Kudeta Hizbut Thahrir

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang: 
Kudeta Hizbut Thahrir
Kamu tidak usah nakut-nakutin orang. HTI gak mungkin kudeta di negeri ini. Apa buktinya ??

Hizbut Thahrir sejatinya adalah sebuah gerakan transnasional. Ia bukan lagi sebuah organisasi yang terbatas pada batas-batas negara. Ia adalah ideologi lintas negara yang mempunyai konsep bahwa dunia ini satu saat akan menyatu dibawah kepemimpinan satu orang yaitu khalifah.

Maka itu, pemimpin HTI di Indonesia tidak bakalan ada. Yang ada hanya juru bicara, diwakili Ismail Yusanto. Karena mereka masih menunggu perintah dari antah berantah siapa khalifah sesungguhnya.

Pola-pola Hizbut Thahrir dalam merebut kekuasaan tidak dengan pemberontakan langsung, tetapi melakukan penyusupan atau infiltrasi ke tubuh pemerintahan dan militer. Ini yang berbahaya.

Mereka adalah gerakan intelektual yang sangat sistematis dan terencana dengan baik. 

Tidak mudah mengidentifikasi siapa mereka, tetapi gerakannya terlihat jelas, terutama di Indonesia.

Itu karena mereka masih menggunakan simbol-simbol tertentu yang menunjukkan keberadaannya, seperti dengan bendera yang mereka sebut "bendera tauhid".

Bayangkan ketika HTI menyusup ke dalam tubuh militer. 

Mereka akan mencuci otak para tentara untuk satu waktu mengangkat senjata melawan pemerintahan yang sah saat dan memproklamirkan berdirinya negara khilafah.

"Alahh.. itu kan cuma bayangan ketakutan lu aja.."

Hehe, tidak. Ini berdasarkan pengalaman yang terjadi di beberapa negara. Pengalaman adalah guru yang terbaik, bukan ?

Tahun 1974, kelompok bernama Shabab Muhammad menyerang sekolah militer di Kairo Mesir, untuk melakukan kudeta dan usaha membunuh Anwar Sadat, Presiden Mesir kala itu. 

Para pelaku mengumumkan berdirinya negara Islam dibawah kepemimpinan Hizbut Thahrir. Kudeta itu gagal dan semua pelakunya dihukum mati.

Di Bangladesh Pakistan, tahun 2012, Hizbut Thahrir melakukan percobaan kudeta yang juga gagal melibatkan purnawirawan dan perwira militer aktif.

Di Yordania, mereka juga melakukan penyusupan di militer dan melakukan kudeta yang gagal tahun 1969. Begitu juga yang terjadi di Irak dan Suriah, tahun 1972 dan 1976.

Dengan rekam jejak seperti ini, sudah benar banyak negara yang melarang keberadaan Hizbut Thahrir yang berarti Partai Pembebasan itu. 

Mereka sangat berbahaya, dengan kemampuan penyusupannya bahkan mereka bisa menciptakan perang antar negara, dimana sejatinya mereka berada di kedua belah pihak. 

Tujuan utamanya tentu negara-negara itu hancur, sehingga Hizbut Thahrir bisa mendirikan kepemimpinan khalifah Islam diantara kehancuran itu.
Bagaimana Indonesia ?
Tentu sama. Lihat saja, ketika Jokowi membubarkan HTI tahun 2017 lalu, serentak kepala-kepala ular HTI keluar semak. Mereka ada yang Guru Besar di sebuah Universitas Negeri terkenal juga rektor dan dosennya. 

Mantan kepala BIN As'ad Said Ali malah mengatakan, ia mengantungi nama oknum-oknum PNS, purnawirawan dan tokoh militer yang terlibat dalam keanggotaan HTI.
☆☆☆☆☆
MUSHAF DI UJUNG TOMBAK
Karena terdesak pasukan Ali bin Abi Thalib, Gubernur Syam (Suriah) Muawiyah bin Abu Sufyan meminta salah satu pasukan perangnya untuk menaruh mushaf al-Quran di ujung tombak. Mushaf itu pun diangkat setinggi-tingginya sebagai simbol keinginan untuk berdamai. Di mata Khalifah Ali bin Abi Thalib, Muawiyah adalah seorang gubernur, yang bukan hanya membangkang, tapi juga memberontak pemerintah pusat. Muawiyah sebagai seorang gubernur tidak mau tunduk kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib karena dianggap tidak punya komitmen untuk menangkap dan mengadili pembunuh Usman bin Affan, Khalifah sebelum Ali, yang juga saudara satu klan dengan Muawiyah.

Karena sikapnya itu, Ali bin Abi Thalib mengirimkan 90 ribu pasukan untuk memerangi Muawiyah setelah upaya damai yang dilakukan Ali tak membuahkan hasil. Muawiyah pun menyiapkan 120 pasukan untuk menyambut pasukan pemerintah pusat.

Pasukan kedua belah pihak bertemu di sebuah tempat yang bernama Shiffin, sehingga perang pasukan Ali bin Abi Thalib versus pasukan Muawiyah bin Abu Sufyan yang terjadi pada tahun 37 H, atau 25 tahun sepeninggal Rasulullah, disebut dengan perang Shiffin.

Ketika pasukan Muawiyah mengangkat mushaf setinggi-tingginya, pasukan Ali mulai terbelah sikapnya. Sebagian ada yang ingin menghentikan perang karena Muawiyah sdh mau berdamai yang ditandai dengan mengangkat mushaf al-Quran. Sebagian lagi ingin terus berperang karena mereka menduga mengangkat mushaf itu hanya akal-akalan Muawiyah agar tidak "dihabisi" pasukan Ali.

Pasukan Akhirnya benar-benar pecah. Karena Ali sendiri ingin menghentikan perang karena ada mushaf itu, akhirnya kelompok yang tidak ingin tertipu oleh Muawiyah memilih memisahkan diri dari pasukan Ali. Mereka akhirnya disebut sebagai Khawarij. Dari kelompok ini Ali bin Abi Thalib dibunuh.

Karena Ali bin Abi Thalib memilih berdamai, akhirnya masing-masing kubu mengutus juru damai. Dari kubu Ali bin Abi Thalib dikirim juru damai yang dipimpin Abu Musa al-Asy'ari -orang tua yang sangat tawadhu' dan shalih- dari kubu Muawiyah dikirim juru damai yang dipimpin Amru bin 'Ash, seorang politisi ulung dan lihai.

Setelah membicarakan berbagai macam hal, sampailah di ujung pembicaraan. Mereka berdua setuju untuk mencopot dua khalifah itu (Ali Abu Thalib dan Muawiyah) dari jabatannya untuk kemudian diserahkan kepada umat untuk memilih khalifah yang mereka yang inginkan.

Lalu keduanya berdiri berjalan ke tengah kaum muslimin, yang sudah menunggu hasil perundingan. Amru bin Ash sudah sejak awal meminta dan mendorong Abu Musa Al-Asy’ari untuk berbicara lebih dulu di depan hadirin, dengan alasan lebih dulu masuk Islam dan faktor usia yang lebih tua, dan berkata:
Wahai Abu Musa, silahkan memberitahu kepada hadirin tentang kesepakatan kita.
Lalu Abu Musa mengumumkan,
Kami berdua mencapai suatu kesepakatan, dan berdoa semoga Allah menjadikannya sebagai kesepakatan yang mendamaikan umat.

Saat itu, Ibnu Abbas dari kubu Ali bin Abu Thalib, mencoba menasehati Abu Musa Al-Asy’ari dengan mengatakan,
Amru bin Ash telah menipumu, jangan mau bicara duluan di depan hadirin. Biarkan Amru bin Ash yang bicara duluan!
Namun Abu Musa Al-Asy’ari menolak permintaan Ibnu Abbas.

Lalu di depan hadirin dari dua kubu yang berjumlah sekitar 800 orang, Abu Musa Al-Asy’ari mengumumkan,
Kami berdua telah mencapai kesepakatan, yang kami nilai sebagai kesepakatan yang terbaik untuk umat, yaitu masing-masing dari kami berdua lebih dulu akan mencopot Ali bin Abu Thalib dan Muawiyah dari jabatan khalifah. Setelah itu, menyerahkan kepada umat Islam untuk memilih khalifah yang mereka sukai. Dengan ini, saya nyatakan telah mencopot Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah.


Sebagaimana diduga Ibnu Abbas, begitu tiba giliran Amru Ash berbicara, dia berkata,
Kalian telah mendengarkan sendiri, Abu Musa Al-Asy’ari telah mencopot Ali bin Abu Thalib, dan saya sendiri juga ikut mencopotnya seperti yang dilakukan Abu Musa Al-Asy’ari. Dengan demikian, dan mulai saat ini juga, saya nyatakan bahwa Muawiyah adalah khalifah, pemimpin umat. Muawiyah adalah pelanjut kekuasaan Usman bin Affan dan lebih berhak menggantikannya.

Mendengar pernyataan Amru bin Ash tersebut, Ibnu Abbas langsung membentak Abu Musa Al-Asy’ari, yang menjawab:
Saya mau bilang apa lagi, tidak ada yang bisa saya lakukan, Amru bin Ash telah menipuku,
dan kemudian mulai mencaci dengan mengatakan,
Wahai Amru bin Ash, celaka kamu, kamu telah menipu dan berbuat jahat.

Sejak itu Dinasti Umayyah dimulai. Setelah Bani Umayyah berkuasa, terus terjadi sejarah yang menyayat hati.

Mushaf di ujung tombak ternyata digunakan untuk menipu Ali bin Abi Thalib.
Kisah itulah yang terbayang di kepala saya ketika sekarang ini ada kelompok masyarakat yang menggunakan kalimah tauhid
La Ilaha illallah
sebagai simbol gerakannya.

Kalimah tauhid mereka jadikan simbol bendera, ditempel di baju seragam, topi dan assesoris lainnya. Orang pasti akan berpikir dua kali untuk mempersoalkan lambang dan simbol-simbol itu.

Orang yang mempersoalkan akan diejek:
"...lho, Anda ini muslim kok alergi dengan kalimah tauhid".

Sejarah selalu berulang.
Kalau orang memahami sejarah tidak akam tertipu.

Jika Ali bin Abi Thalib tertipu dengan mushaf di ujung tombak, jangan sampai bangsa Indonesia tertipu dengan gerakan yang menjadikan kalimah tauhid sebagai benderanya.

Kalimah tauhidnya tidak ada masalah, tapi mereka menggunakannya untuk menipu.
☆☆☆☆☆
Jadi, masih menganggap bahwa Hizbut Thahrir adalah organisasi yang biasa-biasa saja ?
Tentu HTI tidak ingin gerakan senyap mereka ini ketahuan pihak luar, supaya mereka bisa semakin masuk ke dalam. 

Tapi sayangnya, di Indonesia, bahkan Presiden Jokowi sendiri membubarkan mereka.

Dan HTI sekarang ingin bangkit kembali. Tentu mereka ingin balas dendam kepada orang yang membubarkan kegiatan mereka. 

Jalan terbaik bagi HTI adalah menumpang di lawan politik orang itu, meskipun HTI juga tidak bersahabat dengan yang ditumpanginya.
"Enemy of my enemy is my friend.." 
begitu prinsip HTI.

Tapi, semoga saja itu tidak benar.

Sitem politi HTI adalah, HTI bahkan bisa saja berencana untuk membuat kedua kubu saling menghancurkan karena mereka akan menawarkan sistem kekhalifahan diatas puing-puingnya.
☆☆☆☆☆
Deretan Upaya Kudeta Oleh Hizbut Tahrir Di Dunia
Penolakan. Itulah yang dialami Hizbut Tahrir, organisasi politik yang mengusung sistem Khilafah (pemerintahan untuk seluruh Muslim berdasarkan syariat Islam) di banyak negara, termasuk rumah asal mereka di jazirah Arab.

Tak heran, sebab upaya menegakkan khilafah berbenturan dengan konsep negara-bangsa yang dianut di era modern kini. Bertentangan dengan nasionalisme Arab yang melanda pemerintahan negara-negara Timur Tengah.

Sebagai konsekuensi logis atas kekhilafahan yang diusungnya, Hizbut Tahrir lantas menjadi musuh bersama negara-negara di dunia.

Fethi Mansouri dan Shahram Akbarzadeh dalam bukunya, Political Islam and Human Security, menuliskan Hizbut Tahrir teguh pada pendirian mewujudkan khilafah tanpa kekerasan. Untuk itu ia menggalang kekuatan dengan mencoba menyusup ke pemerintahan berbagai negara.

Di Turki misalnya, Hizbut Tahrir membuat surat terbuka kepada jenderal militer, mengajaknya bergabung dengan mereka untuk membentuk khilafah. Kenekatan ini berujung pada pelarangan Hizbut Tahrir oleh pemerintah Turki.

Penyusupan disusul oleh upaya penguasaan. Hizbut Tahrir mencoba melakukan kudeta. Seperti yang terjadi di Irak dan Suriah selama tahun 1962-1963, Hizbut Tahrir berusaha menyusup ke dalam badan militer. 

Saat itu, Hizbut Tahrir berusaha menyusup ke kelompok-kelompok militer Suriah dan Irak seiring guncangan politik akibat konflik dengan Israel. Namun kudeta tersebut gagal dan berujung pemidanaan beberapa tokoh Hizbut Tahrir di kedua negara. 

Upaya penyusupan ke tubuh militer tak berhenti di situ. Percobaan kudeta lewat angkatan bersenjata berlanjut saat Perang Arab-Israel kembalu meletus tahun 1967.

Dengan memanfaatkan momen pertempuran, Hizbut Tahrir terindikasi menyusup ke militer yang terlibat perang, yakni Yordania (pada 1968,1969, dan 1971), Irak (1969 dan 1972), srta Mesir (1969 dan 1979). 

Catatan percobaan kudeta yang lain terjadi di Yordania pada 1969. Rencana yang dibuat oleh kader-kader Hizbut Tahrir itu ditata lebih rapi. Mereka banyak melakukan kontak dengan pejabat militer Yordania. Kedekatan mereka tercium, lantas membuat beberapa tokoh politik dipenjara karena dianggap subversif. 

Keadaan serupa juga terjadi di Irak (1972) dan Suriah (1976). Konsolidasi untuk menggantikan tata kelola pemerintahan dari Pan Arabisme menuju Daulah Khilafah tersalur lewat konsolidasi kader dengan anggota militer.

Kudeta selanjutnya terjadi di Mesir tahun 1974. Kader Hizbut Tahrir Mesir, Sallih Sirriya, mengorganisir 100 orang untuk melakukan kudeta. Tragedi itu berujung pada insiden berdarah di tengah panasnya politik Mesir menghadapi permusuhan dengan Israel. 

Hingga akhirnya Presiden Mesir Anwar Sadat ditembak oleh organisasi radikal Tanzim al-Jihad pada tahun 1981. 

Cara ini (penyusupan dan kudeta) masih terus dipakai Hizbut Tahrir. Mei 2011, Pakistan digegerkan oleh rencana seorang prajurit, Brigadir Khan, yang telah siap dengan pasukannya untuk menggulingkan pemerintahan sah di Pakistan kapanpun dia mau. 

Militer Pakistan langsung memberangus Khan beserta Hizbut Tahrir.

Seluruh rencana kudeta di Pakistan itu gagal total. Namun Hizbut Tahrir mendapat pelajaran berharga: merebut kekuasaan harus lebih dahulu mendapat dukungan dari kelompok sosial. 

Hingga kini, Hizbut Tahrir tetap pada jalan mengkonsolidasi massa tanpa mendirikan organ-organ paramiliter. Mereka berupaya konsisten pada metode politik dan meninggalkan metode revolusi militer. 

Tanpa cara militer itu, ada tiga tahap strategi yang mesti ditempuh Hizbut Tahrir: membuat partai dan melakukan pengakderan, interaksi luas dengan umat, dan meraup dukungan dari mereka serta pemimpin politik dan militer agar dapat mengganti konstitusi sekuler dengan sistem Islam secara damai.
Persebaran

Sejak didirikan oleh Asy-Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani pada tahun 1953 di Palestina, Hizbut Tahrir kini telah menjadi gerakan global yang tersebar tak hanya di negara Islam dan jazirah Arab.

Dengan kekhilafahan yang diperjuangkan, Hizbut Tahrir bergerak melintasi batas negara, menjalar ke seluruh dunia.

Tentu saja, hambatan selalu ditemui. Tak ada pemerintahan suatu negara yang mau begitu saja meletakkan kekuasaannya demi berdirinya pemerintahan Islam dunia.

Mengajukan izin untuk menjadi organisasi legal di Yordania pada 13 Maret 1953, Hizbut Tahrir sempat mendapatkannya. Namun ketika izin sudah dikantongi, pemerintah Yordania tiba-tiba membatalkannya. Dan lima pemimpin Hizbut Tahrir yang mengajukan izin malah dipenjarakan.

Hizbut Tahrir tak hanya bermusuhan dengan pemerintah Yordania, tapi juga dengan organisasi muslim lain seperti Ikhwanul Muslimin. Ini membuat otoritas Yordania benar-benar khawatir dengan keberadaan Hizbut Tahrir.

Perkembangan Hizbut Tahrir di Yordania tergambar lewat nukilan esai berikut:
Pada tahun lima puluhan, lahir sebuah Partai Agama Islam (Hizb Dini Islami) yang dikenal dengan Hizb at-Tahrir al-Islami. Pemimpinnya adalah asy-Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani. Partai ini menyebar di Yordania dengan nama agama seperti api membakar rumput kering... Partai ini memperlihatkan kegiatan-kegiatan yang mengagumkan, dan publikasi-publikasinya senantiasa ada di tangan masyarakat.

Perang Israel dan negara-negara Arab pada tahun 1967 menjadi momen kelahiran kembali Hizbut Tahrir yang kemudian membuat organisasi ini diterima tak hanya di Yordania dan Palestina.

Saat itu Hizbut Tahrir menyerukan bahwa problem Palestina bukan semata-mata milik rakyat Palestina, namun juga problem milik umat Islam. Solusi pendirian Daulah Khilafah menjadi seruan di tengah nestapa Muslim yang sedang bermusuhan dengan Yahudi.

Konsep universal ini menjadi magnet bagi Muslim untuk menjadi pengikut. Mereka terhitung militan meski kemudian ditinggal oleh sang pendiri, Nabhani, pada tahun 1977.

Hizbut Tahrir lantas membawa gagasan kekhilafahannya ke level global. Ia berkembang luas memasuki dekade tahun 1990.

Periode 1960-1980 menjadi masa penyebaran Hizbut Tahrir di berbagai negara. Mesir, Kuwait, Suriah, Irak, hingga kawasan Asia Tengah menjadi cabang baru Hizbut Tahrir.

Persebaran ideologi Hizbut Tahrir ditopang oleh mahasiswa-mahasiswa rantau asal Yordania dan Palestina yang belajar di Timur Tengah dan Asia Tengah. Di Lebanon, mahasiswa kader Hizbut Tahrir menyebarkan ajaran kepada mahasiswa Muslim lainnya di kampus-kampus di Beirut. 

Alhasil, Hizbut Tahrir mendapat tempat di hati masyarakat yang mengalami kemandekan tentang konsep perjuangan hidup di bawah Islam.

Hizbut Tahrir menawarkan harapan lewat kemasyuran Daulah Khilafah yang kelak akan menerangi umat. Lewat gerakan bawah tanah, Hizbut Tahrir berhasil menduduki kantong-kantong massa.

Setelah kematian Nabhani, Sheikh Khaled Zaloum melanjutkan kepemimpinan Hizbut Tahrir. Dalam catatan jurnal The Transnational Network of Hizbut Tahrir Indonesia yang ditulis oleh Mohamed Nawab Mohamed Osman, Hizbut Tahrir kala itu disebut mulai merambah negara-negara Barat seperti Eropa dan Amerika Serikat. 

Perpindahan kader-kader Hizbut Tahrir ke Barat tak bisa dilepaskan dari tekanan pemerintah negara-negara Arab dan Afrika Utara yang begitu memusuhi Hizbut Tahrir. 

Sejak awal berdiri, tekanan dan ancaman terus membayangi aktivitas dakwah dan politik Hizbut Tahrir. Mereka dihukum in absentia (tanpa perlu hadir di pengadilan) dan dieksekusi tanpa ampun. 

Dalam tulisan Radical Islamist Movement terbitan Pew Research Centre, umat Islam Eropa menerima dengan baik gagasan yang ditawarkan oleh Hizbut Tahrir. Penerimaan ini disebabkan tekanan sosial yang dialami masyarakat Muslim di benua itu.

Hizbut Tahrir di Eropa menolak keras aksi-aksi kekerasan. Mereka menggalang kampanye dan aksi massa untuk menunjukkan wajah damai di hadapan publik, namun dengan api perjuangan khilafah yang tak surut.

Hizbut Tahrir Inggris, misalnya, memiliki cita-cita ambisius untuk mewujudkan Inggris sebagai negara Muslim ada tahun 2020.

Yang menarik, Hizbut Tahrir Indonesia disebut berperan sentral dalam menyebar gagasan khilafah di Asia Pasifik. HTI menjadi patron Hizbut Tahrir Malaysia, Singapura, dan Australia.

Maka, pelarangan Hizbut Tahrir Indonesia oleh pemerintah Republik Indonesia yang diumumkan awal pekan ini, Senin (8/5), jelas berpengaruh signifikan pada perjuangan mereka di kawasan Asia Pasifik.
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT