Wisata Religi Sunan Ampel Surabaya (Ampel Mosque Surabaya)

AMPEL MOSQUE SURABAYA
Enter Ampel mosque area just like resides in Mid-East country. The typical aroma direct fragrant when we arrive there. Mosque that being built by Raden Rahmatullah in 1421, is reside in Ampel Street Surabaya. The pilgrim arrival or the visitor will be greeted by the merchants who sell various supplies to pray and also souvenir like godly clothes, prayer beads, cowl, cap, perfume until date.

As one of the eldest mosque and most crowded in Surabaya, Ampel Mosque have special story with ‘Sunan Ampel’, one of ‘Wali Songo’ who have an effect in broad Islam in Java. Sunan Ampel Mausoleum located in building west of Ampel Mosque. When its firstly built, This fairish mosque 45 m x 45 m with number of pillars which made from teak wooden 16 each fruits is length 17 m without extension. Its diameter is about 60 cm. So this thing becomes a question mark and idiosyncrasy. At that moment there are not heavy equipments yet and few number of men, how to do the Mosque building.

Enter Ramadan month, a fasting month of Islam believer, and this place become like fun visited both to implementing pray purpose and also for pilgrimage to Sunan Ampel mausoleum. There even has iktikaf. Iktikaf is break with all earthly problems for self-delivery fully to God in certain grace period.

According to official member of the mosque takmir, every day around two thousands paid a visit. Sometime they come by using bus that is the numbers reach 30 buses. The Surabaya City Government gives some facilities for Sunan Ampel Religious. It provide with wide park area. This mosque surrounded dwelt by descendant majority from Central-East countries (Arab, Iran, etc).

Ampel Mosque is located not far from Tanjung Perak Port about 4 km. The main port in Indonesia of east region, both of the Passenger boat and also cargo that always rotation to lean and sail.
☆☆☆☆☆
Sunan Ampel adalah salah seorang wali di antara Walisongo yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Ia lahir 1401 di Champa.

Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini, yaitu:

  1. Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan bahwa Champa adalah satu negeri kecil yang terletak di Kamboja.
  2. Raffles menyatakan bahwa Champa terletak di Aceh yang kini bernama Jeumpa. 
Menurut beberapa riwayat, orang tua Raden Rahmat, nama lain Sunan Ampel, adalah Maulana Malik Ibrahim (menantu Sultan Champa dan ipar Dwarawati).
Catatan Kronik Cina
Dalam catatan Kronik Cina dari Klenteng Sam Po Kong, Sunan Ampel dikenal sebagai Bong Swi Hoo, cucu dari Haji Bong Tak Keng yaitu seorang Tionghoa (suku Hui beragama Islam mazhab Hanafi) yang ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas Cina di Champa oleh Sam Po Bo.

Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu merupakan menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan En Cu juga telah ditugaskan sebagai kapten Cina di Tuban.

Haji Gan En Cu kemudian menempatkan menantunya Bong Swi Hoo sebagai kapten Cina di Jiaotung (Bangil).

Sementara itu seorang putri dari Kyai Bantong (versi Babad Tanah Jawi) alias Syaikh Bantong (alias Tan Go Hwat menurut Purwaka Caruban Nagari) menikah dengan Prabu Brawijaya V (alias Bhre Kertabhumi) kemudian melahirkan Raden Fatah.

Namun tidak diketahui apakah ada hubungan antara Ma Hong Fu dengan Kyai Bantong.
Serat Darmo Gandhul
Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Ampel disebut Sayyid Rahmad merupakan keponakan dari Putri Champa permaisuri Prabu Brawijaya yang merupakan seorang muslimah.

Raden Rahmat dan Raden Santri adalah anak Makhdum Ibrahim (putra Haji Bong Tak Keng), keturunan suku Hui dari Yunnan yang merupakan percampuran bangsa Han/ Tionghoa dengan bangsa Arab dan Asia Tengah (Samarkand/Asmarakandi).

Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh/ Abu Hurairah (cucu raja Champa) pergi ke Majapahit mengunjungi bibi mereka bernama Dwarawati puteri raja Champa yang menjadi permaisuri raja Brawijaya.

Raja Champa saat itu merupakan seorang muallaf. Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh akhirnya tidak kembali ke negerinya karena Kerajaan Champa dihancurkan oleh Kerajaan Veit Nam.
Hikayat Banjar
Menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin (Hikayat Banjar resensi I), nama asli Sunan Ampel adalah Raja Bungsu, anak Sultan Pasai.

Dia datang ke Majapahit menyusul/ menengok kakaknya yang diambil istri oleh Raja Mapajahit.

Raja Majapahit saat itu bernama Dipati Hangrok dengan mangkubuminya Patih Maudara (kelak Brawijaya VII).

Dipati Hangrok (alias Girindrawardhana alias Brawijaya VI) telah memerintahkan menterinya Gagak Baning melamar Putri Pasai dengan membawa sepuluh buah perahu ke Pasai.

Sebagai kerajaan Islam, mulanya Sultan Pasai keberatan jika Putrinya dijadikan istri Raja Majapahit, tetapi karena takut binasa kerajaannya akhirnya Putri tersebut diberikan juga.

Putri Pasai dengan Raja Majapahit memperoleh anak laki-laki. Karena rasa sayangnya Putri Pasai melarang Raja Bungsu pulang ke Pasai.

Sebagai ipar Raja Majapahit, Raja Bungsu kemudian meminta tanah untuk menetap di wilayah pesisir yang dinamakan Ampelgading.

Anak laki-laki dari Putri Pasai dengan raja Majapahit tersebut kemudian dinikahkan dengan puteri raja Bali.

Putra dari Putri Pasai tersebut wafat ketika istrinya Putri dari raja Bali mengandung tiga bulan.

Karena dianggap akan membawa celaka bagi negeri tersebut, maka ketika lahir bayi ini (cucu Putri Pasai dan Brawijaya VI) dihanyutkan ke laut, tetapi kemudian dapat dipungut dan dipelihara oleh Nyai Suta Pinatih, kelak disebut Pangeran Giri.

Kelak ketika terjadi huru-hara di ibukota Majapahit, Putri Pasai pergi ke tempat adiknya Raja Bungsu di Ampelgading.

Penduduk desa-desa sekitar memohon untuk dapat masuk Islam kepada Raja Bungsu, tetapi Raja Bungsu sendiri merasa perlu meminta izin terlebih dahulu kepada Raja Majapahit tentang proses islamisasi tersebut.

Akhirnya Raja Majapahit berkenan memperbolehkan penduduk untuk beralih kepada agama Islam.

Petinggi daerah Jipang menurut aturan dari Raja Majapahit secara rutin menyerahkan hasil bumi kepada Raja Bungsu.
Petinggi Jipang Dan Keluarga Masuk Islam
Raja Bungsu beristrikan puteri dari petinggi daerah Jipang tersebut, kemudian memperoleh dua orang anak, yang tertua seorang perempuan diambil sebagai istri oleh Sunan Kudus (tepatnya Sunan Kudus senior/ Undung/ Ngudung), sedang yang laki-laki digelari sebagai Pangeran Bonang. Raja Bungsu sendiri disebut sebagai Pangeran Makhdum.
Isteri Pertama Sunan Ampel
Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo Al-Abbasyi, berputera:

  1. Maulana Mahdum Ibrahim/ Raden Mahdum Ibrahim/ Sunan Bonang/ Bong Ang
  2. Syarifuddin/ Raden Qasim/ Sunan Drajat
  3. Siti Syari’ah/ Nyai Ageng Maloka/ Nyai Ageng Manyuran
  4. Siti Muthmainnah
  5. Siti Hafsah
Isteri Kedua Sunan Ampel
Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera:

  1. Dewi Murtasiyah/ Istri Sunan Giri
  2. Dewi Murtasimah/ Asyiqah/ Istri Raden Fatah
  3. Raden Husamuddin (Sunan Lamongan)
  4. Raden Zainal Abidin (Sunan Demak)
  5. Pangeran Tumapel
  6. Raden Faqih (Sunan Ampel 2)
Masjid Sunan Ampel
Sunan Ampel cukup terkenal karena kebijaksanaannya hingga ketika ayahnya meninggal, ia yang menggantikan sebagai sesepuh Wali Songo dan menjadi juru fatwa di tanah Jawa.

Di tahun 1478, Sunan Ampel meninggal dan dimakamkan di samping masjid Ampel. Kini makamnya ramai dikunjungi para peziarah terutama jelang bulan Ramadhan.

Bahkan pada malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan, peziarah yang bertandang bisa mencapai 20.000 orang.

Kawasan yang telah ditetapkan sebagai wisata religi oleh Pemkot Surabaya di tahun 1972 ini juga dikunjungi sejumlah wisatawan mancanegara, seperti China, Belanda, Saudi Arabia, Malaysia, dan masih banyak lagi.

Bahkan sejumlah bule yang tidak beragama Islam pun kerap mendatangi makam wali ini.

Mereka juga menghormati peraturan yang ditetapkan pengelola dengan menggunakan sarung sebagai penutup kepala sebagai pengganti pakaian muslim.
Mengunjungi makam Sunan Ampel memang bukan hanya sekedar berwisata religi.

Di sini pengunjung bisa menikmati arsitektur masjid yang dibangun dengan gaya arsitektur perpaduan Jawa Kuno dan Arab.

Masjid ini juga dipercaya memiliki karomah tersendiri karena meski diserang penjajah berkali-kali namun tidak mengalami kerusakan.

Kayu-kayu jatinya tetap berdiri dengan kokoh menopang masjid.

Selain masjidnya, daya tarik lain kawasan Ampel ini adalah perkampungan Arabnya yang cukup terkenal.

Kawasan ini berada di Jalan Ampel Suci 45 dan Jl Ampel Masjid 53 dan berjarak 10 km dari pusat Kota Surabaya. Di kampung Arab ini anda bisa mendapatkan berbagai barang khas Arab, mulai dari fashion seperti gamis, peci, hingga parfum.

Ada pula kuliner khas Arab seperti kurma, nasi kebuli, kebab, roti maryam, bahkan air zam-zam. Berkeliling di seputar kawasan Sunan Ampel, membuat anda merasa seperti di perkampungan Arab sungguhan, terutama apabila pada bulan Ramadhan nanti.

Jadi meski puasa, jangan lewatkan untuk tour ke Surabaya ya dan nikmati suasana ala Arab sambil berwisata religi di Kawasan Sunan Ampel Surabaya.
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT