Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
"Legenda Firaun Di Tanah Jawa (Raja Kertajaya)"
Fir'aun adalah gelar yang dalam diskusi dunia modern digunakan untuk seluruh penguasa Mesir kuno dari semua periode.
Dahulu, gelar ini mulai digunakan untuk penguasa yang merupakan pemimpin keagamaan dan politik kesatuan Mesir kuno, hanya selama Kerajaan Baru, secara spesifik, selama pertengahan dinasti kedelapan belas.
Untuk penyederhanaan, terdapat kesepakatan umum di antara penulis modern untuk menggunakan istilah ini untuk merujuk penguasa Mesir semua periode.
Firaun juga mengaku sebagai Tuhan.
Ketika wafat, Firaun dimakamkan bersama harta bendanya di makam berhias tulisan hieroglif, jenasahnya diawetkan dengan ramuan khusus, minyak dan garam, kemudian dibungkus dengan kain kedap udara yang diikat.
Karena Firaun dianggap sebagai wakil bangsa Mesir dihadapan para dewa, kedamaiannya di dalam kehidupan di alam baka merupakan harapan semua anggota masyarakat.
Kertajaya merupakan salah satu penerus raja dari Kerajaan Kediri berdasarkan Prasasti Galunggung yang dulunya adalah Kerajaan Panjalu atau lebih dikenal dengan nama Kerajaan Dhoho karena beribukotakan di desa Dhoho Kota Kediri.
Dahulu, gelar ini mulai digunakan untuk penguasa yang merupakan pemimpin keagamaan dan politik kesatuan Mesir kuno, hanya selama Kerajaan Baru, secara spesifik, selama pertengahan dinasti kedelapan belas.
Untuk penyederhanaan, terdapat kesepakatan umum di antara penulis modern untuk menggunakan istilah ini untuk merujuk penguasa Mesir semua periode.
Firaun juga mengaku sebagai Tuhan.
Ketika wafat, Firaun dimakamkan bersama harta bendanya di makam berhias tulisan hieroglif, jenasahnya diawetkan dengan ramuan khusus, minyak dan garam, kemudian dibungkus dengan kain kedap udara yang diikat.
Karena Firaun dianggap sebagai wakil bangsa Mesir dihadapan para dewa, kedamaiannya di dalam kehidupan di alam baka merupakan harapan semua anggota masyarakat.
Ternyata, di zaman Kerajaan di Pulau Jawa (Wangsa Sanjaya) yaitu Kerajaan Kediri (Kerajaan Panjal "DHOHO") ada seorang Raja yang berperilaku sama seperti Fir'un di Mesir.
Raja tersebut adalah Raja Kertajaya yang ingin menjadi dewa dan di sembah oleh rakyatnya, persis seperti kisah Fir'aun yang ada di Mesir.
Raja tersebut adalah Raja Kertajaya yang ingin menjadi dewa dan di sembah oleh rakyatnya, persis seperti kisah Fir'aun yang ada di Mesir.
Kertajaya merupakan salah satu penerus raja dari Kerajaan Kediri berdasarkan Prasasti Galunggung yang dulunya adalah Kerajaan Panjalu atau lebih dikenal dengan nama Kerajaan Dhoho karena beribukotakan di desa Dhoho Kota Kediri.
Kertajaya masih keturunan dari Raja Airlangga dari Kerajaan Medang Kumala yang akhirnya memecah kerajaannya menjadi dua, yaitu:
- Kerajaan Jenggala
- Kerajaan Panjalu
Kedua kerajaan ini dipisahkan oleh Gunung Kawi dan sungai Brantas. Pembagian dua kerajaan ini dikisahkan dalam prasasti Mahasukbya, serat Calon Arang, dan kitab Negarakertagama.
- Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan dan ibukotanya Kahuripan.
- Sementara Panjalu yang kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu kotanya Daha.
Dari catatan beberapa prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah peperangan.
Kerajaan Kediri merupakan salah satu dari beberapa kerajaan besar dan berpengaruh di nusantara. Kerajaan Kediri atau juga sering disebut Kerajaan Kadiri hadir di nusantara pada tahun 1045 M sampai tahun 1222 M.
Selama 177 tahun kekuasaannya, Kerajaan Kediri banyak memberikan warna peradaban di nusantara yang kemudian bernama Indonesia ini. Pada masa keemasannya, Kerajaan Kediri memiliki wilayah kekuasaan yang cukup luas.
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya, Kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatera.
Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatera. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Kediri, sedangkan Sumatera dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
Raja-Raja Kerajaan Kediri Berdasarkan Prasasti yang Ditemukan:
- Sri Samarawijaya, putra Airlangga namanya ditemukan dalam prasasti Pamwatan (1042).
- Sri Jayawarsa, berdasarkan prasasti Sirah Keting (1104). Tidak diketahui dengan pasti apakah ia adalah pengganti langsung Sri Samarawijaya atau bukan.
- Sri Bameswara, berdasarkan prasasti Padelegan I (1117), prasasti Panumbangan (1120), dan prasasti Tangkilan (1130).
- Sri Jayabhaya, merupakan raja terbesar Panjalu, berdasarkan prasasti Ngantang (1135), prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).
- Sri Sarweswara, berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161).
- Sri Aryeswara, berdasarkan prasasti Angin (1171).
- Sri Gandra, berdasarkan prasasti Jaring (1181).
- Sri Kameswara, berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradahana.
- Sri Kertajaya, berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton.
Sayang sekali, selepas kepemimpinan raja Jayabaya, Kediri mengalami kemunduran. Masa pimpinan raja Kertajaya, kejayaan Kediri runtuh. Keruntuhan ini karena adanya pertentangan dengan kaum Brahman.
Brahmana menganggap Kertajaya telah melanggar agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa.
Kaum Brahmana meminta perlindungan Ken Arok seorang akuwu dari Tumapel. Perselisihan ini semakin memuncak, dan ditandai dengan pertempuran di Desa Ganter (1222 M).
Dalam pertempuran ini Kertajaya dikalahkan Ken Arok dan pada masa inilah kejayaan kerajaan Kediri berakhir.
Namun masa ini belumlah benar-benar berakhir. Kediri masih bisa kembali bangkit dibawah pimpinan Raja Jayakatwang.
Namun kebangkitan ini tidaklah lama, karena setelah Jayakatwang dikalahkan oleh tentara Mongol dan pasukan Raden Wijaya, dari kerajaan Singasahri, Kediri benar-benar hancur dan tidak pernah terdengar beritanya.
Baca Juga:
Baca Juga:
Baca Juga:
Baca Juga:
☆☆☆☆☆
No comments:
Post a Comment
Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.
BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT