Benarkah Indoneisa mengalahkan Kaum Radikalis?

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Benarkah Kelompok Radikal Kalah di (Indoneisa mengalahkan Kaum Radikalis)?
Sebelum kita membahas obrolan kali ini, ada baiknya kita mengetahui tentang Radikalisme itu sendiri.

DEFINISI RADIKALISME
Radikalisme (sejarah), sebuah kelompok atau gerakan politik yang kendur dengan tujuan mencapai kemerdekaan atau pembaruan electoral yang mencakup mereka yang berusaha mencapai republikanisme, penghapusan gelar, redistribusi hak milik dan kebebasan pers, dan dihubungkan dengan perkembangan liberalisme.

PENGERTIAN KELOMPOK RADIKAL
Sumber Inilah.com
Masyarakat Indonesia masih banyak yang belum memahami dengan jelas apa itu Kelompok Radikal, kelompok ekstrim, atau biasa disebut kelompok garis keras (hard liner).

Akibatnya sering terjadi kesalahan di dalam menilai dan mengidentifikasi Kelompok Radikal. Ada orang yang menyamakan antara Kelompok Radikal dan kelompok ekstrem atau teroris dan ada pula yang membedakannya. Ada yang menganggap Kelompok Radikal sama dengan orang yang berpegang teguh kepada perinsip ajarana agama, sehingga ia menyamakan antara Kelompok Radikal dan kelompok fundamental. Ada lagi orang semaunya menggunakan istilah-istilah tersebut secara bebas, sehingga terkadang orang alim yang taat beragama melampaui rata-rata orang lain dijuluki kelompok ekstrim beragama.

Mengklaim orang lain sebagai kelompok ektrem dengan konotasi radikal, hanya lantaran orang itu sangat taat menjalankan praktek keagamaan, dengan kata lain, mengelompok radilalkan orang yang bukan radikal, sama bahayanya kelompok radikal itu sendiri, karena sama-sama menjadikan orang lain yang tak berdosa menjadi korban.

Kalau kelompok pertama bisa mencelakakan orang lain yang tak berdosa lantaran mereka tidak sefaham secara ideologi, maka kelompok kedua juga bisa membunuh karier dan merusak nama baik orang lain lantaran klaim yang keliru. Misalnya, seseorang diklaim sebagai kelompok Islamic in Iraq and Sham (ISIS) yang selama ini meresahkan masyarakat karena sering membunuh secara keji orang yang tidak sefaham dan seideologi dengannya. Meng-ISIS-kan orang yang bukan ISIS juga bisa menyebabkan hancurnya nama baik dan karier seseorang.

Kelompok Radikal biasa diartikan dengan suatu kelompok yang memiliki faham atau aliran tertentu yang berusaha melakukan perubahan dan pembaharuan dengan menempuh cara-cara kekerasan eksrem ekstrem. Cara-cara kekerasan itu antara lain menghalalkan segala cara di dalam mencapai tujuannya, termasuk melakukan tindakan pengeboman, penculikan, perampokan, dan tindakan kriminal lainnya untuk memperoleh dana guna membiayai perjuangannya.

Kelompok Radikal juga berusaha untuk mengganti tatanan nilai yang ada di dalam masyarakat sesuai dengan ideologi yang dianutnya. Simbol perjuangan yang mereka usung ialah jihad untuk melawan kekafiran. Negara yang tidak menjalankan syariah Islam disebut negara kafir dan orang-orang yang mendukungnya juga disebut kafir yang halal darahnya.

Kelompok Radikal selalu mengajak orang untuk hijrah, yakni meninggalkan negara kafir menuju ke negara Islam, misalnya hijrah dari NKRI ke Negara Islam Indonesia (NII). Orang-orang yang berkuasa di negara kafir tersebut juga dianggap kafir. Kekayaan yang dimiliki negara kafir halal untuk dimiliki dengan cara apapun karena itu milik musuh.

Jika harta itu dimiliki dianggap fae atau ganimah, harta yang diperoleh melalui jihad. Jika mati di dalam perjuangan tersebut maka disebut syuhada, atau mujahid yang gugur di jalan Allah. Mereka akan langsung masuk syurga dan dijemput oleh puluhan bidadari. Membunuh orang dengan cara apapun tidak ada masalah karena dianggap suasana perang. Apalagi negara kafir tadi juga disebut negara yang wajib diperangi (Dar al-Harb).

Kelompok Radikal amat berbahaya dan bisa dianggap bahaya laten di dalam sebuah negara bangsa (nation state) seperti Indonesia, karena mereka tidak pernah mau mengakui negara bangsa sebagai negara ideal.

Bagi mereka, negara ideal ialah Negara Islam (Dar al-Islam), sebuah negara khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah. Negara ini sepenuhnya harus menjalankan Al-Quran dan Hadis sebagai konstitusinya. Mereka tidak mengakui apa yang disebut kearifan lokal, yang ada ialah Hukum Islam yang harus berlaku secara universal.

Benarkah Kelompok Radikal Kalah di (Indoneisa mengalahkan Kaum Radikalis)?
Silakah baca pejelasan dunia internasional berikut ini tentang Kelompok Radikal Kalah di Indonesia:
Koran lokal Jerman bernama Schwäbische Zeitung memberitakan tentang keadaan politik di Indonesia.

Schwäbische Zeitung menulis judul:
Radikale verlieren in Indonesia 
(Kelompok radikal kalah di Indonesia)
dengan sub judul:
Präsident Widodo dürfte im amt bleiben.
(Presiden Jokowi tetap presiden).

Berita ini dibagikan oleh Fadjroel Rachman melalui akun Twitternya @fadjroeL, Selasa (30/04/2019). 

Menurutnya, Pemilu 2019 disimak di luarnegeri karena Indonesia negara demokrasi terbesar ke-3 di dunia.





Potongan artikel koran lokal (Schwäbische Zeitung) tentang di Indonesia. Judulnya “Kelompok radikal kalah di Indonesia” dan dengan subtitle “Presiden Jokowi tetap presiden”. Pemilu 2019 disimak di luarnegeri karena Indonesia negara demokrasi terbesar ke-3 di dunia.



Bagi Sahabat Bitter yang ingin tahu isi selengkapnya bisa dibaca dibawah ini:
FO­TO: DPAJo­ko Wi­do­do, Prä­si­dent von In­do­ne­si­en, und sei­ne Frau Iria­na bei der Stimm­ab­ga­be.
DIKUTIP DARI PRESSREADER DENGAN JUDUL:
Ra­di­ka­le ver­lie­ren in In­do­ne­si­en
Von Ah­mad Pa­tho­ni und Chris­toph Sa­tor
☆☆☆☆☆
JA­KAR­TA (dpa) - In­do­ne­si­en wird mit gro­ÃŸer Wahr­schein­lich­keit auch in den nächs­ten fünf Jah­ren vom bis­he­ri­gen Prä­si­den­ten Jo­ko Wi­do­do re­giert. Bei der Wahl im welt­weit be­völ­ke­rungs­reichs­ten mus­li­mi­schen Land lag der am­tie­ren­de Staats­chef am Mitt­woch klar vor Her­aus­for­de­rer Pr­a­bo­wo Su­bi­an­to. Der 57-Jäh­ri­ge kam nach über­ein­stim­men­den Pro­gno­sen ver­schie­de­ner For­schungs­in­sti­tu­te auf et­wa 55 Pro­zent. Für den na­tio­na­lis­ti­schen Ex-Ge­ne­ral (67) stimm­ten et­wa 44 Pro­zent.

Der südostasiatische Staat aus mehr als 17 000 Inseln ist die drittgrößte Demokratie der Welt. Von den mehr als 260 Millionen Einwohnern sind annähernd 90 Prozent Muslime. Joko gilt eigentlich als Vertreter eines gemäßigten Islam. Mehrfach musste er sich vorwerfen lassen, nicht muslimisch genug zu sein. Daraufhin holte er sich einen bekannten Geistlichen als Kandidaten für das Amt des Vizepräsidenten an die Seite, Ma'ruf Amin.

Lange Zeit galt Indonesien als Modell für einen toleranten Islam. In den vergangenen Jahren gewannen auch dort aber konservative Kräfte an Einfluss. Der frühere Gouverneur von Jakarta, ein Weggefährte Jokos, musste wegen Verunglimpfung des Korans ins Gefängnis. Auch Homosexuelle bekamen die geänderte Stimmung zu spüren. Joko wurde vorgeworfen, zu wenig dagegen zu tun. Im Vergleich zu Prabowo gilt er jedoch als deutlich liberaler.

Der Wahlsieg fiel nach bislang noch inoffiziellen Ergebnissen deutlich aus. Alle Meinungsforschungsinstitute waren sich gleich nach Schließung der Wahllokale über den Sieger einig. Im Lauf des Mittwochs wurden noch genauere Zahlen erwartet. Das amtliche Endergebnis soll allerdings erst im Mai vorliegen. Beide Kandidaten hatten sich bereits bei der Wahl 2014 gegenüber gestanden. Damals gewann Joko mit 53,1 zu 46,9 Prozent.

In der ersten Amtszeit hatte er auch Anhänger enttäuscht. Zu Beginn wurde er noch als großer Hoffnungsträger gefeiert, als „indonesischer Obama“. Davon ist nicht mehr viel übrig. Auch Korruption ist immer noch weit verbreitet. Im Wahlkampf stellte Joko nun Infrastrukturprojekte wie den Bau neuer Straßen und Flughäfen sowie die neue UBahn für Jakarta heraus – offensichtlich mit Erfolg.

Parallel zur Entscheidung über das Staatsoberhaupt wurden auch das Parlament sowie Provinz- und Kommunalvertretungen neu gewählt. Wahlberechtigt waren 193 Millionen Indonesier, von der Hauptstadt bis hin zu entlegenen Inseln. Nach ersten Berichten gab es keine größeren Zwischenfälle.
☆☆☆☆☆
Mari kita pahami bersama apa itu Radikalisme, Radikalisasi, Ekstrimisme, dan Terorisme. 

Masyarakat pada umumnya masih sering menyamakan antara Ekstrimisme dan Radikalisme. 

Namun untuk membedakan kedua istilah tersebut harus memahami catatan sejarah kedua fenomena tersebut.

Radikalisme
Dalam The Concise Oxford Dictionary (1987), radikal berasal dari bahasa Latin Radix, Radicis yang berarti akar, sumber, atau asal mula. 

Radikalisme berasal dari akar kata radikal. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Radikalisme didefinisikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.

Menurut Dr. Alex P. Schmid, radikalisme jauh lebih tidak bermasalah bagi masyarakat demokratis daripada ekstremisme. 

Radikal bisa bersifat reformis dan tanpa kekerasan. 

Radikalis sejati cenderung lebih pragmatis dan terbuka terhadap penalaran kritis. 
(Radicalisation, De-Radicalisation, Counter-Radicalisation: A Conceptual Discussion and Literature Review, 2014: h. 56)

Sementara menurut Prof. Dr. Irfan Idris, Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), ada proses tersendiri seseorang mengalami perubahan dari seseorang yang radikalis, ekstrimis, hingga menjadi teroris. 

Radikalisme mengalami perubahan secara total dan bersifat drastis. 

Radikalisme menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada, ciri-cirinya adalah:
  1. Mereka intoleran atau tidak memiliki toleransi pada golongan yang memiliki pemahaman berbeda di luar golongan mereka, 
  2. Mereka juga cenderung fanatik, eksklusif dan 
  3. Tidak segan menggunakan cara-cara anarkis. 

Ekstrimisme
Menurut Merriam-Webster Dictionary, ekstremisme secara harfiah artinya 
Kualitas atau keadaan yang menjadi ekstrem.
atau 
Advokasi ukuran atau pandangan ekstrim
Saat ini, istilah tersebut banyak dipakai dalam esensi politik atau agama, yang merujuk kepada ideologi yang dianggap (oleh yang menggunakan istilah ini atau beberapa orang yang mematuhi konsensus sosial) berada jauh di luar sikap masyarakat pada umumnya. 

Namun, ekstremisme juga dipakai dalam diskursus ekonomi.

Menurut Dr. Alex P. Schmid (2014), kelompok ekstrimis merupakan kelompok yang menganut paham kekerasan ekstrim atau ekstrimisme. 

Dibandingkan radikalis, ekstrimis cenderung berpikiran tertutup, tidak bertoleransi, anti-demokrasi dan bisa menghalalkan segala cara, termasuk penipuan, untuk mencapai tujuan mereka. 

Kelompok ekstrimis juga berpikiran tertutup. 

Kelompok ini berbeda dengan kelompok radikalis, kelompok yang menganut paham radikal atau radikalisme. 
(Radicalisation, De-Radicalisation, Counter-Radicalisation: A Conceptual Discussion and Literature Review, 2014: h. 56)

Radikalisasi
Menurut Dr. Alex P. Schmid (2013), radikalisasi adalah proses dimana Individu atau kelompok yang berubah dan memiliki kecenderungan menentang dialog dan kompromi dengan pihak yang berbeda, mereka memilih jalan konfrontasi dan konflik. 

Pilihan ini disertai oleh dukungan terhadap:
  1. Penggunaan tekanan dan strategi memaksa (coersion) dengan jalan kekerasan atau non-kekerasan, 
  2. Legitimasi atau dukungan terhadap berbagai bentuk kekerasan, selain terorisme, untuk mewujudkan tujuanya yang dianggap mulia, dan 
  3. Pada ujungnya bisa berlanjut ke level tertinggi dalam bentuk kekerasasan ekstrim atau terorisme. 
Proses ini biasanya diikuti oleh kecenderungan penguatan ideologi yang menjauh dari arus utama (mainstream) dan mengarah kepada titik ekstrim yang didasari oleh cara pandang dikotomis dan keyakinan bahwa kemapanan sistem yang ada tidak lagi bisa menjadi jalan bagi terjadinya perubahan yang diinginkan.

Proses perubahan seseorang dari radikalis menuju ekstrimis hingga melakukan aksi teror tidak terlepas dari proses radikalisasi, sehingga mereka yang sudah teradikalisasi tidak segan menggunakan cara-cara kekerasan ekstrim untuk mewujudkan perjuangannya, termasuk aksi teror.

Menurut Direktur Deradikalisasi BNPT, Prof. Dr. Irfan Idris, tahapan radikalisasi adalah:
  • Pra-radikalisasi, 
  • Identifikasi diri, 
  • Indoktrinasi, dan 
  • Jihadisasi. 
  1. Pra-radikalisasi adalah kehidupan sebelum terjadi radikalisasi. 
  2. Identifikasi diri adalah individu mulai mengidentifikasi diri ke arah radikalisme. 
  3. Indoktrinasi adalah kondisi dimana individu mulai mengintensifkan dan memfokuskan kepercayaannya, hal ini bisa dilakukan melalui pertemuan langsung (offline), maupun tidak langsung atau melalui media (online). 
  4. Tahap terakhir adalah Jihadisasi, yaitu mulai mengambil tindakan atas keyakinannya seperti melalui aksi kekerasan ekstrim seperti melakukan teror.
Terorisme
Menurut UU Nomor 15 Tahun 2003, terorisme adalah penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan situasi teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas dan menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas harta benda orang lain, yang mengakibatkan kerusakan atau kehancuran obyek-obyek:
  • Vital strategis, 
  • Lingkungan hidup, 
  • Fasilitas publik dan 
  • Fasilitas internasional.
Seseorang atau kelompok radikalis dapat mengalami perubahan menggunakan cara-cara ekstrim, termasuk kekerasan ekstrim melalui aksi teror dipengaruhi banyak hal. 

Mulai dari pengaruh faktor yang bersifat internasional seperti ketidakadilan global, politik luar negeri yang arogan, dan penjajahan. 

Selain itu juga dipengaruhi faktor domestik seperti:
  • Persepsi ketidakadilan, 
  • Kesejahteraan, 
  • Pendidikan, 
  • Kecewa pada pemerintah, dan 
  • Balas dendam. 
Di luar faktor internasional dan domestik, faktor lainnya adalah faktor kultural, yaitu:
Karena pemahaman agama yang dangkal, penafsiran agama yang sempit dan tekstual, dan indoktrinasi ajaran agama yang salah.

Menurut Direktur Deradikalisasi BNPT, Prof. Dr. Irfan Idris, PMI terjebak kelompok ekstrimis melalui kontak di Medsos dan berlanjut di pertemuan offline. 

Penyebaran paham ekstrimis dan perekrutan teroris dilakukan melalui website, media sosial dan messanger.

Ilustrasi
Tulisan ini ditandai dengan:

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT