Apa tanggapan Bitter Coffee Park tentang fenomena bucin (budak cinta)? Mengapa seseorang bisa sampai mengubah identitas dirinya demi cinta?

Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang: 
Apa tanggapan Bitter Coffee Park tentang fenomena bucin (budak cinta)? Mengapa seseorang bisa sampai mengubah identitas dirinya demi cinta?
Sebelumnya, Bitter Coffee Park tidak terlalu paham definisi budak cinta yang dimaksud.

Mungkin karena istilah tersebut sangat komprehensif, tidak spesifik, sehingga Bitter Coffee Park agak bingung tidak padanan katanya. 

Tapi entah kenapa idiom budak cinta ini mengarahkan Bitter Coffee Park pada definisi, hubungan romantisme antara pelaku kekerasan dan korban kekerasan.

Jika itu yang dimaksud, Bitter Coffe Park coba membuat analisis.

Sahabat Bitter pernah mendengar tentang Stockholm Syndrome? 
Secara singkat Bitter Coffee Park coba jelaskan (sila cari di wiki dengan keyword Stockholm Syndrome).

Kejadian ini bermula ketika penyanderaan yang dilakukan 2 bersaudara Olsson pada tanggal 23 - 28 Agustus 1973 di kota Stockholm. Ketika akhirnya para sandera dibebaskan, respon para korban menunjukan perilaku yang tidak diduga.

Mereka justru mencium dan memeluk para tersangka. Mereka secara emosional justru menunjukan atensi positif kepada para pelaku.

Salah satu sandera bernama Kristin jatuh cinta pada pelaku bahkan sampai rela membatalkan pertunangannya dengan sang kekasih (ngeness banget bray...).
Selain kejadian ini, banyak kasus yang mungkin mengindikasikan Stockholm Syndrome. 

Diantaranya penculikan Collen Stan, penculikan milyuner Patty Hearst (yang ini epik, sampai-sampai Patty Hearst membantu perampokan secara sukarela), penyekapan Sano Fusako, dll. 

Mungkin kisah beauty and the beast adalah salah satu literasi paling awal tentang sindrom ini (cerita aslinya telah dikarang dari abad 17). 

Yakali diculik monster muka sangar malah jatuh cinta....
Menurut para ahli, hipotesa terhadap fase munculnya Stockholm Syndrome sebagai berikut :
Keadaan yang bersifat traumatis akut, membuat korban sulit berpikir jernih. Di lain pihak, pelaku menanamkan bahwa kabur bukanlah pilihan yang baik (tentunya korban bisa dibunuh jika kabur). Maka bagi korban mematuhi pelaku adalah cara terbaik bertahan hidup.

Seiring berjalan waktu, ternyata kepatuhan bukan satu-satunya hal yang diinginkan pelaku. 

Hal ini dikarenakan sang pelaku juga memiliki mood dan kondisi emosional yang kerapkali berubah. 

Dan tentunya, emosi pelaku akan membawa pengaruh buruk bagi korbannya. Sehingga korban dihadapkan pada situasi harus menemukan berbagai hal yang dapat memicu kemarahan sang pelaku. Ini juga merupakan salah satu cara untuk bertahan hidup. 
Dengan demikian, korban pun mulai mengetahui seperti apa sifat sang penculik (waw, kamu sudah masuk dalam hubungan personal saat ini/ PDKT).

Fase berikutnya korban mulai mengapresiasi kebaikan-kebaikab kecil dari pelaku. Pada situasi traumatis, satu kebaikan kecil atau tidak adanya lagi tindakan kekerasan, akan tampak seperti suatu tanda persahabatan dan korban pun biasanya akan sangat bergantung pada hal tersebut demi bertahan hidup.

Hingga pada satu titik, pelaku tidak terlihat sebagai momok menakutkan, melainkan sebagai alat untuk bertahan hidup atau melindungi diri dari mara bahaya (Sahabat Bitter hampir secara sepenuhnya menggantungkan diri Sahabat Bitter pada pelaku). 
Biasanya, si korban mulai delusi atau menanamkan pemahaman palsu sendiri (untuk mengurangi stress yang dihadapi), bahwa pelaku adalah orang terdekatnya, hanya dialah yang mampu diandalkan pada situasi ini.

Fase terakhir, fase yang paling vangke nih. Korban akan melihat orang-orang yang berusaha menyelamatkan dirinya bukanlah temannya. Kalian justru merasa usaha orang-orang yang hendak menyelamatkan cuma bikin Sahabat Bitter jauh dari guardian Sahabat Bitter. Sehingga Sahabat Bitter sebagai korban cenderung melindungi pelaku.

Gimana? 
Terdengar tidak asing kan? 
Bitter Coffee Park bukan sedang menjustifikasi dua hal kontra linier. 

Tetapi, fase diatas mungkin bisa jadi alternatif penjelasan logis mengapa anda terjebak pada siklus budak cinta. 

Bitter Coffee Park rasa, budak cinta adalah contoh riil Stockholm Syndrome itu sendiri (belum terbukti sih, tapi setidaknya itu perspektif).

Coba Sahabat Bitter perhatiin:
Bukankah kondisi budak cinta itu serupa dengan korban yang Bitter Coffee Park jabarkan diatas? 
Pasca abuser melakukan tindakan kekerasan (psikis maupun fisik), korban bisa menginterpretasikan 'kelembutan' pihak abuser hanya karena kebaikan-kebaikan kecil dari abuser. Biasanya berupa cerita masa lalu atau keluh kesah abuser yang merasa tidak beruntung (seringkali cuma bokis, biar korban tidak meninggalkan si abuser).

Di lain pihak, muncul empati yang besar dari korban terhadap segala masalah yang dilalui si abuser (di fase ini, bokis si abuser sudah berhasil mempengaruhi paradigma sang korban). 

Korban merasa bahwa si abuser memang membutuhkan si korban agar bisa melalui masalahnya. 

Hingga pada satu titik, korban mau mentoleransi sikap kasar abuser dalam hubungan cintanya. 

Bahkan sampai-samapai dia mengutamakan si abuser ini daripada hal yang lain.

Boiling Frog Syndrome!
Didalam percobaanya, si penguji melakukan 2 kali percobaan.

Pengujian Pertama
Sang penguji memasukkan katak langsung kedalam air yang mendidih.
Hasilnya? 
Si katak langsung keluar karena tahu bahwa air itu sangat panas.
Pengujian Kedua
Didalam percobaan kedua dilakukan dengan berbeda.
Kali ini katak itu diletakkan pada sebuah panci yang berisi air dengan temperatur yang nyaman, kemudian memanaskannya secara perlahan-lahan.
Hasilnya?
Katak tersebut tidak akan keluar langsung dari panci tersebut.


Kenapa?
Katak memiliki kesamaan seperti halnya manusia. Yaitu mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

Dia akan menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu air yang perlahan-lahan panas.

Hal yang menarik adalah disini…
Suhu yang terus naik membuat air semakin panas. Si katak kali ini tidak bisa lagi menyesuaikan tubunya.

Karena hal ini, si katak sadar bahwa dia harus keluar dari panci yang berisi air tersebut.

Tapi sayang, si katak sudah kehabisan tenaga karena sudah menggunakannya untuk beradaptasi dengan air yang perlahan-lahan panas.

Iya, si katak mati.

Apa yang menyebabkan katak itu mati?
Mungkin Sahabat Bitter akan menjawabnya bahwa katak itu mati karena air yang mendidih.

Tetapi jika kita perhatikan lebih seksama lagi, katak itu sebenarnya mati karena:
Ketidak mampuannya untuk memutuskan kapan dia harus keluar dari panci tersebut.

Si katak telah kehabisan tenaganya disaat waktu yang benar-benar dibutuhkan.

Lalu apa hubunganya dengan masalah cinta?
Seorang budak cinta (bucin) adalah katak itu.

Suhu air yang mendidih ibarat hubungan dengan pasangannya.

Cinta akan selalu memberikan kenyamanan.

Tetapi, di dalam kenyamanan itu juga, ada masalah-masalah yang siap meledak jika tidak bisa ditangani dengan baik.

Karena kenyamanan yang selalu memberikan janji manisnya, bucin lebih memilih untuk menyesuaikan bagaimanapun keadaan yang terjadi nanti.

Meskipun itu keadaan yang menyakitkan karena disakiti pasangan atau keadaan yang mengecewakan karena dikhianati pasangan.

Yap, tepat!
Bucin lebih memilih untuk beradaptasi, mempertahankannya mati-matian, meyakinkan satu sama lain bahwa semua akan berakhir dengan bahagia.

Waktu demi waktu dilalui, tapi jalan tidak menunjukkan alamat seperti yang mereka tujukan.

Bucin memberanikan diri untuk mengakhiri kisahnya, tetapi dia juga tidak mampu melakukan itu.

Di titik inilah, bucin akan mengorbankan apapun, meskipun harus mengubah jati diri.

Semua karena dia, telah kehabisan kekuatan.

Dia lupa, disaat harus melompat keluar dari panasnya hubungan tersebut, dia malah memilih untuk bertahan dan mencoba beradaptasi dengan semua masalah yang dia hadapi.

Dengan keras kepalanya dia memilih untuk tetap tinggal dalam hubungan yang kacau.

Dengan keras hatinya dia menutup semua kesempatan untuk keluar.

Dia dihipnotis kenyamanan awal, dan dilupakan bahwa sebenarnya hubungan itu tidak akan menjadi baik dan malah hanya menyakitinya.

Kalian bukan katak!
Maka disaat kalian merasa sudah waktunya untuk keluar, keluarlah!

Karena pada dasarnya, pondasi yang salah tidak akan pernah membuat bangunan kokoh dan kuat.

Begitupun cinta, ketika kalian membuat pondasi yang salah, cinta hanya akan menyakitimu.

Allah SWT berfirman,
Pasti akan mendapat cinta-Ku orang-orang yang saling cinta-mencintai karena Aku, saling kunjung-mengunjungi karena Aku dan saling memberi karena Aku.
— Hadits Qudsi

Lalu siapa yang lebih rawan terkena Stockholm Syndrome? 
Dari banyak literasi yang Bitter Coffee Park baca, mayoritas perempuanlah korbannya.
Makanya tidak aneh perempuan pula yang sering terjebak pada siklus budak cinta. 

Bitter Coffee Park pernah mendengar perkataan seseorang bahwa tidak semua hal di dalam dunia ini bisa kamu dapatkan dan itu memang benar. Sudah menjadi hukun alam dan kita harus menerimanya.

Akan tetapi, ada banyak orang yang masih belum bisa menerima kenyataan tersebut terkait masalah cinta. Terlebih yang cintanya hanya tersimpan dalam diam, bertepuk sebelah tangan, bergantung dalam keterpaksaan atau sudah terpisah karena berbagai konflik yang meruncing.

Semua karena c i n t a, katanya.
Saking cintanya, mereka bela-belain orang tersebut dan seperti yang tertera dalam pertanyaan Sahabat Bitter perihal judul di atas, mereka bisa mengubah dirinya sendiri demi cinta yang mereka anggap adalah teruntuk diri mereka.

Kalau usaha mereka di terima dan mereka berubah ke arah yang lebih baik sih itu sah-sah saja.

Namun bagaimana jika usaha kalian tidak di terima oleh orang yang kalian cintai lalu kalian tidak terima dan malahan kalian berubah ke arah yang lebih buruk karena kecintaan kalian akan orang tersebut?

Itu mah namanya bukan lagi cinta tapi obsesi. Obsesi yang mengikutsertakan ego. Selesai.

Jika kalian memiliki teman yang saat ini berstatus budak cinta, mungkin kalian perlu menunjukan tulisan bodoh Bitter Coffee Park ini. 
Semoga tulisan unfaedah ini bisa menjadi awal revolusi dari hubungan cinta yang tidak sehat.

Satu lagi... 
Masih mending kalian ya para jomblo, eaaa...... (hanya untuk menghibur para jomblo saja.. hahahahaha).

Dijawab Oleh Wahyu Saputra di Quora
☆☆☆☆☆

2 comments:

  1. Biasakan mencantumkan sumber pak. Tolong hargai penulis jawaban.
    Oh ya, saya penulis jawaban Boiling Frog Syndrome.

    Terima kasih.

    ReplyDelete

Obrolan yang baik bukan hanya sebuah obrolan yang mengkritik saja, tetapi juga memberi saran dan dimana saran dan kritik tersebut terulas kekurangan dan kelebihan dari saran dan kritik.

BERIKAN OPINI SAHABAT BITTER TENTANG TULISAN TERSEBUT