Semua Agama Mengajarkan Kebaikan Dan Kebenaran Sesuai Keyakinannya

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang: 
Semua Agama Mengajarkan Kebaikan Dan Kebenaran Sesuai Keyakinannya.
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/ perintah dari kehidupan. 

Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan/ atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. 

Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai.

Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, definisi tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci. 

Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, masyarakat layanan atau aspek lain dari kebudayaan manusia. 

Agama itu mungkin mengandung mitologi.

Toleransi dari Seorang Gus Dur
Toleransi merupakan suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. 

Sikap toleransi menghindarkan terjadinya diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat.

Contoh sikap toleransi secara umum antara lain menghargai pendapat dan/ atau pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita, serta saling tolong-menolong untuk kemanusiaan tanpa memandang suku/ ras/ agama/ kepercayaannya.

Istilah toleransi mencakup banyak bidang. Salah satunya adalah toleransi beragama, yang merupakan sikap saling menghormati dan menghargai penganut agama lain, seperti:
  1. Tidak memaksakan orang lain untuk menganut agama kita;
  2. Tidak mencela/ menghina agama lain dengan alasan apapun; serta
  3. Tidak melarang ataupun mengganggu umat agama lain untuk beribadah sesuai agama/ kepercayaannya.
Semua Agama Mengajarkan Kebaikan Dan Kebenaran Sesuai Keyakinannya.
Kalimat diatas merupakan Kalimat yang pernah di Ucapkan Oleh Gus Dur dimana Gus Dur memang dikenal dengan sosok yang penuh kontroversi. 

Gaya bahasanya yang luwes dan menyesuaikan dengan pendengarnya sehingga dapat bergaul dengan siapa saja. 

Jika berbicara dengan para akademisi, bahasa yang dipakai disesuaikan dengan lawan bicara. 

Namun, jika berbicara dengan kaum menengah, Gus Dur dengan gampangnya berbaur dengan mereka.

Ceramah-ceramah Gus Dur memang terkadang memiliki kesan yang berbeda.

Ada hal yang menarik dari sekian ceramah dari Gus Dur.

Beliau pernah mengatakan dalam suatu ceramahnya yang mengatakan,
Sebagai seorang muslim, saya harus yakin bahwa Islam adalah yang paling benar. Saya tidak mungkin menganggap agama orang lain sama-sama benarnya seperti agama saya. Bagaimana mungkin saya menganggap mereka bisa masuk surga seperti saya, la wong mereka menganggap kita-kita ini adalah kaum sesat yang harus diselamatkan.

Mendengar kutipan tersebut memang agak terkesan janggal jika yang mengatakan memang Gus Dur. Tapi memang begitulah kenyataannya. Melihat kutipan tersebut muncul pertanyaan Konsep Pluralisme apa yang diterapkan Gus Dur selama masa hidupnya?

Jika dilihat latar belakangnya, Gus Dur merupakan anak biologis dan ideologis kaum santri tulen.

Dari ayah, ibu, beserta kakeknya merupakan pemimpin organisasi Islam terbesarr di Indonesia.

Mereka lahir dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren yang tentunya dikenal dengan ajaran agama yang ketat.

Walau begitu Gus Dur dan ayahnya, KH Wahid Hasyim dikenal sebagai tokoh pembaharu dalam tradisi pesantren dengan menguasai pemikiran Islam klasik dan modern.

Dalam sebuah ceramah Gus Dur di Pesantren Ciganjur, setidaknya ada tiga ayat yag selalu dikatakan Gus Dur.

Ayat tersebut ialah,
  1. Tidak ada paksaan dalam agama; 
  2. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku; dan 
  3. Agama (yang diridai) di sisi Allah adalah Islam. 
Melihat ketiga ayat tersebut memang Gus Dur memegang teguh serta bersikap konsisten terhadap agama yang dipeluknya.

Dalam konteks berbangsa dan bernegara, Gus Dur menunjukkan sikap berbeda dengan menghormati pemeluk agama-agama lain sebagai praktek dalam kebebasan beragama.

Karena itulah Gus Dur selalu mengedepankan sikap reaktif terhadap siapa saja yang menghalangi orang lain untuk mencari kebenaran.

Dalam kasus Ahmadiyah misalnya, Gus Dur menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah keliru.

Namun, mereka adalah warga negara yang wajib mendapat perlindungan karena dijamin undang-undang.

Pernyataan tersebut menunjukkan Gus Dur melindungi kelompok-kelompok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara namun tidak membenarkan ajarannya.

Dalam kesempatan lain Gus Dur juga pernah berpendapat bahwa dirinya tidak setuju terhadap seorang muslim yang menyatakan agama orang lain adalah benar sebagaimana agamanya.

Beliau lebih suka mengatakan,
Semua agama mengajarkan kebaikan dan kebenaran sesuai keyakinannya.

Definisi tentang agama di sini sedapat mungkin sederhana dan meliputi. 

Definisi ini diharapkan tidak terlalu sempit maupun terlalu longgar, tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. 

Agama merupakan suatu lembaga atau institusi yang mengatur kehidupan rohani manusia. 

Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.

Dari pendapat di atas, Gus Dur menunjukkan sebuah perbedaan subtansial dalam beragama.

Beliau tidak mau terlibat lebih jauh tentang urusan kebenaran orang lain.

Sebab, menurut Gus Dur setiap orang akan mempertanggung jawabkan keyakinannya kelak di hadapan Tuhan.

Dengan demikian, Pluralisme yang diamalkan Gus Dur bukanlah konsep pluralisme yang sempit.

Gus Dur tampak selalu mengutamakan keutuhan bangsa tanpa harus kehilangan identitas dan keyakinannya.

Walau beliau menganggap agama yang dipeluknya adalah agama yang paling benar, bukan berarti harus menutup kemungkinan untuk tidak bergaul untuk pihak yang berbeda agama.

Justru inilah kebesaran sikap yang dimiliki Gus Dur.

Pantaslah jika beliau mendapat gelar Pahlawan Nasional walau beliau sendiri tidak ambil pusing dengan segala gelar yang disematkan kepadanya.
☆☆☆☆☆
Penyebab Munculnya Urgensi Teologi Toleransi Untuk Kerukunan Umat Beragama
Sampai sekarang, pembicaraan tentang kerukunan umat beragama masih menjadi isu strategis untuk menunjang ketahanan nasional dan juga menyamakan persepsi serta memperkuat pemahaman tentang wawasan kebangsaan.

Kerukunan umat beragama menjadi begitu penting untuk mencapai kesejahteraan hidup di negeri Nusantara ini, yang jamak diketahui beragam adat istiadat dan budaya begitu juga dengan agama.

Perbedaan ini sangatlah berisiko pada kecenderungan konflik, terutama bagi pihak yang mencita-citakan terciptanya kekacauan di masyarakat.

Untuk meminimalisasi bentrokan kepentingan antarumat beragama, maka kebijakan Pemerintah harus menyentuh pada pokok masalah antara lain pendirian tempat ibadah, penyiaran agama, bantuan keagamaan dari luar negeri dan tenaga asing bidang keagamaan.

Meski pada tataran pelaksanaannya masih menyisakan masalah baru, sehingga harus terus ada evaluasi dan koreksi secara berkelanjutan.

Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Adapun Jargon yang dikampayekan oleh Pemerintah dikenal dengan sebutan Tri Kerukunan, meliputi:
  1. Kerukunan intern umat beragama, 
  2. Kerukunan antarumat beragama, dan 
  3. Kerukunan antara umat beragama dan Pemerintah. 
Konsep ini diharapkan menjadi inspirasi untuk mewujudkan kebersamaan dalam berbagai perbedaan.

Jangan sampai terjadi pengekangan atau pengurangan hak manusia dalam menjalankan kewajiban dan ajaran agama yang diyakininya.

Tragedi Ambon, Halmahera, Poso, Palu, Sampit, Palangkaraya dan beberapa daerah lain merupakan bentuk disharmoni beberapa waktu yang lalu terjadi, tetapi juga sangat mungkin terjadi di masa mendatang.

Kerukunan sosial seolah menjadi mimpi belaka ketika sesama anak bangsa sulit menciptakan kerukunan.

Disadari atau tidak, konflik paling laten di negeri Nusantara ini selalu bernuansa SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), utamanya konflik dikarenakan suku dan agama.

Problemnya, konflik antarsuku mungkin bisa diatasi dengan kerangka resep nasionalisme, akan tetapi konflik antaragama sulit disembuhkan dengan hanya mengandalkan jargon kebangsaan.

Pasalnya, agama selalu dipandang sebagai entitas supranasional.

Kondisi kehidupan keagamaan di Indonesia juga ditandai oleh berbagai faktor sosial dan budaya, seperti perbedaan tingkat pendidikan para pemeluk agama, perbedaan tingkat sosial ekonomi para pemeluk agama, perbedaan latar belakang budaya, serta perbedaan suku dan daerah asal.

Kerukunan umat beragama akan terbangun dan terpelihara dengan baik apabila jurang pemisah dalam bidang sosial dan budaya dapat dipersempit.

Sebaliknya, kerukunan umat beragama akan rentan dan terganggu apabila jurang pemisah antarkelompok agama dalam aspek-aspek sosial dan budaya ini semakin lebar, termasuk jurang-jurang pemisah sosial baru yang akan muncul akibat krisis moneter global saat ini.

Konflik-konflik yang pernah terjadi bermula dari murni konflik tentang kesenjangan ekonomi atau politik, kemudian bergeser dengan cepat menjadi konflik antara pemeluk agama.

Oleh karena itu, pemeliharaan kerukunan umat beragama bukan hanya menjadi tanggungjawab para pejabat pemerintah dan pemuka agama, melainkan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat.

Setiap negara di dunia memiliki keunikan tersendiri dalam membina dan memelihara kerukunan umat beragama, tak terkecuali Indonesia. Keunikan tersebut terjadi karena bermacam-macam faktor seperti sejarah, politik, sosial, budaya/ etnis, geografi, demografi, pendidikan, ekonomi, serta faktor keragaman agama itu sendiri.

Di Indonesia, sejak zaman pra sejarah sudah berkembang berbagai agama dan kepercayaan, baik agama asli seperti animisme, dinamisme, maupun agama impor yang dibawa oleh pendatang dari Barat maupun Timur.

Agama-agama ini dibawa melalui jalur perdagangan, politik imperialisme, dan misi agama.

Semenjak itulah agama-agama yang ada di Indonesia terus berkembang dan diikuti oleh semakin bertambahnya jumlah para pemeluk, hingga saat ini tak kurang ada enam agama resmi yang diakui oleh negara yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu, ditambah dengan bermacam-macam aliran/ sekte lainnya.

Dalam konsep masyarakat multikultural ialah bahwa di atas pluralisme masyarakat itu hendaknya dibangun suatu rasa kebangsaan bersama tetapi dengan tetap menghargai, mengedepankan, dan membanggakan kemajemukan dalam masyarakat itu.

Dengan demikian setidaknya ada tiga syarat bagi adanya suatu masyarakat multikultural, yaitu:
  1. Adanya pluralisme masyarakat; 
  2. Adanya cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama; dan
  3. Adanya kebanggaan terhadap pluralisme itu. 
Karena itu ada empat pilar pokok yang sudah disepakati bersama oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai nilai-nilai perekat bangsa, yaitu:
  1. Pancasila, 
  2. UUD 1945, 
  3. Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan 
  4. Bhinneka Tunggal Ika. 
Keempat nilai tersebut merupakan kristalisasi nilai-nilai yang digali dari budaya asli bangsa Indonesia.

Kerukunan dan keharmonisan hidup seluruh masyarakat akan senantiasa terpelihara dan terjamin selama nilai-nilai tersebut dipegang teguh secara konsekwen oleh masing-masing warga negara.

Selain dengan eksistensi nasionalisme itu, penerimaan pluralisme ini tidak bisa hanya didasarkan atas kesadaran bahwa kita ini adalah bangsa yang majemuk dari semua sisi ke-SARA-nya saja.

Sebab jika ini yang menjadi pijakan, maka sesungguhnya kita berangkat dari fakta sosial yang terpecah-pecah.

Oleh karenanya dibutuhkan pemahaman pluralisme sebagai cara untuk menghindari kefanatikan.

Yakni, secara teologis, seringkali diajarkan pada kita untuk memperkuat keimanan dengan segala pencapaiannya menuju surga tanpa dibarengi dengan kesadaran berdialog dengan agama-agama lain. Kondisi inilah yang menjadikan pendidikan atau pemahaman agama menjadi sangat eksklusif dan tidak toleran.

Padahal di era pluralisme dewasa ini, pendidikan atau pemahaman agama ini mesti melakukan reorientasi filosofis paradigmatik tentang bagaimana membangun pemahaman keberagamaan peserta didik atau pengikut yang lebih
  • inklusif-pluralis, 
  • multikultural, 
  • humanis, 
  • dialogis-persuasif, 
  • kontekstual, 
  • substantif dan 
  • aktif sosial.
Sehingga, bila ini tidak diikhtiarkan secara benar dan optimal, akan sangat berpotensi menimbulkan pemahaman yang eksklusif dan tindakan sewenang-wenang yang dekat dengan kekerasan, sebut saja kekerasan yang dilakukan untuk melawan hegemoni Barat oleh:
  • Usamah bin Laden, 
  • Imam Samudra, 
  • Amrozi, 
  • Abu Dujana dan lainnya 
dengan tegas mengatasnamakan Islam dalam meledakkan simbol-simbol kekafiran.

Dalam skala nasional, kekerasan yang dialami oleh jama'ah Ahmadiyah, peristiwa bom Bali, Hotel JW Mariot, serta berbagai bentuk kekerasan ormas Islam seperti di setiap tahun, khususnya menjelang bulan Ramadhan.

Penolakan masyarakat atas ibadah Gereja di Jawa Barat hingga penikaman terhadap seorang Pendeta ketika akan melaksanakan ibadah, pembakaran Pesantren Syi'ah di Madura, pembubaran atas seminar dan bedah buku Irshad Manji di Yogyakarta hingga pengrusakan pada kantor LKiS, adalah contoh segelintir kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu atas nama agama.

Akhirnya dalam spirit kesatuan, kita menghargai keberbedaan. Perbedaan agama-agama ini harus dikenal dan diolah lebih lanjut, karena perbedaan ini secara potensial bernilai dan penting bagi setiap orang beragama dalam pemerkayaan imannya.

Pluralisme dan kemanusiaan tetap harus menjadi komitmen dan sikap yang dibangun oleh setiap individu dalam beragama, karena baik pluralisme dan kemanusiaan adalah cita-cita yang dibangun oleh al-Qur'an melalui asas rahmatan li al-'alamin (kasih sayang bagi semesta alam).
☆☆☆☆☆
Berbagai ujaran kebencian dan penyebarannya yang begitu masif terutama di kalangan anak muda muslim tentu mengundang keprihatinan bersama. 

Sebagai calon wajah Islam di masa mendatang, anak muda Islam mau tidak mau harus memiliki sifat dasar Islam yaitu bersikap santun dan tepo seliro atau toleran. 

Dua sikap yang mulai tergerus dari karakter anak muda Islam saat ini.

Agama sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. 

Secara khusus, agama didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasi dan memberi tanggapan terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci. 

Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat. 

Karena itu pula agama dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong serta pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya.

Ki Paut Anomsari
Hakekat Sebuah Agama, Adalah sumber Ilmu Kebaikan Untuk Menjaga Keseimbangan Alam.
Hakikat Kebenaran Sebuah Agama adalah Keyakinan di setiap Jiwa yang Meyakininya.
Siapakah Orang Sesat?
Kita semua adalah Orang Sesat yang selalu dalam kesesatan. Tapi, keyakinan tidak akan membuatmu sesat.
Karena didalam keyakinan itu terdapat sebuah petunjuk lurus bagi siapapun yang meyakininnya.
Seburuk-buruknya Orang adalah:
  1. Orang yang menyesat-nyesatkan Orang lain. 
  2. Orang yang Dzuudon Buruk kepada orang lain.
  3. Orang yang menjelek-jelekan orang lain.
Dan orang-orang seperti itulah, sebaiknya orang yang kita hindari.
Iblispun mempunyai keimanan yang lebih baik dari manusia.
Dia, enggan bersujud selain kepada sang pencipta. Karena kebodohannya itu (Enggan Bersujud Kepada Adam dan membantah Firman Tuhannya yang jelas), terjerumuslah dia sebagai mahkluk penghuni neraka yang kekal.
Carilah Kebenaran, Bukan Pembenaran.
Salam Rahayu, Budi Pekerti Luhur Marang Gusti Hadaya ing Jiwani.
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT