Setujukah Sahabat Bitter Penyebar Hoax Dijerat UU Terorisme?

LATAR BELAKANG
Berita palsu atau berita bohong atau hoaks (bahasa Inggris: hoax) adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. 

Hal ini tidak sama dengan rumor, ilmu semu, maupun April Mop.

Berbagai cara telah dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat yang peduli dengan maraknya hoaks di kehidupan masyarakat. 

Pemerintah misalnya telah membuat pagar hukum dengan menyetujui lahirnya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektonik, memblokir situs-situs yang menyebarkan hoaks, menangkap sindikat penyebar hoaks hingga membentuk lembaga siberkreasi yang berfokus dalam menangani hoaks. 

Tidak hanya itu, masyarakat juga turut serta dalam menekan peredaran hoaks dengan memberikan klarifikasi terhadap hoaks. 

Diantaranya adalah Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) yang secara aktif dan peduli memberikan klarifikasi akan hoaks hingga melakukan literasi media, baik dikalangan masyarakat hingga jurnalis. 

Hoaks bukan sekedar misleading alias menyesatkan, informasi dalam fake news juga tidak memiliki landasan faktual, namun disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta.

Lantas muncul pertanyaan, sebenarya faktor apa saja yang mempengaruhi hoaks masih terus ada dan berkembang. 

Berikut beberapa alasan hoaks tetap ada:
Jurnalisme yang lemah, 
Jurnalisme yang lemah membuat konten hoaks terus berkembang karena tidak terbiasa dengan proses verifikasi, cek dan recheck. 

Peran media profesional yang seharusnya membawa kecerahan dalam sebuah persoalan yang simpang siur di masyarakat semakin lama semakin tergerus.

Ekonomi, 
Faktor ekonomi yang lemah membuat peredaran hoak terus ada. 

Bagaimana tidak, dengan memproduksi hoaks atau mengarang berita seseorang bisa mendapatkan penghasilan yang dapat mendokrak ekonominya.

Internet, 
Kemunculan internet semakin memperparah sirkulasi hoaks di dunia. Sama seperti meme, keberadaannya sangat mudah menyebar lewat media-media sosial. 

Apalagi biasanya konten hoaks memiliki isu yang tengah ramai di masyarakat dan menghebohkan, yang membuatnya sangat mudah memancing orang membagikannya.

Munculnya media abal-abal
Kemunculan media abal-abal sama sekali tak menerapkan standar jurnalisme. Keadaan ini tentu semakin memperburuk kualitas informasi yang tersebar di masyarakat.

Pendidikan
Rendahnya kualitas pendidikan membuat seseorang tidak bisa menyaring informasi yang diterimanya apalagi mencoba untuk bertindak kritis dengan membandingkan setiap informasi yang diterimannya dengan informasi yang ada di berbagai media mainstream.

Literasi media yang rendah
Rendahnya literasi media membuat seseorang cenderung mempercayai sebuah informasi yang diterima, didapatkannya tanpa melakukan verifikasi. 

Rendahnya literasi media membuat seseorang cenderung untuk membagikan setiap informasi yang dapatkannya kepada orang lain tanpa mengetahui kebenaran dari sebuah informasi tersebut.

DEFINISI
Menurut KBBI
Hoaks mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber. 

Menurut Silverman (2015)
Hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, namun “dijual” sebagai kebenaran.

Menurut Werme (2016)
Mendefiniskan Fake news sebagai berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang dan memiliki agenda politik tertentu. 

SEJARAH
Meski baru mengambil peran utama dalam panggung diskusi publik Indonesia di beberapa dekade terakhir ini, hoaks sebetulnya punya akar sejarah yang panjang.

Terdapat 2 versi terkait dengan sejarah hoaks. 

Pertama yang dicatat pada 1661.
Drummer of Tedworth
Kasus tersebut adalah soal Drummer of Tedworth, yang berkisah soal John Mompesson (seorang tuan tanah) yang dihantui oleh suara-suara drum setiap malam di rumahnya. Ia mendapat nasib tersebut setelah ia menuntut William Drury (seorang drummer band gipsy) dan berhasil memenangkan perkara. 

Mompesson menuduh Drury melakukan guna-guna terhadap rumahnya karena dendam akibat kekalahannya di pengadilan. 

Singkat cerita, seorang penulis bernama Glanvill mendengar kisah tersebut. Ia mendatangi rumah tersebut dan mengaku mendengar suara-suara yang sama. Ia kemudian menceritakannya ke dalam tiga buku cerita yang diakunya berasal dari kisah nyata. 

Kehebohan dan keseraman local horror storytersebut berhasil menaikkan penjualan buku Glancill. 

Namun, pada buku ketiga Glanvill mengakui bahwa suara-suara tersebut hanyalah trik dan apa yang ceritakan adalah bohong belaka.

Kisah Benjamin Franklin
Ada juga kisah soal Benjamin Franklin yang pada tahun 1745 lewat harian Pennsylvania Gazette mengungkap adanya sebuah benda bernama “Batu China” yang dapat mengobati rabies, kanker, dan penyakit-penyakit lainnya. 

Sayangnya, nama Benjamin Franklin saat itu membuat standar verifikasi kedokteran tidak dilakukan sebagaimana standar semestinya.

Meski begitu, ternyata batu yang dimaksud hanyalah terbuat dari tanduk rusa biasa yang tak memiliki fungsi medis apapun. 

Hal tersebut diketahui oleh salah seorang pembaca harian Pennsylvania Gazette yang membuktikan tulisan Benjamin Franklin tersebut. 

Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat pada awal abad 20
Hoaks-hoaks senada beberapa kali terjadi sampai adanya Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat pada awal abad 20.

Meskipun demikian, kata hoaks sendiri baru mulai digunakan sekitar tahun 1808. 

Kata tersebut dipercaya datang dari hocus yang berarti untuk mengelabui. 

Kata-kata hocus sendiri merupakan penyingkatan dari hocus pocus, semacam mantra yang kerap digunakan dalam pertunjukan sulap saat akan terjadi sebuah punch line dalam pertunjukan mereka di panggung.

Kedua yang dicatat pada 1845
Great Moon Hoax
Catatan historis "Great Moon Hoax” tahun 1835, di mana New York Sun menerbitkan serangkaian artikel tentang penemuan kehidupan di bulan.

Flemish Secession Hoax
Contoh yang lebih baru adalah 2006 “Flemish Secession Hoax", di mana stasiun televisi publik Belgiamelaporkan bahwa Parlemen Flemish telah mendeklarasikan kemerdekaan dari Belgia, sebuah laporan bahwa yang membuat sejumlah besar penonton menjadi salah paham.

Hingga kini, eksistensi hoaks terus meningkat. 
Dari kabar palsu seperti entitas raksasa seperti Loch Ness, tembok China yang terlihat dari luar angkasa, hingga ribuan hoaks yang bertebaran di pemilihan umum presiden Amerika Serikat pada tahun 2016. 

Semua hoaks tersebut punya tujuan masing-masing, dari sesederhana publisitas diri hingga tujuan yang amat genting seperti politik praktis sebuah negara adidaya.

Kemunculan internet semakin memperparah sirkulasi hoaks di dunia. 

Sama seperti meme, keberadaannya sangat mudah menyebar lewat media-media sosial. 

Apalagi biasanya konten hoaks memiliki isu yang tengah ramai di masyarakat dan menghebohkan, yang membuatnya sangat mudah memancing orang membagikannya.

Menteri Komunikasi dan Informatika pernah mengungkapkan bahwa hoaks dan media sosial seperti vicious circle, atau lingkaran setan. 

Dari situ langkah pencegahan mulai gencar dilakukan. 

Termasuk oleh Facebook dan Twitter sebagai pemilik platform yang membuat tim khusus untuk meminimalisasi keberadaannya. 

Ditambah lagi dengan kemunculan media abal-abal yang sama sekali tak menerapkan standar jurnalisme. 

Peran media profesional yang seharusnya membawa kecerahan dalam sebuah persoalan yang simpang siur di masyarakat semakin lama semakin tergerus.

JENIA MISINFORMASU DAN DISINFORMASI
Jenis misinformasi dan disinformasi
Satire atau Parodi, dibuat dengan tidak berniat untuk merugikan, namun berpotensi untuk mengelabui.
Konten yang Menyesatkan, di dalamnya biasanya ada penggunaan informasi yang sesat untuk membingkai sebuah isu atau individu.
Konten Tiruan, Ini adalah ketika sebuah sumber asli ditiru/ diubah untuk mengaburkan fakta sebenarnya.
Konten Palsu, berupa konten baru yang 100% salah dan secara sengaja dibuat, didesain untuk menipu serta merugikan.
Keterkaitan yang Salah, Ini adalah ketika judul, gambar, atau keterangan tidak mendukung konten atau tidak terakat antara satu dengan yang lainnya.
Konten yang Salah, ketika konten yang asli dipadankan atau dikait-kaitkan dengan konteks informasi yang salah.
Konten yang Dimanipulasi, ketika informasi atau gambar yang asli sengaja dimanipulasi untuk menipu.

JENIS KONTEN
Agama, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan yang maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Politik, konten yang memuat segala hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara, pembagian kekuasaan, berupa kebijakan atau cara-cara mempertahankan kekuasaan.
Etnis, konten yang berkaitan dengan segala hal mengenai kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, suku, bahasa, budaya dan sebagainya.
Kesehatan, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan keadaan sehat jasmani maupun rohani.
Bisnis, konten yang memuat tentang segala usaha komersial.
Penipuan, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan upaya mengecoh yang mengakibatkan kerugian di pihak yang dikecoh baik berupa uang atau data pribadi.
Bencana alam, konten yang memuat hal-hal yang terkait kejadian alam yang memakan korban
Kriminalitas, konten yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan tindak kejahatan
Lalu lintas, konten yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan lalu lintas, baik itu berupa kebijakan atau insiden.
Peristiwa ajaib, konten yang memuat kejadian yang tidak lazim dan mustahil.
Lain-lain, konten lain yang tidak termasuk dalam kesepuluh kategori tersebut.

ALAT YANG DIGUNAKAN
Narasi, biasanya digunakan untuk menggambarkan runtutan peristiwa seperti seolah-olah benar adanya. Narasi yang dibangun lebih kepada hal-hal yang bersifat membesar-besaran,membanding-bandingkan, melebih-lebihkan hingga memprovokasi.
Gambar atau foto, biasanya digunakan untuk menambah keyakinan pada pembaca akan berita bohong yang dibuat. Biasanya gambar atau foto yang digunakan tidak ada keterkaitan dengan peristiwa yang terjadi atau telah di edit sedemikian rupa.
Video, biasanya digunakan untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi secara lebih nyata. Biasanya video yang digunakan tidak ada keterkaitan dengan peristiwa yang terjadi hingga telah di edit sedemikian rupa.
Meme, biasanya digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataannya, tetapi bersifat humor, lucu.
Media massa, biasanya digunakan sebagai alat atau sarana untuk menyebarkan hoaks kepada khalayak secara serantak.
☆☆☆☆☆
Hoax memang bikin resah. Bisa jadi karena geram tak tertahan, Menko Polhukam Wiranto menyamakan penyebar hoax dengan teroris. Wiranto bahkan mengusulkan agar penyebar hoax dijerat dengan UU Terorisme.

Bagi oposisi, wacana yang diangkat Wiranto itu berlebihan, lebay. Jubir Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade, menyebut Wiranto ingin menakut-nakuti rakyat.

Bagaimana menurut Sahabat Bitter? Sampaikan pendapatmu di kolom komentar!

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT