Dewi Sekartaji dan Kehancuran Kerajaan Jenggala

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Dewi Sekartaji Kehancuran Kerajaan Jenggala
Seperti yang telah dikemukakan bahwa Bandar dagang Porong merupakan sumber perselisihan yang mengarah pada pertumpahan darah. 

Sri Jayawarsa yang memerintah Kediri (Dhaha) menuntut kepada kerajaan Jenggala agar Bandar dagang di Porong diserahkan pada Dhaha. 

Tuntutan ini di tolak oleh Raja Jenggala yang mendasarkan pada hasil pembelahan Kahuripan di Jaman Airlangga. 

Atas jawaban ini raja Dhaha mengancam akan merebut Bandar dagang Porong dan menyerbu Jenggala dengan kekuatan militer. 

Patut diketahui dalam bidang militer Dhaha lebih unggul dari pada Jenggala. 

Karenanya dapat dipastikan bila terjadi perang maka Jenggala akan berada di pihak yang kalah.

Untuk menghindari terjadinya peperangan saudara ini, danjuga untuk agar Bandar dagang Porong dikuasai dua kerajaan, maka diusulkan untuk menggelar perkawinan antar dua putra mahkota. 

Dua orang itu adalah Inu Kertapati anak raja Jenggala, dan Dewi Sekartaji putri. 

Perkawinan ini diharapkanbisa mereda ketegangan antara Jenggala dan Dhaha.

Tetapi konsensus yang digagas itu kenyataannya tidak berjalan mulus. 

Walaupun Dewi Sekartaji sangat mencintai Inu Kertapati, tetapi Inu kertapati ternyata tidak mencintai sepupunya itu. 

Ia lebih memilih Dewi Anggaraini anak patih Jenggala. akibatnya ketegangan memuncak lagi. 

Kerajaan Dhaha kembali mengancam akan membumi hanguskanJenggala bila perkawinan politik itu gagal. 

Oleh Kecemasan akan serbuan Dhaha itu, raja Jenggala membuat kebijakan dengan membunuh Dewi Anggraini. 

Sehingga diharapkan perkawinan antara Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji bisa berjalan Lancar.

Namun permasalahan tidak berhenti disini. Sedih karena kematian kekasihnya, Inu Kertapati diam-diam meninggalkan istana Jenggala dam pergi berkelana. 

Sedangkan Dewi Sekartaji yang merasa malu karena Inu Kertapati lebih mencintai Orang lain juga melakukan hal yang serupa. Sekartaji (atau juga disebut Galih Candra Kirana) meninggalkan Dhaha.

Dari perjalanan ini pula timbul banyak legenda Jawa yang terkenal sampai sekarang, Ande-ande lumut, entet dan mbok Rondo Dadapan. 

Dimana dalam cerita itu Inu Kertapati di simbolkan sebagai Ande-ande Lumut, Entit yaitu seorang jejaka anak pungut Mbok Rondo Dadapan yang membuat hati para gadis takluk. 
Sedangkan Dewi Sekartaji disimbolkan sebagai Klenting Kuning, seorang anak pungut yang disia-siakan saudara dan ibu tirinya, tetapi pada akhirnya ia yang dipilih Ande-ande lumut menjadi istri. 

Dan disamping itu Cah Ayu yang menggoda Si Entit adalah Dewi Sekartaji yang juga menyamar sebagai wanita desa. 

Perjalanan kedua putra mahkota ini juga di tulis oleh Mpu Dharmaja, seorang pujangga Dhaha, dalam kekawin Asmaradahana pada pemerintahan Kameswara 1.

Kemudian mereka melaksanakan pernikahan di Dhaha dan Inu Kertapati Marak dinobatkan menjadi Raja Dhaha dengangelar Kamesywara 1 (1115-1130), bergelar Sri maharaja rakesirikan sri Kameswara Sakalabhuwanatustikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa, lencana kerajaan berbentuk tengkorak bertaring yang disebut Chandrakapala, dan adanya Mpu Dharmaja yang telah menggubah kitab Asmaradahana (berisi pujian yangmengatakan raja adalah titisan dewa Kama, ibukota kerajaan bernama Dahana yang dikagumi keindahannya oleh seluruh dunia, permaisuri yang sangat cantik bernama Dewi Candhra Kirana). 
Mereka dalam kesusasteraan Jawa terkenal dalamcerita Panji. 

Dengan dinobatkannya Inu Kertapati sebagai Raja Dhaha maka kerajaan Jenggala dan Dhaha disatukan. 

Peristiwaini terjadi pada tahun 1045 M. Terhitung dari tahun ini Jenggalasebagai kerajaan Besar pelan-pelan menutup buku sejarah.

Dengan diangkatnya Inu Kertapati menjadi raja di Dhaha, maka secara tidak langsung wilayah Kahuripan yangsebelumnya terpecah dapat disatukan lagi. 

Hanya saja wilayah itu tidak dibawah bendera Jenggala tetapi bendera Kerajaan Dhaha. 

Bisa dikatakan bahwa pada saat itu Kerajaan Jenggala mulai surut. 

Raja-raja Jenggala setalah Sri Jayantaka menarikKerajaan lebih ke jauh di Utara.

Sejarah masih bisa melacak keberadaan Jenggala hinggatahun 1059, peristiwa ini bisa dilihat dari prasasti KembangPutih di Lamongan. 

Prasasti ini menulisakn bahwa kraton Jenggala berada di sebelah utara sungai Lanang.

Kraton ini berada di sana sampai dengan pemerintahan raja Jenggala terakhir Sri Samarattongga. 

Setelah itu Jenggala hilang daripanggung sejarah.


Sampai saat ini masih belum didapat sebuah sumber yang menjelaskan secara tepat perginya orang Jenggala setelah 1059. 

Apakah mereka dari raja hingga rakyatnya habis ditumpas bala tentara Dhaha ataukah orang-orang Jenggala itu hijrah ke tempat lain?
☆☆☆☆☆

Baca Tags Terkait:

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT