Filosofi Santri Yang Menjadi Paku Dan Tiga Matahari

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang: 
Filosofi Santri Yang Menjadi Paku Dan Tiga Matahari
Jika dilihat dari aspek sejarah, doktrin, dan ajarannya, filosofi santri adalah pandangan hidup tentang seluruh sistem kepercayaan dan keyakinan santri. Filosofi itu mengatakan bahwa santri disebut sebagai manusia lahir-batin. 

 Istilah tersebut muncul karena santri percaya bahwa manusia terdiri dari dua dimensi yang tak terpisahkan, yakni dimensi lahir dan dimensi batin. 

Dimensi lahir manusia mencakup aspek-aspek kehidupannya yang bersifat indrawi, kasat mata, dan logis seperti daya intelektual, kemampuan atau skill, keterampilan, etos kerja, prestasi dan lain-lain. 

Sedangkan dimensi batin mencakup hal-hal yang tidak kasat mata, seperti moralitas dan spiritualitas.

Filosofi seperti inilah yang kemudian memunculkan khittah sistem pendidikan pesantren yang memadukan dua dimensi manusia tersebut. Yaitu:
  1. Sistem Tarbiyah yang berorientasi pada aspek batin dalam ranah moral spiritual, serta 
  2. Sistem Ta’limiyah yang berorientasi pada aspek lahir dalam ranah skill intelektual. 
Khittah sistem pendidikan pesantren yang mengintegrasikan aspek lahir dan aspek batin tentu sangat ideal untuk dijadikan pilihan di saat lembaga-lembaga pendidikan formal hanya terfokuskan terhadap aspek lahir belaka.

Sayangnya, sejauh ini belum banyak pesantren yang benar-benar serius merealisasikan idealisme sistem ini, sehingga ketimpangan masih dapat disaksikan dimana-mana. 

Betapa banyak orang pandai namun jahat dan membodohi umat, orang kaya namun justru memeras rakyat jelata, dan orang berkuasa namun justru menganiaya. 

Begitu juga sebaliknya, betapa banyak orang yang berbaik hati, shalih, bertaqwa, namun tidak kaya, tidak cerdas, tidak berkuasa, sehingga tidak mampu berbuat apa-apa yang berarti bagi peradaban. 

Karena pada kenyataannya, peradaban yang diharapkan seluruh elemen masyarakat membutuhkan manusia-manusia dengan integritas keilmuan lahir-batin; saintis yang agamis, politikus yang religius, pemikir yang ahli dzikir, filsuf yang tasawuf, pakar ekonomi yang islami, ilmuwan yang beriman, budayawan yang budiman, hartawan yang dermawan dan lain sebagainya.

Upaya-upaya untuk mencetak generasi yang mampu mendobrak peradaban tersebut mampu diwujudkan melalui pendidikan santri di pesantren. 

Karena dalam sistem pendidikan lahir-batin di pesantren, seorang santri dididik sebaik mungkin dengan menjaga keseimbangan antara:
  1. IQ (Intelligence Quentient/ kecerdasan intelektual), 
  2. EQ (Emotional Quotient/ kecerdasan emosional), serta 
  3. SQ (Spiritual Quotient/ kecerdasan spiritual). 
Sebab, pendidikan santri tidak pernah menekankan pada salah satu dari tiga aspek kecerdasan tersebut, karena memang kecerdasan yang utuh adalah keseimbangan antara IQ, EQ, dan SQ.

Pernyataan seperti ini bukan berarti tanpa alasan, hal tersebut dapat dibuktikan dengan sajian kurikulum pesantren yang mempertahankan khazanah klasik guna memperkaya kecerdasan intelektual santri. 

Ditambah lagi dukungan lingkungan multikultural yang berpengaruh pada kepekaan santri terhadap keadaan lingkungan yang memacu kecerdasan emosionalnya. 

Serta bimbingan rohani oleh para masyayikh, kyai, dan ustad yang mengolah ranah kecerdasan spiritual kaum sarungan tersebut.

Begitu juga filosofi yang mengatakan bahwa santri bisa disebut sebagai manusia sejarah. Karena pada kenyataanya, santri sangat percaya bahwa salah satu sejarah penciptaan manusia adalah bertujuan untuk menjalankan misi ketuhanan di bumi, sebagaimana penjelasan yang telah dikemukakan oleh Imam Al-Baghowi (wafat 510 H) dalam kitab Ma’alim At-Tanzil (lebih dikenal dengan sebutan Tafsir Al-Baghowi). 

Allah Swt telah berfirman dalam Al-Qur’an:
إِنِّيْ جَاعِلُ فِي الْأَرْضِ خَلِيْفَةً
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”. 
(QS. Al-Baqarah: 30)
Sebagai khalifah di muka bumi, manusia diharuskan membangun kemakmuran peradaban bumi dan tidak berbuat kerusakan dalam sejarahnya. 

Kepercayaan seperti ini memunculkan sebuah filosofi yang mengharuskan santri memiliki pandangan hidup. 

Pemahaman atas pandangan hidup tersebut seakan menuntut dan mengarahkan seorang santri harus memiliki kredibilitas kelimuan, kemampuan, dan kekuatan untuk menguasai serta memimpin sejarah peradaban di zamannya. 

Sebab, tanpa kapasitas modal yang memadai, tugas kekhalifahan sangat sulit atau bahkan sangat tidak mungkin untuk terealisasi.

Filosofi seperti ini tidak mengizinkan sosok santri menjadi manusia yang memiliki pola pikir stagnan, tertinggal, terasing dari zamannya, dan terlebih lagi apabila tidak memiliki kontribusi maupun prestasi yang berarti untuk masa depan. 

Namun filosofi ini justru mendorong santri untuk memiliki jiwa optimistis untuk konsisten mewarisi dan memperkaya pemahaman khazanah klasik serta mampu bersaing di masa mendatang. 

Manusia dengan tipikal seperti itu yang akan mampu diharapkan untuk menjadi jembatan transformatif antar zaman (khalifah). 

Dari sinilah santri bisa disebut manusia sejarah sebagai generasi penerus yang mampu mengemban amanah untuk memegang tongkat estafet peradaban. 

Sebuah kalam syair mengatakan:
لَيْسَ الْفَتَى مَنْ يَقُوْلُ هَذَا أَبِيْ * وَلَكِنَّ الْفَتَى مَنْ يَقُوْلُ هَا أَنَا ذَا
“Generasi muda bukanlah mereka yang hanya bisa membanggakan leluhurnya (masa lalu), tetapi generasi muda adalah mereka yang sanggup membuktikan prestasi dirinya sendiri (modern)”.
Problematika zaman yang semakin maju perlu disimak dan diamati secara akurat, sebagai bahan untuk menentukan prospek santri di masa depan. 

Meskipun tetap mempertahankan ruh kesalafannya, aktualisasi dari filosofi-filosofi tersebut juga mendorong seorang santri melahirkan pemikiran dinamis, gerakan strategis dan berkemajuan sesuai tantangan zaman yang dihadapinya. 

Senada dengan spirit maqalahyang kerap dikumandangkan oleh kalangan santri pesantren, yaitu:
اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى الْقَدِيْمِ الصَّالِحِ وّالْأَخْذُ بِالْجَدِيْدِ الْأَصْلَحِ
“Melestarikan warisan nilai-nilai tradisional yang baik, dan mengadopsi nilai-nilai modernitas yang lebih baik”.
Dari uraian di atas dapat ditarik benang merah, bahwa dengan mengetahui dan menghayati filosofi santri, diharapkan kalangan santri akan memahami khittah dan jati diri mereka yang sesungguhnya. 

Sehingga akan memunculkan inspirasi-inspirasi untuk merevolusi diri menjadi generasi pesantren yang memiliki rasa percaya diri, inovasi, dan prestasi. 

Konsep seperti inilah yang menjadi sebuah usaha (ikhtiyar) nyata dari kalangan santri untuk menjawab tantangan derasnya arus globalisasi. waAllahu a’alam bisshawab.

KH Abdul Aziz Manshur menegaskan tentang Santri harus jadi paku.
Santri iku kudu iso dadi paku, najan dithuthuki tapi wes genah manfaate. Umpomo gawe omah sing iso nyambungke reng, usuk, papan lan liya liyane yo mung paku. Umpomo omah wes dadi ora ono sing ngalem pakune mergo pancen pakune ora ketok, umpomo ketok paling yo dithutuk maneh.
Santri iku koyo paku, najan disepelekke tapi wes genah manfaate, sing iso srawung nyambung luwes karo masyrakat sing macem-macem yo santri, tur santri ora pengen dialem sopo-sopo kabeh mung golek ridlone Allah Ta'ala. Yo ora pengin ketok neng ngarep ora! Sing penting ayem kabeh. Ngono iku sifate santri,
Santri paku bumi..."
berikut ini translite bebas ber-bahasa Indonesia dari tulisan di atas:
Santri harus bisa menjadi seperti paku, walaupun dipukul terus tapi sudah jelas bermanfaat. Ketika membuat rumah, yang bisa menyatukan antara reng, usuk dan papan lainnya, ya hanya Paku. Kalaupun rumah sudah jadi berdiri tegak, tidak ada yang memuji paku karena memang pakunya tidak terlihat. kalaupun terlihat menonjol paku itu akan dipukul lagi. (sampai tak terlihat-red).
Santri itu seperti paku, walaupun disepelekan tapi jelas bermanfaat, sebab yang bisa berbaur dan peduli bersama masyarakat luas. Ya, hanya santri. Dan biasanya santri tidak ingin dipuji manusia sebab santri selalu mencari ridlo Allah Ta'ala. Santri juga biasanya tidak ingin terlihat tampil di depan. Yang terpenting tentram dan damai. sebab itulah sifat asli Santri.
Santri adalah paku bumi..."
Bila saat ini kita mengenal istilah santri sebagai seseorang yang belajar ilmu agama di pesantren, namun ternyata oleh beberapa kalangan, kata santri juga sering diartikan dengan berbagai makna filosofis yang diambil dari segi bahasa. 

Dan diantaranya adalah sebagai berikut yang saya kumpulkan dari berbagai sumber:
Kata Santri jika ditulis dalam bahasa arab terdiri dari lima huruf, yaitu (سنتري). 
Yang mana setiap hurufnya memiliki kepanjangan serta pengertian yang luas.

Sin (س) adalah kepanjangan dari سَافِقُ الخَيْرِ yang memiliki arti Pelopor kebaikan
Oleh sebab itu, setiap santri mesti memiliki jiwa pemimpin dalam melaksanakan kebaikan. Ia mesti menjadi pelopor dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya.
Nun (ن) adalah kepanjangan dari نَاسِبُ العُلَمَاءِ yang memiliki arti Penerus Ulama.
Ulama atau di Indonesia lebih dikenal dengan Kiyai/Ajengan tidak bisa muncul begitu saja kecuali ia telah melalui tahapan-tahapan rumit, sebelum kemudian Allah SWT meninggikan derajat keilmuannya ditengah-tengah masyarakat. Tentunya ia harus menjalani masa-masa menuntut ilmu serta penggemblengan dalam pembiasaan beribadah. Oleh sebab itu wajar jika santri dikatakan sebagai penerus ulama.
Ta (ت) adalah kepanjangan dari تَارِكُ الْمَعَاصِى yang memiliki arti Orang yang meninggalkan kemaksiatan.
Maksiat adalah sesuatu yang dilarang oleh agama. Sedangkan santri adalah orang-orang yang mendalami dan mempelajari agama secara menyeluruh. Oleh sebab itu, keduanya sangat bertolak belakang dari segi makna. Maka wajar jika santri dikatan sebagai orang yang meninggalkan maksiat.
Ra (ر) adalah kepanjangan dari رِضَى اللهِ yang memiliki arti Ridho Allah.
Santri adalah orang yang sepatutnya mendapat ridlo Allah SWT (amin). Sebab ia berada dalam jalan pencarian ilmu agama. Yang mana dalam beberapa keterangan, orang yang menuntut ilmu berada dalam ridlo Allah SWT. 
Ya (ي) adalah kepanjangan dari اَلْيَقِيْنُ yang memiliki arti Keyakinan.
Keyakinan adalah sebuah keharusan bagi santri. Sebab ia berada dalam koridor ilmu yang tidak diragukan lagi keuntungannya. Ia tidak boleh menyerah dalam proses tholabul ilmi. Karena apa yang ia usahakan akan berbuah manis bila disertai keyakinan.
Selain lima filosofi kata santri diatas, beberapa sumber menyebutkan bahwa kata santri hanya berasa dari empat huruf, yang antara lain terdiri dari sin, nun, ta, ra. Dan dari segi pemaknaan pun memiliki beberapa perbedaan sebagaimana berikut:
  • Sin : Satrul al aurah (menutup aurat)
  • Nun : Naibul ulama’ (wakil dari ulama’)
  • Ta’ : Tarku al ma’shi (meninggalkan kemaksiatan)
  • Ra’ : Raisul ummah (pemimpin ummat)
Bahkan, yang lainnya malah menyebutkan bahwa kata santri sebagai sebuah singkatan dari bahasa indonesia. Yang kepanjangannya tidak jauh beda dengan apa yang telah saya tuturkan diatas. Yakni:
S : satir al-'uyub wa al-aurat
Artinya menutup aib dan aurat. Yakni aib sendiri maupun orang lai
A : aminun fil amanah
Artinya bisa di percaya dalam megemban amanat. 
N : nafi' al-'ilmi.
Artinya bermanfa'at ilmunya. Dan inilah yang sangat diidamkan oleh semua santri. Ketika ia telah melalui masa-masa menimba ilmu, pasti harapan akhirnya adalah mampu mengamalkan ilmu tersebut.
T : tarik al-maksiat.
Artinya meninggalkan maksiat. 
R : ridho bi masyiatillah.
Artinya Ridho dengan apa yang diberikan Allah
I : ikhlasun fi jami' al-af'al.
Artinya ikhlas dalam setiap perbuatan.
Catatan
Kata santri dilihat dari segi bahasa memang kaya akan nilai filosofi. 

Selalu saja ada hal yang bisa dikaitkan dengan kata santri itu sendiri. 

Sebagaimana berikut ini:
Kata santri "katanya" merupakan singkatan dari bahasa inggris. Yakni berasal dari kata Sun yang artinya matahari. 

Dan Three yang artinya tiga. Jadi bila disimpulkan, kata santri maknanya adalah tiga matahari.
☆☆☆☆☆
SANTRI SEPERTI PAKU

Santri harus bisa menjadi seperti paku, 
walaupun dipukul terus tapi sudah jelas bermanfaat. 

Ketika membuat rumah,
 yang bisa menyatukan antara reng, 
usuk dan papan lainnya, 
ya hanya Paku.

Santri itu seperti paku, 
walaupun disepelekan tapi jelas bermanfaat, 
sebab yang bisa berbaur dan peduli bersama masyarakat luas. 
Ya, hanya santri.

Dan biasanya santri tidak ingin dipuji manusia sebab santri selalu mencari ridlo Allah Ta'ala. 
Santri juga biasanya tidak ingin terlihat tampil di depan. 

Yang terpenting tentram dan damai. 
Sebab itulah sifat asli Santri.
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT