Opini Awal Kerusuhan 22 Mey 2019

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang: 
Opini Awal Kerusuhan 22 Mey 2019
Terinspirasi dari tulisan Ahmad Khadafi di mojok.co.id dengan judul:
○○○
Rusuh Aksi 22 Mei harus diakui lahir karena dipupuk elite sejak lama, seperti:
  1. Jangan percaya sama KPU, 
  2. Jangan percaya sama media, 
  3. Jangan percaya sama negara, dan
  4. Percuma ke MK, isinya orang 01 semua.
Ini narasi yang belakangan muncul, baik sesaat setelah coblosan maupun setelah pengumuman suara Pilpres 2019 dikeluarkan. 

Entah di Twitter, IG, Facebook, muncul aja komen-komen kayak begini di timeline.

Secara sederhana, kita bisa menduga bahwa ada narasi yang ingin menegasikan kekuatan negara. 
Caranya? 
Hanya lewat ketidakpercayaan terhadap aparatur-aparaturnya.

KPU sudah kena sejak lama lewat narasi kalau 02 kalah berarti mereka dicurangi

Bahkan dengan tewasnya banyak petugas KPPS, semakin tersedia peluru kesalahan untuk ditembakkan ke KPU.

Polri juga sudah kena salah dan selalu kena dari atmosfer yang dibangun, Polri dinarasikan tidak netral.

Apalagi kasus kerusuhan di Jalan MH Thamrin di Jakarta, dalam aksi 22 Mei 2019, yang sampai tulisan ini dibuat memakan korban 6 orang tewas. 

Hal yang mempertegas bahwa bakal semakin kenceng lagi amunisi serangan yang bisa ditembakkan ke arah Polri.

Keributan yang memuncak dalam aksi 22 Mei 2019 ini kalau kita mau melacaknya, lahir karena munculnya ketidakpercayaan masyarakat (wabilkhusus pemilih 02) terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).

Ada tuduhan yang mengerikan dari sana. MK dianggap sebagai alat atau anak buahnya pemerintah. 

Lalu dengan begitu muncul anggapan:
Pemerintahkan dipimpin petahana, petahana sekarang kan Jokowi, mana mungkin ada “anak buah” membangkang sama tuannya sendiri?

Semena-mena benar memang tuduhan itu, yang kemudian berimbas pada ketidakpercayaan masyarakat pada hukum di Indonesia.

Lha sama MK saja sudah tidak percaya, padahal MK itu badan tertinggi untuk mengatasi sengketa konstitusi. 
  • Jadi ini maunya apa? 
  • Bikin lembaga hukum sendiri?
Padahal, pada kenyataannya, masalah ini semakin riuh karena BPN Prabowo-Sandi sendiri gagal dalam mengajukan bukti-bukti kecurangan saat sengketa ini masih bisa diajukan ke Bawaslu.

Lha gimana? 
Semua bukti-bukti yang diajukan ditolak. 

Dan alasannya benar-benar bikin pengen ngelus dada 

Ya iyalah, bukti kok cuma link berita. 
Biji mana seeeh?

Tentu saja, Bitter Coffee Park tidak juga bilang kalau Pileg dan Pilpres 2019 ini murni tanpa kecurangan sama sekali. 

Masalahnya kok kayaknya naif banget kalau disebut tidak ada kecurangan sama sekali. 

Tapi mau disebut kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif, kan tidak bisa sembarangan kalau tidak ada buktinya?

Apalagi hanya sepenggal Opini dan Narasi Prubadi, karena pada intinya:
Bisa benar ceritanya, bisa saja salah. Bisa bener ada kejadiannya tapi ceritanya salah, atau bisa tidak ada kejadiannya, tapi ceritanya ada.

Melihat fenomena itu Bitter Coffee Park jadi teringat kata-kata Tyrion Lannister di episode terakhir serial Game of Thrones. Saat dirinya sedang diadili.

“What unites people? Armies? Gold? Flags?”

Semua orang terdiam, sampai Tyrion menatap mata para Lord di hadapannya.

“Stories.”
“There’s nothing in the world more powerful than a good story.”

Dan dari cerita itulah yang mengatasnamakan sebagai pendukung Prabowo (Hanya Seorang Opnum) berharap banyak.

Karena meskipun kalah secara perhitungan resmi, mereka akan terus bercerita ke sana kemari, bahwa mereka kalah secara terhormat karena dicurangi. 

Cerita bahwa mereka seharusnya yang menang. 

Cerita bahwa mereka sudah berjuang di aksi 22 Mei 2019 sampai memakan korban jiwa sebagai kisah-kisah heroik dan alih-alih dilihat sebagai tragedi.

Bitter Coffee Park meyakini bahwa Bapak Prabowopun sedih dengan peristiwa ini. Atas segala Fitnah yang di lontarkan baik ke Bapak Jokowi dan Bapak Prabowo senidiri.

Terilhat seperti adanya Adu Domba dari entah Setan Mana untuk membuat Bapak Jokowi dan Bapak Prabowo seakan-akan bermusuhan.

Salam hangat secangkir kopi, kita sudahi penyebaran berita Sara dan Hoax. Karena kedua hal itu adalah alat pemecah belah bangsa.

Dan semoga si Setan Gundul segera ketangkap.
☆☆☆☆☆
Bagaimana people power dalam demokrasi dan konsep Islam? 
Dalam menjalankan sistem demokrasi:
  1. Negara memberi ruang seluas-luasnya terhadap seluruh warganya untuk mengutarakan pendapat, dan
  2. Membuka sekat-sekat perbedaan serta memendam ego sektarian yang cenderung mengegaliter suatu kehendak bangsanya. 
Hal ini semua dilakukan dalam rangka menjamin keutuhan dan kesejahteraan bangsanya dengan setara.

Dalam QS. Ali Imron Allah SWT melarang keras umatnya bercerai berai setelah sebelumnya di antara mereka telah bersatu padu dalam mengikuti kebenaran.

وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.
[Âli Imrân: 105]

Dengan menggunakan Pola Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid, ayat ini sangat tepat dijadikan dalil wajibnya menjaga keutuhan negera kesatuan ini. 

Alih-alih dalam ayat lain ditegaskan bahwa bahwa setiap semua kalangan yang majemuk dan plural dalam konteks Indonesia satu sama lain mestinya mampu memendam egonya (luwes, bersabar) untuk menghindari perselisihan dan perpecahan dari perbedaan yang terjadi.

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Dan taatilah Allâh dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allâh beserta orang-orang sabar.
[Al-Anfâl/8:46]

Ayat ini cukup lugas menegaskan wajibnya meredam ego, membuang sikap tempramintal dalam menghadapi perbedaan dan bahkan perselisihan yang menyebabkan Negara bangsa ini menjadi lemah.

Namun demikian, imbauan agama ini sepertinya sudah dienyahkan demi suatu kepentingan. 

Kita dapat melihat bagaimana egosentrisme memuncak menjadi klaim di laga pilpres kali ini, dan juga pemilu tahun lalu. 

Itu artinya, ayat ini telah tertindih dengan gelapnya pola pandang para elit yang ego sektarianismenya untuk menang sendiri masih membabi buta.

Jauh lebih para dari itu, seruan aksi melawan konstitusi telah terjadi di kalangan politisi. 

Alih-alih justis agama selalu disandingkan untuk membenarkan pendapatnya. 

Contohnya:
Seorang Opnum Elit Politik di hadapan ratusan pengikutnya menyerukan People Power untuk mengkudeta ketetapan Komisi Pemilihan Umum yang (mungkin) akan menetapkan Jokowi sebagai peraih suara terbanyak di laga pilpres 2019 ini.

Sementara itu, oknum yang mengatas-namakan (seruan) Agama yang dimana Sahabat Bitter bisa dengan mudah mengeceknya dari berbagai media nasional, Dia (Oknum Yang Mengatas Namakan Agama) memerintahkan seluruh umat muslim untuk turun jalan Aksi Demonstrasi melawan konstitusi (Ketetapan KPU) dan sistem demokrasi (pemilu untuk penentukan pemimpin negara). Itu artinya:
Perpolitikan rezim ini telah dipenuhi dengan bandit-bandit pemberontak. 
Maka, bagaimana agama (Islam) menghaapi persoalan ini?

Jika dipahami dari dua ayat di atas, menjadi mafhum bahwa seruan aksi perlawanan atas sistem dan konstitusi negara adalah suatu pemberontakan. 

Dan ta’zir bagi para pemberontak dan pemecah bela bangsa telah ditegaskan oleh Rasullah dalam hadisnya:

وحدثني عثمان بن أبي شيبة حدثنا يونس بن أبي يعفور عن أبيه عن عرفجة قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من أتاكم وأمركم جميع على رجل واحد يريد أن يشق عصاكم أو يفرق جماعتكم فاقتلوه

Siapa yang mendatangi kalian dalam keadaan kalian telah berkumpul/ bersatu dalam satu kepemimpinan, kemudian dia ingin memecahkan persatuan kalian atau ingin memecah belah jamaah kalian, maka perangilah/ bunuhlah orang tersebut.

Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi dalam kitabnya Shahih Muslim, secara literal dipahami bahwa para pemberontak, pemecak belah bangsa, dan mungkin juga pelaku people power wajib dibunuh, menurut Islam.

Sedangkan ta’zir (hukuman) untuk Seorang Opnum Elit Politik dan Oknum Yang Mengatas Namakan Agama sendiri telah dijelaskan dalam sabdanya yang lain.

عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا ، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ . وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا ، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

Barangsiapa yang (memulai) berbuat kebajikan dalam islam dan diikuti oleh penerusnya, maka ia (yang memulai) dicatat sebagaimana orang yang mengerjakan tanpa dikurangi sedikitpun. Dan barangsiapa yang (memulai) berbuat kejelekan dalam islam dan diikuti oleh penerusnya, maka ia (yang memulai) dicatat sebagaimana orang yang mengerjakan tanpa dikurangi sedikitpun.
(HR. Muslim no hadis 1017)

Maka dengan memerhatikan kedua ayat tersebut, serta melihat lakon Seorang Opnum Elit Politik dan Oknum Yang Mengatas Namakan Agama yang menginisiasi aksi People Power, tentu ANDA (Seorang Opnum Elit Politik dan Oknum Yang Mengatas Namakan Agama) sudah dapat menyimpulkan sendiri takzir/ hukuman yang pantas bagi keduanya.
Dikutib dari: Islam.co
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT