Alasan Kenapa Anak Kita Berbohong

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang: 
Alasan Kenapa Anak Kita Berbohong
Dik, nanti kalo Tante Nani telfon, bilang Mama lagi pergi ya?
Pesan si Ibu kepada anaknya.

Memangnya Mama mau kemana?
tanya anak itu.

Nggak sih, Mama males saja terima telfonnya.
alasan si Ibu.

Kenapa, Ma? 
tanya anak itu.

Mama belum punya uang kalau tante itu nagih sekarang. Tolong sayang ya …
kilah sang si Ibu.

Mengapa Anak Kita Berbohong?
Mungkin ini bisa menjadi koreksi diri pribadi Bitter Coffee Park dalam menjalani hidup sebagai Orang Tua.

Tanpa sadar, berapa banyak dari kita sebagai orang tua yang mengajarkan anak kita berbohong.

Si anak yang mungkin belum paham maksud sang Ibu melaksanakan saja perintah tersebut, namun lambat laun ia akan paham bahwa sang ibu sedang mencari dalih.

Anak juga tidak akan paham maksud di balik dalih sang Ibu, namun pada suatu saat ia akan mengimitasi pencarian dalih tersebut untuk kepentingannya sendiri.

Menurut definisi, berbohong adalah pernyataan yang tidak benar dengan tujuan menipu, seringkali dengan maksud untuk menjaga rahasia atau reputasi, perasaan orang lain, atau untuk menghindarkan diri dari hukuman.

Dengan demikian, berbohong adalah menyatakan sesuatu yang tidak benar dengan niat dianggap benar oleh orang lain.

Kapasitas untuk berbohong hampir didapati hampir secara universal dalam perkembangan manusia, dan sudah ada sejak dulu.

Anak-anak umumnya punya fantasi yang menarik ketika masih kecil, dan ingin ceritanya diperhatikan oleh orang dewasa.

Bagi si anak, imajinasi tersebut seolah-olah dunia yang berada di sebelah dunia nyata mereka.

Imajinasi mereka terhadap pahlawan super, figur ideal ala Barbie, membuat mereka lebih hidup dalam bermain peran. Pada anak-anak dengan perkembangan mental yang normal, dunia nyata dan fantasi punya batasan dan mereka selalu bisa diajak kembali ke dunia nyata.

Mereka bisa menghentikan bermain boneka atau Play Station, keluar rumah dan bermain petak umpet dengan teman-teman lainnya.

Beberapa anak sengaja membesar-besarkan cerita untuk mencari perhatian orang tua atau teman sepermainan.

Misalnya, mereka bilang:
Papaku punya pistol dan pedang, dulu ada orang mau maling, ditembak.
Bagian yang pertama mungkin benar, karena ayahnya memang perwira militer yang punya pistol dan pedang upacara, tapi bagian kedua pengakuannya jelas tidak benar.

Ada pula yang secara meyakinkan punya teman imajinatif, yang seolah-olah hidup dan bisa diajak bicara.

Dunia imajinatif anak memang memungkinkan mereka membuat rekaan kejadian, dan seringkali kita menganggapnya lucu.

Selain berimajinasi untuk mencari perhatian, yang sering terjadi adalah anak mengarang cerita bohong atau alasan untuk melepaskan diri dari hukuman, sekalipun semua bukti menunjukkan dirinya bersalah.

Dorongan untuk berbohong terjadi bila anak merasa terancam, karena hukuman menyebabkan perasaan tidak nyaman.

Seorang Anak akan terus belajar berbohong dan mempelajari cara berbohong yang lebih baik dari orang-orang yang ada di sekitarnya, orang tua, kakak, atau teman bermain.

Mereka ini (Anak-anak kita) adalah role model atau kelompok referensi yang menentukan sikap dan pola berpikir anak.

Berapa banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa mereka turut berperan membuat anak suka berbohong? 
Kalaupun kita sebagai orang tua tidak mengajari anak berbohong, bahkan dengan keras melarang anak berbohong, pola komunikasi di dalam keluarga bisa menjadi pendorong anak untuk berbohong.

Ketika anak melakukan kekeliruan,
Orang tua cenderung segera melakukan hukuman dan meyakini bahwa satu-satunya cara agar anak tidak berbuat kekeliruan adalah dengan cara menghukum.

Apalagi bila orang tua sudah punya konsep anak-anak tentu nakal dan mau enaknya sendiri, kemungkinan si anak didengarkan niscaya lebih jauh lagi.

Hal ini yang akan membuat kepercayaan anak pada orang tua yang menipis membuat anak jauh lebih suka tidak berkata jujur dikarenakan perasaan terancam.

Idealnya, gini...
Jika anak Sahabat Bitter melakukan kesalahan atau kekeliruan. Jangan langsung memarahi atau memberi hukuman.

Tapi....
Kita rangkul mereka untuk jujur dan memperbaiki kesalahan dan kekeliruan bersama.

Peran orang tua akan sangat membantu dalam menyelesaikan masalah anak.

Jangan paksakan anak dengan pola pikir kita, tetapi sebagai orang tua seharusnya kita lebih memahami pola pikir anak. Dengan demikian, kita sebagai orang tua memberi peluang untuk mengembangkan bakat dan kecerdasan anak.

Ajarkan anak dengan alasan yang jujur dan Klasikal Bahasa yang dipahami anak dengan cara berdiskusi dengan anak. Dengarkan pendapat mereka, karena itu adalah emosional anak untuk mengapresiasikan angan dan keinginannya.

Membentuk Kejujuran Pada Anak
Idaman orang tua adalah anak saleh yang senantiasa menjaga lidahnya dari dusta dan ketidak jujuran.

Sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.
(At-Tahrim : 6).

Sayangnya, hal itu tidak mudah bahkan sering kita dapati anak-anak ulama yang hidup tidak dalam jalur agama yang benar.

Sebaliknya, kita juga sering melihat anak-anak orang biasa yang justru mampu membangun diri mereka menjadi insan yang utama.

Sebagai Muslim, kita harus selalu yakin bahwa anak (sebagaiaman harta benda lainnya) adalah titipan dari Allah Swt, dan mereka adalah ujian bagi orang tua.

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.

Terlalu mencintai mereka atau membuat mereka tidak berguna hanya akan mendatangkan kemudharatan.

Oleh karena itu harta dan anak adalah amanah yang harus diarahkan di jalan yang benar.

Banyak sekali peringatan Allah tentang makna harta dan anak-anak yang akan menjadi cobaan bagi mukmin.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membangun kejujuran anak adalah sbb:
Kejujuran merupakan permata yang berharga.

Konsep ini harus ditanamkan oleh orang tua pada anak dan sama-sama diyakini sebagai kebenaran.

Sekalipun sulit, orang tua juga harus belajar untuk tidak berbohong di depan anak.

Sebagai role model sekaligus referensi anak, orang tua harus mendorong anak untuk tidak berbohong.

Diperlukan kejelian untuk membedakan kebohongan dengan imajinas.

Imajinasi perlu dibiarkan berkembang sementara kebohongan harus dikikis.

Bangun pola komunikasi yang demokratis, dan orang tua perlu belajar untuk “mendengarkan” anak.

Akhiran “kan” harus menjadi penekanan dengan pengertian orang tua harus aktif menggali permasalahan yang dihadapi oleh anak.

Menganggap anak sebagai individu yang tidak signifikan, meremehkan atau menganggap sepele mereka, bisa jadi merupakan cikal bakal terbentuknya kepribadian diri yang tidak utuh.

Kita sebagai orang tua tidak akan banyak memahami mereka karena saat anak bercerita tentang teman-teman dan aktivitas sehari-hari telinga kita tidak aktif.

Wajar bila suatu saat anak melakukan tindakan yang salah orang tua bingung harus mulai mengoreksi dari mana, dan akhirnya hukuman lah yang jadi senjata.

Hargai prestasi dan kejujuran dengan ganjaran, sekecil apapun itu, bahkan sekedar rasa terima kasih dan ciuman hangat pada anak. Itu disebut dengan positive reinforcement.

Anak selalu suka dengan reinforcement ini karena membuat mereka merasa nyaman dan bangga.

Ketika anak melakukan kekeliruan, atau berkata tidak jujur, ambil kenyamanan itu tanpa memberikan hukuman secara langsung.

Ketidak nyamanan perasaan memang menjadi semacam hukuman, tapi tidak menyakiti fisik maupun ego mereka. Ini disebut dengannegative reinforcement.

Pandangan mata yang menegur, teguran pendek seperti “… Nak, Mama tidak suka!”, atau bahkan sekedar hilangnya senyum seorang Ibu bisa menjadi contoh praktis.

Ada sebuah teori NLP (neuro linguistic programming) yang meminta kita orang tua untuk lebih banyak menggunakan kalimat positif daripada negatif saat menekankan pentingnya kejujuran dan perbuatan baik.

Kata tidak boleh atau jangan ternyata menghambat masuknya pesan ke ingatan bawah sadar, berbeda dengan pesan positif.

Hal ini tentunya berkebalikan dengan asumsi kuno yang menganggap bahwa kata jangan atau tidak boleh adalah senjata sakti untuk menekan perilaku negatif anak.

Hukuman adalah cara terakhir dalam mendisiplinkan anak, karena efek negatifnya yang membekas pada ego anak.

Kalaupun hukuman harus diterapkan, syaratnya ada 2: segera dan terkait langsung dengan kesalahan yang baru dilakukan.

Anak-anak kita adalah bagian dari masa depan kita, karena titipan Allah yang ini bisa mendoakan kita saat kita sudah tidak ada lagi di dunia fana ini.

Sayangnya, orang tua masih seringkali memperlakukan mereka secara tidak serius.

Kalaupun menyekolahkan mereka di sekolah favorit yang full-day, yang jaraknya jauh dari rumah, lebih karena faktor gengsi dan trend.

Kalaupun memasukkan anak ke bimbingan sempoa atau jarimatika bukan karena anak menunjukkan minat dengan hal tersebut tapi alasan yang lain.

Komputer disediakan di rumah bukan untuk mengasah wawasan anak, tapi agar kelihatan modern dan tidak mengganggu orang tua, dsb.

Bila sesekali kita temani anak belajar, dengan Televisi dimatikan, atmosfer kehangatan akan segera terbentuk.

Sekalipun di depan kita ada majalah atau buku, anak cukup punya waktu untuk bercerita tentang teman-temannya, dan berbagai sedih-gembira mereka di sekolah.

Terlebih bila kita mau menanggapi topik mereka, sekalipun kita tidak paham, anak akan bersemangat untuk bercerita lebih panjang.

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:

Orang Tua Harus Saling Terbuka Dan Membantu Dalam Membimbing Anak
Bitter Coffee Park teringat salah satu acara impor di televisi (Metro TV) yang paling saya gemari adalah Nanny 911. Sekelompok Nanny (pengasuh anak) berpengalaman yang dikoordinasi oleh seorang Nanny asal Inggris mantan pengasuh keluarga kerajaan, memberikan bantuan kepada keluarga di Amerika yang membutuhkan. Dari 3 atau 4 orang Nanny yang tergabung dalam Nanny Central, dalam tiap episode dipilih seorang yang memiliki kemampuan dan karakter yang bisa menyelesaikan dalam rumah klien. Sesuai dengan profesi Nanny, kasus pada reality show ini difokuskan pada permasalahan di seputar anak-anak, umumnya agresivitas anak-anak yang berlebihan dan sulit dikendalikan.

Selama seminggu, Nanny yang terpilih bertugas di tempat tinggal klien. Biasanya, ia akan menggunakan hari pertama (dan kadangkala hingga hari kedua) untuk observasi. Ia akan mencatat semua kebiasaaan dan kejadian sehari-hari yang terjadi di rumah, baik ketika figur ayah sedang berada di rumah maupun tidak. Barulah pada hari kedua atau ketiga sang Nanny mengumpulkan semua anggota rumah sebagai kick-off meeting dimulainya treatment keluarga.

Sebuah pelajaran yang sangat berharga dari acara made inAmerika ini adalah penyelesaian masalah dengan komunikasi, sama sekali tanpa kekerasan fisik. Sekalipun si anak mulai memukul orang tua, tidak dibenarkan tindakan balasan berupa kekerasan fisik. Cara dan pola komunikasi yang benar akan membentuk hubungan yang lebih baik. Dalam budaya Amerika, kekerasan kepada anak bisa jadi masalah hukum dan Nanny memperkenalkan cara pengendalian anak dengan sistem dan komunikasi yang terarah.

Akar masalah yang hampir selalu menjadi landasan lepasnya pengendalian orang tua kepada anak-anak adalah lepasnya tali komunikasi. Bukan masalah orang tua tersebut pendiam atau talkative, melainkan cara penyampaian gagasan kepada anak dan menerima gagasan yang ada di kepala anak.

Agresivitas anak di rumah, kepada barang maupun manusia, pada dasarnya adalah ekses dari terjadinya hambatan komunikasi. Ketika anak tidak memahami kehendak orang tua, dan segala yang dikerjakannya keliru, kemudian memperoleh hukuman, anak mungkin diam ketika pertama kali memperoleh hukuman. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, ketika anak tidak bisa melihat lagi perbedaan sikap orang tua terhadap perilaku yang benar dan salah yang mereka kerja, mereka akan melakukan yang menurut mereka paling mudah dan enak dilakukan.

Di sisi orang tua, perilaku anak yang agresif pada awalnya dianggap sebagai kelucuan belaka, sebagai bentuk protes hukuman yang mereka terima. Seiring dengan berjalannya waktu, tiba-tiba saja agresivitas anak sudah berada di luar kendali mereka. Orang tua semakin tidak memahami anak-anak mereka, sebagaimana anak-anak yang skeptis pada orang tua.

Nanny yang diutus oleh Nanny Central punya tugas untuk menyambung tali komunikasi yang putus, mengembalikan jalur komunikasi tersebut pada tempat yang semestinya, dan meletakkan dasar pendidikan anak yang benar.

Beberapa 5 hal yang Bitter Coffee Park catat dari proses ini adalah:
1. Anak-anak bisa berpikir.
Jadi jangan menganggap mereka bodoh. Ajak mereka berbicara secara terbuka, dan sampaikan pesan dengan sederhana.
Kesalahan yang sering terjadi:
Orang tua memperlakukan anak seperti manusia yang tidak bisa berpikir dan tanpa emosi.
Anak dianggap hanya boleh menerima putusan orang tua tanpa boleh berkeberatan.
Dengan sikap seperti ini, anak akan cenderung menjadi pelengkap dalam sebuah keluarga, bukan asset masa depan yang menjadi generasi lanjutan keluarga tersebut.

2. Terapkan Reward–Punishment pada tempatnya.
Agar anak tahu benar apa yang benar dan salah, apa yang menjadi harapan orang tua dan yang tidak mereka kehendaki.
Kesalahan yang sering terjadi:
Kadangkala orang tua tidak konsisten dalam reward–punishment, sehingga anak jadi rancu.
Delayed reward dan punishment (khususnya punishment) juga membuat anak sulit menghubungkan hukuman yang diterima dengan perilaku yang salah.
Orang tua harus punya ketegasan dalam memberikan reward bila anak melakukan tindakan baik (apapun bentuk reward tsb) dan hukuman ketika anak berlaku keliru (sesegera mungkin).

3. Immediate Action. 
Tindakan yang segera adalah kunci dalam menangani masalah di rumah.
Seorang Ibu harus memiliki otoritas dalam mengambil keputusan di rumah, khususnya saat sang ayah tidak ada.
Ayah harus memberikan ruang bagi Ibu untuk menunjukkan kapasitasnya sebagai pemegang kendali agar berbagai masalah kecil tidak perlu menunggu dirinya pulang.
Bila ayah sedang berada di rumah, baik ayah maupun ibu harus sepakat untuk saling menghormati keputusan yang lain.
Kesenjangan dalam komando akan membuka celah lepasnya kendali orang tua terhadap anak.
Kesalahan yang sering terjadi: 
Dalam sebuah episode ditampakkan Ayah yang tanpa sadar meremehkan sang Ibu, dan perlahan menurunkan wibawa sang Ibu di mata anak.
Bila ada Ayah, anak-anak mudah menjadi anak manis, tetapi sangat liar ketika Ayah tidak ada.
Sang Ibu menjadi segan mengambil sikap dan tindakan karena sang Ayah bisa menganulir apapun yang dilakukan sang Ibu saat ia pulang kerja sore harinya.
Anak-anak melihat dan memanfaatkan celah ini untuk keuntungan mereka.

4. Be fair. 
 Fair (adil) dalam bersikap dan memperlakukan anak, baik salah seorang dari anak atau antara seorang anak dengan anak yang lain.
Kesalahan yang sering terjadi: 
Ini yang seringkali sulit. 
Tanpa sadar orang tua melakukan keberpihakan pada salah seorang anak, atau tidak pernah meminta maaf bila salah sementara menuntut anak bila mereka keliru, tidak pernah mengucapkan kata tolong sementara mereka menuntut hal serupa pada anak.
Orang tua selalu dituntut memberikan contoh dengan perbuatan mereka.

5. Berkomunikasi secara verbal maupun emosional. 
Kadangkala, anak membutuhkan ucapan dan kata-kata, namun ada kalanya mereka lebih mementingkan keberadaan dan kedekatan sosok orang tua sekalipun tidak ada kata-kata.
Kesalahan yang sering terjadi: 
Dalam sebuah episode, ada seorang anak yang emosinya tidak terkendali karena sang Ibu tanpa sadar bertindak pilih kasih dan lebih sering memenangkan sang adik.
Emosinya menjadi lebih stabil dan lebih terkendali ketika sang Ibu memutuskan untuk menghabiskan waktu beberapa jam sepanjang sore berdua dengan dia sendiri di taman.
Hanya terjadi pembicaraan biasa, tapi si anak benar-benar merasakan dirinya menjadi bagian dari sang Ibu.
Dampaknya, emosinya terkendali dan ia jadi lebih toleran kepada sang adik.

Kesimpulan Bitter Coffee Park
Nanny dari Nanny Central
Ada sebuah konsep penting yang perlu Bitter Coffee Park garis bawahi di sini, bahwa apa yang dialami dan rasakan oleh anak ketika mereka masih kecil akan menjadi kerangka acuan mereka ketika dewasa kelak.

Bila di masa anak-anak mereka memperoleh pengalaman batin yang positif, kelak mereka akan berusaha menciptakan hal yang sama pada keluarga yang mereka bentuk sendiri. 

Ketika keluarga tersebut mampu menempatkan diri dalam peran masing-masing dan menjalankan peran tersebut secara bertanggung jawab.

Orang tua harus saling terbuka dan membantu dalam membimbing anak-anak, memegang kendali atas apapun yang terjadi di rumah, dan tidak membiarkan anak tumbuh tanpa kendali tersebut.

Anak-anak harus menemukan rumah sebagai sarang yang nyaman, belajar ketrampilan sosial dengan benar, agar kelak bisa menjadi manusia yang mampu bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT