Kehancuran dari Kesombongan Dunia

Orang yang sombong bisa jadi tidak menyadari kesombongannya dan mungkin menggunakan berbagai dalih lain untuk tindak tanduknya, untuk menghindari fakta bahwa ia sombong. Setiap orang hendaknya dengan saksama memeriksa dirinya dan motifnya untuk menentukan apakah ia mempunyai sifat buruk ini. 

Sikap sombong adalah memandang dirinya berada di atas kebenaran dan merasa lebih di atas orang lain. Orang yang sombong merasa dirinya sempurna dan memandang dirinya berada di atas orang lain.

Menolak kebenaran adalah dengan menolak dan berpaling darinya serta tidak mau menerimanya. Sedangkan meremehkan manusia yakni merendahkan dan meremehkan orang lain, memandang orang lain tidak ada apa-apanya dan melihat dirinya lebih dibandingkan orang lain.

Tuntutan kita sekarang ialah mengajari diri sendiri tentang betapa indahnya belajar dalam hidup, dan hidup yang selalu dalam kondisi belajar. Ilmu terkait menuntun diri ini sudah merupakan riwayat langka di zaman kita.

Orang-orang sibuk menilai, mengoreksi yang lain di luar dirinya, lalu abai pada kepandiran sendiri.

Banyak orang yang begitu cepat menguliti salah siapa saja, lantas tak pernah mau dan bisa menemukan salah dalam dirinya. Ilmu sedemikian nampak sederhana. Ya… Tapi bila mau dikaji, niscaya sampailah kita pada satu samudera di mana diri sejati menanti dalam balutan rindu purbani.

Pembelajar terbaik dalam hidup, bukanlah mereka yang punya sederet gelar lan segudang prestasi, melainkan ia yang tahu diri, berikut dengan segala batas, potensi, daya, cipta, dan karsanya. Selemah apa pun kita, masih ada lebihnya. Jika sudah tahu punya kelebihan apa, maka tutupilah kekurangan itu. Hidup nan indah tak melulu soal manfaat dan perenungan, namun yang setiap detiknya adalah kesabaran mengeja huruf tanpa aksara.

Manusia yang berusaha keluar sekuat tenaga dari cangkang keagamaan, kesukuan, ras, bangsa, sentimen negara, apalagi sekadar golongan belaka, pasti akan mengalami penghayatan baru dalam hidupnya. Ia akan maklum betapa terlampau banyak kekacauan, kekejaman dan peradaban kita yang saat ini hanya berujung sengsara, petaka, kehancuran bersama.

Manusia yang gemar melabeli dirinya dengan embel-embel apa pun, takkan pernah bisa mengerti bahwa tubuh yang ia bawa ke mana saja, sekadar bungkus belaka. Suatu saat nanti pasti rusak. Binasa. Lenyap menyedihkan dari sejarah. Digilas waktu yang terus melaju. Padahal kita lahir ke dunia dengan fakultas hidup yang sama: diberi akal, pancaindera, perasaan, dan intuisi.

Manusia yang mau mengolah dengan baik semua fakultas itu satu demi satu, kelak menemukan kesadaran bahwa dirinya tak sendirian di muka bumi.

Semua yang selain dirinya, adalah saudara seair, seudara, seapi, setanah. Semua itu dibentang dalam jagat yang sama dalam ruang-waktu. Kita bisa mengenalinya secara fisik, juga metafisik.

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT