dan mutasi sebagaimana ditemukan dalam manajemen PNS.
Kesimpulan Penulis
Berkenaan dengan Pangkat dan Jabatan, UU ASN sedemikian rupa telah membentuk sebuah mekanisme ideal untuk menciptakan organisasi pemerintah yang profesional.
Penempatan pegawai berdasarkan kualifikasi, kompetensi, moralitas dan integritas pegawai serta kebutuhan organisasi adalah salah satu bentuk idealisme tersebut.
Pembagian jabatan berdasarkan kompetensi teknis, karakteristik dan pola kerja juga merupakan bentuk lain dari upaya pemerintah menciptakan kondisi “right man on the right place” yang selama ini seperti hanya mimpi belaka.
Selain itu ketentuan tentang pengembangan dan pola karier yang harus disusun secara jelas oleh seluruh instansi pemerintah yang terintegrasi secara nasional juga adalah sesuatu yang selama ini didam-idamkan oleh para pegawai pada tataran implementasi.
Didukukung dengan keberadaan KASN dan Tim penilai kinerja sebagai lembaga pengawas kebijakan kepegawaian dan lembaga pengukur efektifitas kinerja pegawai maka menurut saya sistem kepegawaian ini sudah cukup ideal.
Akan tetapi diantara berbagai keunggulan tersebut yang terpenting adalah tataran pelaksanaan.
Konsistensi dalam aturan pelaksanaan yang akan disusun ke depan, penjabaran yang tepat terhadap substansi undang-undang serta pelaksanaan konsisten dari seluruh stakeholder pelaksanalah yang akan menentukan tingkat efektifitas Undang-Undang ini terhadap peningkatan mutu kinerja pegawai negeri di masa yang akan datang.
Pengalaman membuktikan berbagai upaya penciptaan kondisi efektif organisasi pemerintah terbentur pada dua hal yakni mindset pegawai negeri yang masih terbelakang (negatif) dan budaya organisasi yang negatif.
Mindset pegawai negeri sebagai pekerjaan aman tanpa resiko pemecatan, PHK dan lain sebagainya begitu mendarah daging dalam diri pegawai negeri dan budaya organisasi yang masih permisif terhadap berbagai pelanggaran adalah dua hal penting yang harus segera diperhatikan.
Dan menurut saya Undang-Undang ini belum menyentuh ke arah sana.
Semoga saja pandangan saya ini salah.
Tapi tak mengapa karena menurut saya upaya ke arah sana masih dapat dilakukan dalam tataran operasional.
Melakukan perubahan terhadap mindset dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan pra jabatan dan dalam jabatan.
Bisa pula dilakukan melalui magang di instansi swasta dan lain sebagainya dan hal tersebut bisa dijabarkan dalam aturan operasional seperti PP dan peraturan menteri.
Peningkatan budaya organisasi positif dapat dilakukan melalui penegakan rewards dan punishment yang konsisten.
Dalam tataran operasional dapat diwujudkan dengan disertai political will pimpinan.
Penegakan aturan haruslah dimulai dari level pejabat pimpinan tinggi karena itu akan menciptakan efek domino terhadap seluruh pegawai di bawahnya.
Berbeda halnya dengan jika itu dimulai dari bawah karena sangat kecil kemungkinan dapat mempengaruhi level yang lebih tinggi.
Semoga saja hal tersebut dapat terwujud dan kita mampu menjadi organisasi pemerintah, yang bersih, berwibawa, profesional, berintegritas dan efektif.
☆☆☆☆☆
No comments:
Post a Comment
Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.
BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT