Kultural Kebudayaan Islam

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
"Kultural Kebudayaan Islam"
Jika kita membahas Kultural berarti kita membahas sebuah budaya yang dimana budaya itu terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem:
  1. Agama dan politik, 
  2. Adat istiadat, 
  3. Bahasa, 
  4. Perkakas, 
  5. Pakaian, 
  6. Bangunan, dan 
  7. Karya seni. 
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.

Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/ perintah dari kehidupan.

Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan/ atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta.

Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.

HUBUNGAN AGAMA SAMAWI DAN BUDAYA LOKAL
Agama samawi ialah ajaran Allah yang disampaikan kepada para Rasul-nya, yaitu agama Islam. Agama Samawi atau Sama’i, ialah agama Wahyu, dan wahyu yang Allah turunkan itu tidak lansung diturunkan kepada masyarakat, akan tetapi melalui Rasul atau utusan Allah.

Ciri-Ciri Agama Samawi
  1. Secara pasti dapat ditentukan lahirnya, dan bukan tumbuh dari masyarakat, melinkan diturunkan kepada masyarakat.
  2. Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah sebagai utusan-Nya. Utusan itu bukan menciptakan agama, melainkan menyampaikanya.
  3. Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.
  4. Ajaranya serba tetap, walaupun tafsiranya dapat berubah sesuai dengan kecerdasan dan kepekaan manusia.
  5. Konsep ketuhananya adalah: Monotheisme mutlak (Tauhid).
  6. Kebeneranya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia, masa, dan keadaan.
Dari ciri-ciri tersebut dapat dikatakan bahwa agama samawi bukanlah hasil pemikiran ataupun diambil dari kebudayaan manusia, melainkan murni ajaran dari Tuhan yang bersifat mutlak.

Oleh karenanya lingkup kebudayaan ataupun yang lain tidak boleh mengatasnamakan bahwa ajaran samawi itu berasal dari mereka.

Seperti halnya kebudayaan, agama sangat menekankan makna dan signifikasi sebuah tindakan.

Karena itu sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat antara kebudayaan dan agama bahkan sulit dipahami kalau perkembangan sebuah kebudayaan dilepaskan dari pengaruh agama.

Sesunguhnya tidak ada satupun kebudayaan yang seluruhnya didasarkan pada agama.

Untuk sebagian kebudayaan juga terus ditantang oleh ilmu pengetahuan, moralita, serta pemikiran kritis.

Meskipun tidak dapat disamakan, agama dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi. Agama mempengaruhi sistem kepercayaan serta praktik-praktik kehidupan.

Sebaliknya kebudayaan pun dapat mempengaruhi agama, khususnya dalam hal bagaimana agama diinterprestasikan atau bagaimana ritual-ritualnya harus dipraktikkan.

Tidak ada agama yang bebas budaya dan apa yang disebut Sang Illahi tidak akan mendapatkan makna manusiawi yang tegas tanpa mediasi budaya, dalam masyarakat Indonesia saling mempengarui antara agama dan kebudayaan sangat terasa.

Praktik inkulturasi dalam upacara keagamaan hampir umum dalam semua agama.

Agama yang digerakkan budaya timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.

Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya.

Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya justru saling mendukung dan mempengruhi.

Ada paradigma yang mengatakan bahwa:
Manusia Yang Beragama Pasti Berbudaya, Tetapi Manusia Yang Berbudaya Belum Tentu Beragama.
Jadi agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan karena kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus mengikuti perkembangan jaman.

Demikian pula agama, selalu bisa berkembang di berbagai kebudayaan dan peradaban dunia.

Masyarakat, agama dan kebudayaan sangat erat berkaitan satu sama lain.

Saat budaya atau agama diartikan sesuatu yang terlahir di dunia yang manusia mau tidak mau harus menerima warisan tersebut.

Berbeda ketika sebuah kebudayaan dan agama dinilai sebagai sebuah proses tentunya akan bergerak kedepan menjadi sebuah pegangan, merubah suatu keadaan yang sebelumnya menjadi lebih baik.

Ketika agama dilihat dari kacamata agama maka agama akan memerlukan kebudayaan.

Maksudnya agama (islam)  telah mengatur segala masalah dari yang paling kecil contohnya buang hajat hingga masalah yang ruwet yaitu pembagian harta waris dll.

Sehingga disini diperlukan sebuah kebudayaan agar agama (islam) akan tercemin dengan kebiasaan masyarakat yang mencerminkan masyarakat yang beragama, berkeinginan kuat untuk maju dan mempunyai keyakinan yang sakral yang membedakan dengan masyarakat lainnya yang akan menjadikan ajaran agama untuk dibiasakan dalam setiap kegiatan sehari-hari atau diamalkan sehingga akan menjadi akhlak yang baik dan menjadi kebudayaan masyarakat tersebut.

Sedangkan Jika Agama Dilihat Dari Kebudayaan maka kita lihat agama sebagai keyakinan yang hidup yang ada dalam masyarakat manusia dan bukan agama yang suci dalam Al-Qur’an.

Sebuah keyakinan hidup dalam masyarakat maka agama akan bercorak local, yaitu local sesuai dengan kebudayaan masyarakat tersebut.

GENETIK KEBUDAYAAN ISLAM
Secara genetis Agama Islam menggunakan Bahasa Arab dalam menjalankan Ritual Keagamaannya.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Adat Istiadat Ajaran Agama Islam adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap umat muslim yang memilikinya sebagai norma-norma kehidupan baik secara individu maupun kelompok.

Perilaku Budaya Agama Islam merupakan aturan-aturan yang telah berusaha diterapkan dalam lingkungan umat islam merupakan ciri khas suatu aliran agama yang melekat sejak dahulu kala dalam diri umat islam yang melakukannya. Himpunan kaidah-kaidah sosial yang sejak lama ada dan telah menjadi kebiasaan (tradisi) dalam umat islam.

Citra Budaya Islam yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budaya islam yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang muslim dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

Didalam Kultural Kebudayaan Islam yang berada di Kitab Suci Agama Islam (Al-Qur'an) diwajibkan seorang muslim melakukan:
  • Syahadat
  • Sholat 5 Waktu
  • Puasa Ramadhan
  • Zakat
  • Haji.

Dalam melakukan aktivitas diatas Agama Islam menerapkan Adat-adat yang di tetapkan dalam melaksanakan kebudayaan diatas.

Kesimpulannya, Budaya Islam dalam melakukan Ritual Keagamaan telah diberikan ketetapan dalam aturan adat yang berlaku di dalam Ajaran Agama Islam itu. Seperti Adat Sholat Subuh 2 Rakaat, Sholat Dhuhur 4 Rakaat, adat puasa dimulai dari sebelum matahari terbit hingga matahari terbenam dan seterusnya.
Larangan Mengikuti Kebiasaan Orang Kafir
Sungguh kamu benar-benar akan mengikuti cara hidup orang-orang sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehingga seandainya mereka itu masuk ke lubang biawak, pasti kamu akan mengikuti juga. Para sahabat bertanya; 
Apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani? 
Jawab Rasulullah saw:
Siapa lagi kalau bukan mereka.
(HR Muslim)

Allah berfirman:
Wahai Muhammad, apakah belum datang saatnya bagi seorang mukmin, hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah dan mematuhi Al-Qur’an. 
Orang-orang mukmin jangan mengikuti jejak kaum Yahudi dan Nasrani yang diberi Taurat dan Injil sebelumnya kemudian mereka merubah isinya. 
Kaum Yahudi dan Nasrani telah melalui masa yang panjang mereka banyak berbuat dosa sehingga hati mereka manjadi keras. 
Sebagian besar dari umat Yahudi dan Nasrani menjadi orang yang menyimpang dari Taurat dan Injil 
(QS Hadiid 57:16)

Orang-orang kafir berkata: 
Janganlah kalian dengarkan Al-Qur’an ini. Hendaklah kalian buat keributan supaya kalian dapat mengalahkan suara bacaan Al-Qur’an.
Karena itu, sungguh Kami akan menimpakan adzab yang berat kepada orang-orang kafir. 
Di akhirat Kami akan berikan balasan yang lebih buruk daripada dosa yang mereka lakukan di dunia. Begitulah balasan neraka bagi musuh-musuh Allah. 
Mereka kekal di dalam neraka, sebagai hukuman atas pengingkaran mereka kepada Al-Qur’an.
(QS. Fusshilat, 41: 26-28)

Allah berfirman:
Orang-orang kafir berkata kepada orang-orang mukmin, 
Wahai orang-orang mukmin, ikutilah cara hidup kami. Kami akan menanggung segala dosa kalian selama kalian mengikuti kami.
Padahal sebenarnya orang-orang kafir itu tidak sedikit sedikit pun sanggup menanggung dosa-dosa mereka sendiri. Sungguh orang-orang kafir itu berdusta.
(QS Al-Ankabut 29:12)

Wahai orang-orang mukmin sebagian besar kaum Yahudi dan Nasrani menginginkan kalian menjadi kafir setelah kalian beriman. 
(QS AL-Baqarah 1:109)

Dan perumpamaan orang yang menyeru orang kafir adalah umpama seperti domba yang digiring oleh pengembalanya. 
Domba itu tidak dapat memahami seruan pengembalanya kecuali sekedar mendengar teriakan. 
Orang-orang kafir itu tuli, bisu dan buta karena kekafirannya itu mereka tidak dapat memahami dakwah Muhammad.
(QS Al-Baqarah 1:171)

Wahai Muhammad apakah kamu menyangka bahwa sebagian besar orang-orang kafir mau mendengarkan dan memikirkan ayat-ayat Al-Qur’an? Semua orang kafir hidup laksana hewan ternak. Bahkan mereka lebih bodoh daripada hewan ternak.
(QS AL-Furqaan 25:44)

Ketika ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah jelas kebenarannya dibacakan kepada orang-orang musyrik, mereka berkata kepada sesama mereka: 
Laki-laki yang membacakan Al-Qur’an ini hanyalah ingin membelokkan kita dari tradisi menyembah tuhan-tuhan selain Allah yang dilakukan oleh nenek moyang kita.
Orang-orang musyrik berkata: 
Al-Qur’an yang dibawa laki-laki ini hanyalah kebohongan yang dibuat-buat.
Orang-orang kafir berkata tentang Al-Qur’an yang datang kepada mereka: 
Sungguh Al-Qur’an ini benar-benar hanyalah sihir.
(QS. Saba’,  34: 43)
Berikut ini adalah kebiasaan orang-orang kafir yang dimaksud dari ayat-ayat Al-Qur'an dan yang harus diwaspadai:
1. Menyesatkan Orang Beriman
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka).”
(QS. An-Nisa: 89)
2. Mengingkari Nikmat Allah. SWT
“Mereka mengetahui nikmat Allâh, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.”
(QS. An-Nahl: 83)
3. Melalaikan Negeri Akhirat
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.”
(QS. Ar-Rum:7)
4. Memiliki Hati Yang Terkunci Mati
“Maka disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: “Hati kami tertutup.” Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya.. .”
(QS an-Nisa: 155)
5. Memiliki Dada Yang Sempit
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatan niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit….”
(QS. Al-An’am: 125)
6. Sombong
“Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa….”
(QS al-Fath: 26)
7. Senang Jika Orang Beriman Menjadi Susah
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil orang-orang yang di luar kalanganmu menjadi teman kepercayaanmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi.”
(QS. Ali ‘Imran:118)

Catatan Kecil
  • Agama itu bukan keyakinan, melainkan sebuah budaya. 
  • Akan tetapi ajaran sebuah agama itulah yang disebut keyakinan.
  • Agama dapat disesuaikan dengan kebudayaan lokal, tapi tidak dibenarkan disesuaikan dengan keyakinan lokal.
Semakin banyak mengenal Allah (ma’rifatullah) melalui ayat-ayat-Nya qauliyah dan kauniyah, maka semakin dekat hubungan dengan-Nya. 

Ilmu harus dikawal hidayah dimana tanpa hidayah, seseorang yang berilmu menjadi sombong dan semakin jauh dari Allah ta’ala. 

Sebaliknya seorang ahli ilmu (ulama) yang mendapat hidayah (karunia hikmah) maka hubungannya dengan Allah ta’ala semakin dekat sehingga meraih maqom disisiNya.

Tentulah kita mempergunakan akal untuk memahami Al Qur’an namun ada dua jenis cara mempergunakan akal yakni
  1. Akal mendahului firmanNya; dan
  2. Akal mengikuti firmanNya.

  • Akal mendahului firmanNya ditimbulkan karena mengikuti hawa nafsu. FirmanNya dipergunakan bukan untuk berdalil tetapi berdalih.
  • Akal mengikuti firmanNya adalah akal pikiran yang ditundukkan kepada akal qalbu dan mengikuti tata cara dalam memahami Al Qur’an. 
Untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah tidak cukup dengan arti bahasa. 

Diperlukan kompetensi menguasai alat bahasa seperti Nahwu, Shorof, Balaghoh (ma’ani, bayan dan badi’) dan lain lain. 

Apalagi jika ingin menetapkan hukum-hukum syara’ bedasarkan dalil syar’i diperlukan penguasaan ilmu ushul fiqih.

Ilmu fiqh adalah hukum yang terinci pada setiap perbuatan manusia, baik halal, haram, makruh atau wajib beserta dalilnya masing-masing.

Ushul fiqh adalah pengertian tentang kaidah-kaidah yang dijadikan sarana (alat) untuk menggali hukum-hukum fiqh”. 

Atau dengan kata lain, ushul fiqh adalah kaidah-kaidah yang menjelaskan tentang cara (methode) pengambilan (penggalian) hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dari dalil-dalil syar’i. 

Sebagai contoh, ushul fiqh mnenetapkan, bahwa perintah (amar) itu menunjukkan hukum wajib, dan larangan (nahi) menunjukkan hukum haram dan lain lain.

Jadi Ushul Fiqh adalah pendekatan metodologi yang harus diikuti dalam penafsiran teks, atau dengan redaksi lain, Ushul Fiqh adalah tata bahasa dan ilmu pengetahuan yang harus diikuti dalam upaya menggali hukum dari sumber-sumbernya. Atau menjelaskan sumber-sumber hukum fiqh yang sudah mendapatkan legitimasi syari’at seperti Al-Quran, Sunnah, konsensus, analogi, dan seterusnya.

Untuk memahami hukum bersumber dari Al Quran dan As Sunnah maka harus betul betul memahami gaya bahasa (uslub) yang ada dalam bahasa Arab dan cara penunjukkan lafazh nash kepada artinya. 

Para ulama ahli ushul fiqih mengarahkan perhatian mereka kepada penelitian terhadap uslub-uslub dan ibarat-ibarat bahasa Arab yang lazim dipergunakan oleh sastrawan-sastrawan Arab dalam menggubah syair dan menyusun prosa. 

Dari penelitian ini, mereka menyusun kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipergunakan untuk memahami nash-nash syari’at secara benar sesuai dengan pemahaman orang Arab sendiri yang nash itu diturunkan dalam bahasa mereka.

Kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat menggali sendiri dari Al Qur’an dan As Sunnah seperti:
  1. Mengetahui dan menguasai bahasa arab sedalam-dalamnya, karena al-Quran dan as-sunnah diturunkan Allah dan disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam bahasa Arab yang fushahah dan balaghah yang bermutu tinggi, pengertiannya luas dan dalam, mengandung hukum yang harus diterima. Yang perlu diketahui dan dikuasainya bukan hanya arti bahasa tetapi juga ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’).
  2. Mengetahui dan menguasai ilmu ushul fiqh, sebab kalau tidak, bagaimana mungkin menggali hukum secara baik dan benar dari al-Quran dan as-Sunnah padahal tidak menguasai sifat lafad-lafad dalam al-Quran dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. Semua itu masing-masing mempengaruhi hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.
  3. Mengetahui dan menguasai dalil ‘aqli penyelaras dalil naqli terutama dalam masalah-masalah yaqiniyah qath’iyah.
  4. Mengetahui yang nasikh dan yang mansukh dan mengetahui asbab an-nuzul dan asbab al-wurud, mengetahui yang mutawatir dan yang ahad, baik dalam al-Quran maupun dalam as-Sunnah. Mengetahui yang sahih dan yang lainnya dan mengetahui para rawi as-Sunnah.
  5. Mengetahui ilmu-ilmu yang lainnya yang berhubungan dengan tata cara menggali hukum dari al-Quran dan as-Sunnah.
Bagi yang tidak memiliki sanad ilmu dan kompetensi di atas maka termasuk orang awam (bukan ahli istidlal) sehingga tidak ada jalan lain kecuali taqlid kepada imam mujtahid yang dapat dipertanggungjawabkan kemampuannya.

Jadi, berhati-hatilah dalam memilih ulama sebagai guru agama.
☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT