Dewi Kilisuci Dan Terbelahnya Kerajaan Kahuripan

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Dewi Kilisuci Dan Terbelahnya Kerajaan Kahuripan
Dewi Kilisuci
Andai Dewi Kilisuci bersedia menjadi ratu di Kahuripan, barangkali sejarah tidak mengenal kerajaan Jenggala. 

Tetapi karena sang dewi lebih tertarik pada kesunyian Gua Selomangleng (Kediri) daripada pesta pora hedonistik istana,maka Ayahnya, Airlangga merasa perlu membagi kerajaanmenjadi dua.

Pembelahan kerajaan Kahuripan bukan saja merubah wajah Jawa secara geografis, tapi juga geopolitik dan ekonomi. Pusat pemerintahan yang sebelumnya ada di satu tempat kini menjadi dua. Hanya sayangnya pusat ekonomi tetap menjadi hak sebuah daerah belahan dari Kahuripan. 

Masing-masing dua daerah belahan Kahuripan ini mempunyai kekuatan dan kelemahan. 

Jenggala, belahan sebelah utara ini kuat dalam ekonomi karena bandar dagang di Sungai Porong termasuk dalam wilayahnya. 

Sedangkan Dhaha (Kediri) yang bercorak agraris ini lebih kuat dalam bidang Yudhagama, olah keperajuritan, militer, bahkan mempunyai pasukan gajah.

Pembelahan kerajaan ini memang pada ujungnya jugamenyisakan sebuah sengketa antar dua pewaris. 

Dimana disalah satu belahan mengalami tingkat perekonomian yangtinggi, sementara di belahan lain tingkat ekonominya sangatminus.

Kedua perbedaan inilah yang menimbulkan sebuah perang yang akan meluluh lantakkan sebuah kerajaan dari muka bumi dan kerajaan itu adalah Jenggala.
Prabu Airlangga mempunyai dua istri yaitu Sri dan Laksmi. 

Keduanya adalah Putri Dharmawangsa Teguh Anantawikrama yang tak lain pamannya sendiri. 

Dari perkawinannya dengan Sri, Prabu Airlangga mendapatkan seorang putri yang bergelar Dewi Kilisuci atau disebut juga Dewi Sanggramawijaya yamg ditetapkan sebagai mahamantri i hino (ialah berkedudukan tertinggi setelah raja). 

Setelah tiba masanya menggantikan Airlangga, ia menolak dan memilih sebagai pertapa. 

Semenjak awal Dewi Kilisuci telah menjalani kehidupansebagai seorang pertapa. 

Rupanya Kesunyian Gua Selomangleng (Kediri) dan Pucangan (gunung Penanggungan), ternyata lebih menarik perhatian sang Putri dari pada Hedonistik Istana
Gua Selomangleng
Dia memutuskan untuk menarik diri dari hiruk pikuk keduniawian, Sehingga ia menolak ketika harus menggantikan Airlangga menjadi ratu di Kahuripan.

Selain Dewi Kilisuci, Airlangga juga mempunyai dua orang bernama:
  1. Lembu Amisena dan 
  2. Lembu Amilihung. 
Keduanya putra dari selir. 

Karena pewaris tahta yang sah tidak bisamenggantikannya, Airlangga merasa perlu membagi kerajaan untuk dipimpin kedua putranya. 

Airlangga Meminta Saran Mpu Bharada
Sebelum Keputusan ini diambil, Airlangga terlebih dahulu meminta saran Mpu Bharada yang menjadi penasehatnya. 

Menurut sang Mpu, membagi kerjaan bukanlah sebuah jalan keluar yang baik, sebab dikhawatirkan akan timbul perang saudara antar putra Airlangga.

Kemudian Mpu Bharada menyarankan agar salah satu putra Airlangga memerintah di Bali, karena masih punya darah dengan Udayana (ayah Airlangga). 

Saran Mpu Bharada diterima oleh Airlangga dan segera mengutusnya ke Bali. 

Perundingan Mpu Bharada dengan Mpu Kuturan Si Bali
Di sana Mpu Bharada melakukan perundingan dengan Mpu Kuturan, seorang pandita tinggi. 

Tetapi usul Airlangga itu ditolak Mpu Kuturan karena yang bisa menjadi Raja Bali adalah keturunan Mpu Kuturan sendiri. 

Merasa menemukan jalan buntu, Mpu Bharada kembali ke Kahuripan.

Pembagian Kerajaan Kahuripan
Berdasarkan dua petimbangan di atas, maka Airlangga melaksanakan pembelahan kerajaan Kahuripan 1042. 

Proses pembagian kerajaan itu menjadikan Kahuripan menjadi Dua. 

Di Kahuripan bagian Utara berdiri Kerajaan Jenggala yang dipimpin Lembu Amiluhung yang bergelar Sri Jayantaka, sedangkan di bagian Selatan berdiri Kerajaan Dhaha yang dipimpin Lembu Amisena yang bergelar Sri Jaya Warsa

Mpu Prapanca
Peristiwa pembelahan ini dicatat oleh Mpu Prapanca dalam kitabnya Negarakertagama. 

Alasan pembagian kerajaan dilukiskan Oleh Mpu Prapanca sebagai berikut:
Demikian lah sejarahJawa menurut tutur yang dipercaya. Kisah Jenggala Nata di Kahuripan dan Sri Nata Kahuripan di Dhaha (Kediri). Waktubumi Jawa di belah karena cintanya pada kedua putranya.

Sedangkan sosok tokoh pelaksana pembagian itu, Mpu Bharada, dilukiskan sebagai berikut: 
Mpu Bharada nama beliau, adalah pendeta Budha Mahayana yang telah putus ilmu Tantrayananya, bersemedi di lemah Tulis gunumg Prawito (penanggungan). Ia dikenal sebagai pelindung rakyat dankemana-mana selalu jalan kaki.

Kemudian Mpu Prapanca juga mencatat proses pembagiankerajaan itu sebagai berikut: 
Beliau menyanggupi permintaanRaja untuk membelah kerajaan. Tapal batas dua bakal kerajaan itu di tandai dengan kucuran air dari kendi yang dibawanya terbang ke langit. Dalam kitab ini Mpu Prapanca juga menuliskan sebuah peristiwa kecil yang menimpa Mpu Bharada dalam pekerjaannya: Turun dari langit sang Mpu berhenti di bawah pohon Asam. Kendi Suci di taruh di desa Palungan (sekarang wilayah Gempol). Karena jubahnya tersangkut pohon Asam, marahlan sang Mpu, dan beliau mengutuk pohon Asam itu kerdil untuk selamanya.

Air kucuran kendi itu membuat garis demarkasi untuk kedua kerajaan. 

Mengenai garis itu Negara Kertagama menulis: 
Tapal batas Negara adalah Gunung Kawi sampai dengan aliran sungai Poro (Poro : porong, jawa kawi; dibagi). Itulah tugu gaib yang tidak bisa mereka lalui. Maka dibangunkah Candi Belahan (Sumber Tetek) sebagai prasasti di belahnya Kahuripan. Semoga Baginda tetap teguh, tegak dan berjaya dalam memimpin Negara.

Moksa Airlangga
Candi Belahan
Airlangga turun tahta setelah pembelahan Kahuripan. 

Dua kerajaan baru yang berdiri di atas Kahuripan telah dipimpin oleh putra-putranya. Seperti adat leluhurnya, ia pun lengser keprabon madeg mandita (turun tahta dan hidup seperti pendeta).

Dalam upayanya meninggalkan keduniawian ini ia memilih Gunung Penanggungan dan Gunung Arjuna. 

Selain meninggalkan tahta, ia juga menanggalkan gelarnya. 
Arca Situs Tetek
Sebagai gantinya Airlangga menggunakan nama-nama yang menunjukkan kesiapannya menuju samsara.

Di Daerah Gunung Penanggungan inilah Airlangga dikenal se bagai Resi Jatinindra dan di Gunung Arjuna ia memakai nama Bega wan Mintaraga

Selain itu Airlangga juga dikenal sebagai Resi Gentayu, sebua ungkap an yang berasal dari kata Jatayu (burung Garuda yang menyelamatkan Sintha dalam cerita epos Ramayana). Tujuh tahun kemudian (1049 M) Airlangga wafat.

Jenazahnya diperabukan di Candi Belahan (Sumber Tetek) disana ia diarcakan sebagai Wisnu yang menunggang garuda. 
Arca itu di sebut Garudamukha.
☆☆☆☆☆

Baca Tags Terkait:

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT