Hay Sahabat Bitter, kali ini Bitter Coffee Park akan mengajak Kalian Ngobrol ala Obrolan Warung Kopi tentang:
Nasib Keluarga DN Aidit Pasca Peristiwa G30S, Mulai Ayah, Adik, Istri, hingga Anaknya.
Setiap tanggal 30 September, Indonesia akan memperingati peristiwa Gerakan 30 September atau disingkat G30S/PKI.
G30S/ PKI merupakan peristiwa yang terjadi malam hari di tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965.
Dalam peristiwa itu terjadi penculikan dan pembunuhan para jenderal yang dilakukan oleh suatu kelompok militer pimpinan Let. Kol. Untung.
Bicara soal PKI, tentu tak lepas dari sosok Dipa Nusantara (DN) Aidit.
Aidit merupakan pria kelahiran Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung pada 30 Juli 1923
Di tahun 1940, Aidit meninggalkan kampung halamannya dan merantau ke Jakarta.
Dirinya sempat mendirikan perpustakaan Antara di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat.
Kemudian, Aidit mempelajari politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda.
Berawal dari situ, Aidit mulai berkenalan dengan tokoh politik Indonesia, seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Soekarno, Bung Hatta, dan Mohammad Yamin.
Tahun 1954, Aidit terpilih menjadi anggota Central Committee (CC) PKI pada Kongres PKI.
Setelah itu, Aidit pun terpilih menjadi sekretaris jenderal PKI.
Sebagai pemimpin PKI, Aidit membuat partai tersebut menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan China.
Adanya peristiwa G30S membuat PKI dan Aidit dituduh sebagai dalang di baliknya.
Sontak, Aidit jadi buruan tentara.
Tak hanya kehidupan sang ketua umum PKI yang berubah, keluarganya pun ikut menjadi sorotan masyarakat.
Dilansir dari TribunJakarta.com, berikut kisah keluarga DN Aidit pasca peristiwa G30S.
Ayah DN Aidit
Ayah Aidit, yakni Abdullah, menginap di kediaman anaknya ketika malam 30 September 1965.
Saat itu, dirinya melihat DN Aidit dibawa pergi tiga tentara bersama pengawal pribadi bernama Kusno.
Sang ayah melihat massa mendatangi rumah Aidit sembari berteriak-teriak.
Kejadian itu berlangsung saat hari ditemukannya lima jenazah jenderal di Lubang Buaya.
Putra bungsu Abdullah, Murad Aidit menyatakan, sang ayah kemudian terbang ke Belitung dan menetap di sana.
Tiga tahun kemudian, Abdullah jatuh sakit dan meninggal dunia saat rumah kosong karena sang istri menginap di rumah saudara.
Tetangga tak mengetahui kalau Abdullah telah meninggal dunia karena jarang ke rumah tersebut, takut terkena getah peristiwa G30S.
Akibatnya, baru ketahuan tiga hari kemudian kalau Abdullah sudah meninggal.
Adik DN Aidit
Adik Aidit, Basri Aidit tengah bekerja di kantor Central Committee PKI Kramat Jati, Jakarta Pusat saat peristiwa 30S terjadi.
Sehari pasca kejadian, Basri ditangkap dan ditahan di penjara Kramat.
Tahun 1969, ia dibuang ke Pulau Buru.
Dirinya keluar dari Pulau Buru pada 1980, lalu membeli rumah di kawasan Bogor, Jawa Barat berkat bantuan dari keluarganya yang di Belitung.
Istri DN Aidit
Soetanti tengah bertengkar dengan suaminya ketika malam 30 September 1965.
Kala itu, Tanti ingin Aidit tetap di rumah dan tak mengikuti kemauan para penjemputnya.
Meski begitu, Aidit tetap pergi.
Tiga hari setelahnya, Tanti meninggalkan rumah dan tiga anaknya.
Rupanya, Tanti menyusul sang suami ke Boyolali.
Di sana, ia bertemu dengan bupati Boyolali yang merupakan tokoh PKI.
Keduanya berangkat ke Jakarta dengan cara menyamar sebagai suami istri.
Namun, kedok mereka terbongkar dan akhirnya ditangkap.
Tanti mengalami perpindahan dari satu penjara ke penjara lainnya hingga tahun 1980.
Lepas dari masa hukuman, Tanti sempat membuka praktik sebagai dokter.
Namun, ia mengalami sakit-sakitan dan meninggal dunia di tahun 1991.
Anak DN Aidit
Anak DN Aidit, Ilham Aidit masih berusia 6,5 tahun saat peristiwa malam itu terjadi.
Kala itu, ia melihat tulisan di dinding besar yang berbunyi 'Gantung Aidit'.
Melihat tulisan yang menyebut nama ayahnya, Ilham kecil langsung gemetar dan yakin dirinya akan menjadi musuh negara.
Namun, nasib baik masih berpihak padanya.
Ternyata masih ada orang yang mau mengangkatnya sebagai anak.
Walau begitu, saat SMP, dirinya kerap diejek oleh teman-teman pakai kata 'Aidit gantung'.
Hal itu membuatnya marah dan kerap berkelahi.
Ilham bahkan mengaku berupaya keras untuk mengubur nama Aidit yang melekat di belakangnya.
Ia selalu berhenti lama untuk ingin menuliskan nama Aidit di belakangnya.
Tetapi, hal tersebut selalu diurungkan dan ia berusaha untuk menutup serapat-rapatnya.
44 tahun berlalu, akhirnya pada 2003 ia mulai bisa menuliskan nama lengkapnya Ilham Aidit setelah bergabung dalam Forum Silaturahmi Anak Bangsa.
☆☆☆☆☆
Sejarah ditulis oleh sang pemenang
ReplyDeleteNamun sejarah juga tidak untuk dilupakan
Misteri terbunuhnya DN Aidit